BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya
alam utama yaitu tanah dan air pada dasarnya merupakan sumberdaya
alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau degradasi.
Kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1) kehilangan unsur tanah dan bahan organik
di daerah perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran, (3) penjenuhan
tanah oleh air, dan (4) erosi. Kerusakan tanah tersebut menyebabkan
berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Suripin,
2004).
Bahaya erosi
yang telah menurunkan produktivitas tanah merupakan masalah utama dari tahun ke
tahun tetap harus dihadapi oleh pemerintah. Bahaya erosi yang menimpa
lahan-lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada lahan-lahan yang
memiliki kelerengan sekitar 15% keatas. Bahaya ini disebabkan selain oleh
perbuatan manusia yang mementingkan pemuasan kebutuhan diri sendiri, juga
dikarenakan pengelolaan tanah dan pengairannya yang keliru (Asdak, 2002).
Untuk
mengidentifikasi tingkat bahaya erosi, model yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan model USLE (Universal Soil Loss Equation). Model USLE
mempertimbangkan beberapa faktor dalam kajian erosi seperti faktor erosivitas
hujan, faktor erodibilitas tanah, faktor panjang dan kemiringan lereng, faktor
penutupan dan manajemen tanaman, dan faktor tindakan konservasi tanah (Arsyad,
2010).
Model yang
banyak berkembang saat ini adalah model yang menggunakan fasilitas Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang merupakan suatu sistem (berbasis komputer) yang
digunakan untuk menyimpan dan memproses informasi-informasi spasial. SIG
dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan
fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting
untuk dianalisis (Anonim, 2011a).
B. Tujuan Penyusunan Makalah
Tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah agar kita mengetahui apa itu
Erodibilitas tanah, bagaimana proses itu terjadi, cara menghitung, dan
penanggulangannya agar menekan terjadinya erodibilitas tanah tersebut.
C. Manfaat Penyusunan Makalah
Penyusunan
makalah ini sangat membantu kita dalam perkebunan nantinya yaitu saat kita
membuka lahan agar tidak terjadi permasalahan dalam prosesnya. Disamping itu,
menambah wawasan adalah manfaat lain dari penyusunan makalah ini khususnya
dalam ilmu konservasi tanah dan air.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau
erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per
satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah tanpa tanaman, tanpa
usaha pencegahan erosi pada lereng 9 % dan panjang 22 m. Kepekaan tanah
terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur tanah (terutama kadar debu +pasir
halus), bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah (Hardjowigeno, 2003).
Erodibilitas tanah (ketahanan tanah) dapat ditentukan dengan
aturan rumus menurut, perhitungan nilai K dapat dihitung dengan persamaan
Weischmeier, et all, (1971)
K = 1,292{ 2,1 M 1,14 (10 -4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)}
/100
Dimana :
M = ukuran partikel (% pasir sangat halus+ % debu x
(100-% liat) % pasir sangat halus = 30 % dari pasir (Sinukaban dalam
Sinulingga, 1990)
a = kandungan bahan organik (% C x 1,724)
b = harkat struktur tanah
c = harkat permeabilitas tanah
Erodibilitas tanah juga dapat dapat diduga
dengan menggunakan nomograph. Sifat-sfat tanah yang menentukan besarnya nilai K
berdasarkan Nomograph tersebut adalah (1) Persen kandungan debu dan pasir
halus, (2) Persen Kandungan pasir, (3) Persen bahan kandungan bahan organik (4)
Struktur tanah, (5) Permeabilitas tanah. Untuk itu diperlukan angka hasil
penetapan sifat- sifat tanah seperti tekstur dengan 4 fraksi (pasir kasar,
pasir halus, debu, dan liat) dan bahan organik tanah sedangkan struktur dan
permeabilitas ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan pada profil tanah yang
dapat digambar dalam Nomograph.
Lee dalam Katasaepotra, dkk (1985)
mengatakan bahwa dalam pengelolaan tanah dan penggunaan tanah itu untuk
pertanaman, permukaan tanah harus dipilih dengan hati-hati, apakah terdapat
erodibilitas yang tinggi atau rendah demikian juga panjangnya larikan-larikan
tanah yang miring harus dibatasi apabila erosi dan pencucian tanah-tanah yang
dilarutkan itu hendak dibatasi. Kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan
penghanyutan oleh air curahan hujan disebut erodibilitas. Jika erodibilitas tanah
tersebut tinggi maka tanah itu peka atau mudah terkena erosi dan jika
erodibilitas tanah itu rendah berarti daya tahan tanah itu kuat atau resisten
terhadap erosi.
Untuk menentukan nilai erodibilitas tanah
Boycous dalam Rahim (2000) telah menemukan pada sekitar tahun 1935–an tentang
The Clay Ratio as a Criterium Suspectibility of Soil to Erosion kita
mendapatkan persamaan sebagai berikut
Dimana :
E = erodibilitas
Sand = pasir
Silt = debu
Clay = liat
Adapun penetapan nilai erodibilitas (K)
tanah-tanah yang ada di Indonesia dapat disajikan pada Tabel.
Tabel 1. Klasifikasi Kelas Erodibilitas Tanah-Tanah.
Kelas
|
Nilai K
|
Tingkat Erodibilitas
|
1
|
0,00 -0,10
|
Sangat rendah
|
2
|
0, 11 -0,21
|
Rendah
|
3
|
0,22- 0,32
|
Sedang
|
4
|
0,33 -0,44
|
Agak tinggi
|
5
|
0,45 -0,55
|
Tinggi
|
6
|
0,56 -0,64
|
Sangat Tinggi
|
Sumber : Arsyad (2006).
Faktor erodibilitas menunjukkan kemudahan
tanah mengalami erosi, semakin tinggi nilainya semakin mudah tanah tererosi.
Tingginya faktor erodibilitas antara satu tempat dengan yang lainnya disebabkan
kondisi tekstur tanahnya yaitu rendahnya tekstur liat, tingginya persentase
pasir sangat halus dan debu jika dibandingkan tanah lokasi yang satu. Menurut
Morgan (1986) tekstur berperan dalam erodibilitas tanah, partikel berukuran
besar tahan terhadap daya angkut karena ukurannya sedangkan partikel halus
tahan terhadap daya penghancur karena daya kohesifitasnya. Partikel yang kurang
tahan terhadap keduanya adalah debu dan pasir sangat halus.
Erodibilitas tanah sangat penting untuk
diketahui agar tindakan konservasi dan pengolahan tanah dapat dilaksanakan
secara lebih tepat dan terarah. Namun demikan, Veiche (2002) menyatakan bahwa
konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu
hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana karena erodibilitas dipengaruhi
oleh banyak sekali sifat-sifat tanah. Berbagai usaha telah banyak dilakukan
untuk mendapatkan suatu indeks erodibilitas yang relatif lebih sederhana, baik
didasarkan pada sifat-sifat tanah yang ditetapkan di laboratorium maupun di
lapangan atau berdasarkan keragaan (response) terhadap hujan (Arsyad, 2000).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Erosidibilitas
Erodibilitas
Tanah adalah tingkat kepekaan suatu jenis tanah terhadap erosi. Kepekaan tanah
terhadap erosi (erodibilitas) tanah didefinisikan oleh Hudson (1978) sebagai
mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Secara lebih spesifik, Young et al. dalam
veiche (2002) mendefinisikan erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya tanah
untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan atau oleh kekuatan
aliran permukaan. Sementara Wischmeier dan Mannering (1969) menyatakan bahwa
erodibilitas alami tanah merupakan sifat kompleks yang tergantung pada laju
infiltrasi tanah dan kapasitas tanah untuk bertahan terhadap penghancuran
agregat (detachment) serta pengangkutan oleh hujan dan aliran permukaan.
Pada tingkat
energi hujan yang sama, tanah yang memiliki erodibilitas yang tinggi akan lebih
mudah mengalami erosi daripada tanah yang memiliki erodibilitas
rendah. Karena erodibilitas menyangkut ketahanan tanah terhadap pelepasan
dan pengangkutan, serta kemampuan tanah untuk menyerap dan melalukan air dalam
tanah, maka pengetahuan tentang karakteristik fisik tanah mutlak sangat
diperlukan sekali. Adapun karakteristik fisik tanah yang dipandang penting
adalah Tekstur, Struktur, Bahan Organik, Bahan Semen dan Infiltrasi tanah atau
permeabilitas.
Erodibilitas
sangat penting untuk diketahui agar tindak konservasi dan pengelolaan tanah
dapat dilaksanakan secara tepat dan terarah. Namun demikian, konsep dari
erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu hal yang
bersifat komplek atau tidak sederhana, karena erodibilitas dipengaruhi oleh
banyak sekali sifat-sifat tanah. Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk
mendapat suatu indeks erodibilitas tanah yang relatif lebih sederhana, baik
didasarkan dari sifat-sifat tanah yang ditetapkan dilaboratorium atau di lapangan
atau berdasarkan keragaman terhadap hujan.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erodibilitas Tanah
Erodibilitas
tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yakni sifat fisik, mekanik,
hidrologi, kimia, reologi / litologi, mineralogi dan biologi, termasuk
karakteristik profil tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan
tanah (Veiche, 2002). Poesen (1983) menyatakan bahwa erodibilitas bukan hanya
ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun ditentukan pula oleh faktor-faktor
erosi lainnya yakni erosivitas, topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas
manusia. Suatu tanah yang memiliki erodibilitas rendah mungkin akan mengalami
erosi yang berat jika tanah tersebut terdapat pada lereng yang curam dan
panjang, serta curah hujan dengan intensitas yang tinggi. Sebaliknya tanah yang
memiliki erodibilitas tinggi, kemungkinan akan memperlihatkan gejala erosi
ringan atau bahkan tidak sama sekali bila terdapat pada pada lereng yang
landai, dengan penutupan vegetasi baik, dan curah hujan dengan intensitas
rendah. Hudson (1978) juga menyatakan bahwa selain fisik tanah, faktor
pengelolaan / perlakuan terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap tingkat
erodibilitas suatu tanah. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh dari
faktor pengolalaan tanah terhadap sifat-sifat tanah. Seperti yang ditunjukkan
oleh hasil penelitian Rachman et al. (2003), bahwa pengelolaan tanah dan
tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik terhadap kualitas
tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah, ketahanan tanah
(shear strength), dan resistensi / daya tahan tanah terhadap daya hancur curah
hujan (splash detachment).
Untuk
mengetahui besarnya factor erodibilitas dapat juga digunakan table erodibilitas
berdasarkan jenis tanah dan bahan induk penyusunnya yang ditetapkan oleh pusat
penelitian tanah, bogor (chay asdak, 2002: 364). Berikut ini adalah angka
erodibilitas menurut jenis tanah dan bahan induk penyusunnya.
Untuk
mengetahui erodibilitas tanah menggunakan table erodibilitas berdasarkan pada
jenis tanah yang ada di lapangan. Table erodibilitas berdasarkan jenis tanah
sebagai berikut:
Table 2. perkiraan besarnya nilai
K untuk jenis tanah di daerah tangkapan air jatiluhur, jawa barat (lembaga
ekologi, 1979).
Jenis
klasifikasi tanah
|
Nilai K
rata-rata
|
Latosol merah
Latosol merah kuning
Latosol cokelat
Latosol
Regosol
Regosol
Regosol
Gley humic
Gley humic
Gley humic
Lithosol
Grumosol
Hydromorf abu-abu
|
0,120
260
23
0,31
0,12 – 0,16
0,29
0,31
0,13
0,26
0,20
0,29
0,21
0,20
|
Sumber: chay
asdak, 2002: 365
Meskipun
erodibilitas tanah tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun untuk
membuat konsep erodibilitas tanah menjadi tidak terlalu kompleks, maka beberapa
peneliti menggambarkan erodibilitas tanah sebagai pernyataan keseluruhan
pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari faktor penyebab erosi lainnya
(Arsyad, 2000).
Pada
prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah :
1.
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas tanah menahan air.
2.
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air
hujan dan aliran permukaan.
Sifat-sifat
tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman tanah dan
tingkat kesuburan tanah (Morgan, 1979 ; Arsyad, 2000). Secara umum tanah dan
kandungan debu tinggi, liat rendah dan bahan organik rendah adalah yang paling
mudah tererosi (Wischmeier dan Mannering, 1969). Jenis mineral liat, kandungan
besi dan aluminium oksida, serta ikatan elektro-kimia di dalam tanah juga
merupakan sifat tanah yang berpengaruh terhadap erodibilitas tanah (Wischmeier
dan Mannering, 1969; Liebenow et al., 1990).
a.
Tekstur
Tekstur tanah menunjukkan kasar
halusnya tanah, ditentukan berdasarkan perbandingan butir-butir (fraksi) pasir
(sand), debu (silt) dan liat (caly). Fraksi pasir berukuran 2 mm – 50 μ lebih
kasar dibanding debu ( 50 μ – 2 μ) dan liat ( lebih kecil dari 2 μ). Karena
ukurannya yang kasar, maka tanah-tanah yang didominasi oleh fraksi pasir
seperti tanah-tanah yang tergolong dalam sub-ordo Psamment, akan melalukan air
lebih cepat ( kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tinggi) dibandingkan
dengan tanah-tanah yang didominasi oleh fraksi debu dan liat. Kapasitas
infiltrasi dan permeabilitas yang tinggi, serta ukuran butir yang relatif lebih
besar menyebabkan tanah-tanah yang didominasi oleh pasir umumnya mempunyai
tingkat erodibilitas yang rendah. Tanah dengan kandungan pasir yang halus (0,01
mm – 50 μ ) tinggi juga mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan
tetapi jika terjadi aliran permukaan, maka butir-butir halusnya akan mudah
terangkut.
Debu merupakan fraksi tanah yang
paling mudah tererosi, karena selai mempunyai ukuran yang relatif halus, fraksi
ini juga tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan ( tanpa adanya
bantuan bahan perekat/pengikat), karena tidak mempunyai muatan, maka fraksi ini
dapat membentuk ikatan. Meyer dan Harmon (1984) menyatakan bahwa tanah-tanah
bertekstur halus (didominasi liat) umumnya bersifat kohesif dan sulit untuk
dihancurkan. Walaupun demikian, bila kekuatan curah hujan atau aliran permukaan
mampu menghancurkan ikatan antar partikelnya, maka akan timbul bahan sedimen
tersuspensi yang mudah untuk terangkut atau terbawa aliran permukaan.
Fraksi halus ( dalam bentuk sedimen
tersuspensi) juga dapat menyumbat poro-pori tanah dilapisan permukaan akan
meningkat. Akan tetapi, jika tanah demikian mempunyai agregat yang mantap,
yakni tidak mudah terdispensi, maka penyerapan air ke dalam tanah masih cukup
besar, sehingga aliran permukaan dan erosi menjadi relatif tidak berbahaya
(Arsyad, 2000).
Berikut ini nilai ukuran butir-butir
tanah (M) untuk suatu kelas tekstur tanah.
Tabel 3. Nilai ukuran butir-butir tanah (M) untuk
suatu kelas tekstur tanah
Kelas
tekstur tanah
|
Nilai
M
|
Kelas
tekstur tanah
|
Nilai
M
|
Lempung
berat
|
210
|
Geluh
lempung pasiran
|
2160
|
Lempung
sedang
|
750
|
Debu
|
8245
|
Lempung
ringan
|
1685
|
Geluh
debuan
|
6330
|
Lempung
debuan
|
2830
|
Geluh
|
4390
|
Lempung
pasiran
|
3245
|
Geluh
pasiran
|
3245
|
Geluh
lempung debuan
|
3770
|
Pasir
geluhan
|
4005
|
Geluh lempung
|
2830
|
Pasir
|
3035
|
b.
Bahan Organik
Bahan
organik sangat berperan pada proses pembentukan dan pengikatan serta
menstabilkan agregat tanah. Pengikatan dan penstabilan agregat tanah oleh bahan
organik dapat dilakukan melalui pengikatan secara fisik butir-butir primer
tanah oleh mycelia jamur,actionmycetes, dan/atau akar-akar halus tanaman;
dan pengikatan secara kimia, yaitu dengan menggunakan gugus-gugus aktif dari
bahan panjang, atau gugusan positif ( gugus amine, amide, atau amino) pada senyawa
organik berbentuk rantai (polymer).
Bahan
organik yang masih dalam bentuk serasah, seperti daun, ranting, dan sebagainya
yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah
terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik tersebut
juga menghambat aliran permukaan, sehingga kecepatan alirannya lebih lambat dan
relatif tidak merusak. Bahan organik yang sudah mengalami pelapukan mempunyai
kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi, sampai dua-tiga kali berat keringnya.
Akan tetapi, kemampuan menyerap air ini hanya merupakan faktor kecil dalam
mempengaruhi kecepatan aliran permukaan. Pengaruh utama bahan organik adalah
memperlambat aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi, dan memantapkan agregat
tanah (Arsyad, 2000).
Bahan
organik di dalam tanah jumlahnya tidak sama antara jenis tanah yang satu dengan
yang lainnya seperti Histosol yang mengandung bahan organik > 65 %.
Perbedaan kandungan bahan organik ini tergantung pada jenis tanah dan cara
pengelolaan tanah. Menurut Puslitanak (2005) Bogor ada beberapa kriteria dari
bahan organik sebagaimana disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4.
Kriteria Bahan Organik.
No
|
Kriteria Bahan Organik
|
Nilai
|
1
|
Sangat tinggi
|
> 6.00
|
2
|
Tinggi
|
4.30- 6.00
|
3
|
Sedang
|
2.10- 4.20
|
4
|
Rendah
|
1.00- 2.00
|
5
|
Sangat rendah
|
< 1.00
|
Sumber
: Puslitanak (2005)
c.
Struktur/Agregasi
Tanah
Bentuk
dan stabilitas agregat, serta persentase tanah yang teragregasi sangat berperan
dalam menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Hasil penelitian Meyer
dan Harmon (pooly aggregated). Tanah-tanah dengan tingkat agregasi tinggi,
berstruktur kersai atau granular, serang, tingkat penyerapan airnya lebih
tinggi dari pada tanah yang tidak berstruktur atau susunan butir-butir
primernya lebih rapat.
Selain
dipengaruhi oleh tekstur dan kandungan bahan organik, pembentukan agregat tanah
dipengaruhi jga oleh jumlah dan jenis kation yang diadsorbsi liat. Pengaruh
kandungan besi dan aluminium oksida terhadap tingkat erodiilitas tanah, juga
erat hubungannya dengan pembentukan dan penstabilan agregat tanah
(Liebenow et al., 1990). Besi dan aluminium oksida membentuk dan
meningkatkan kestabilan agregat tanah, melalui peningkatan gugus-gugus negatif
dari liat oleh gugus positif dari oksida-oksida tersebut.
Stabilitas
agregat tanah sangat berpengaruh terhadap kematapan pori tanah. Tanah-tanah
yang mudah terdispensi atau agregatnya tidak stabil menyebabkan pori-porinya
tanah juga mudah hancur atau tertutup/tersumbat oleh liat atau debu (erosi
internal), sehingga laju dan kapasitas infiltrasi tanah mengalami penurunan.
Struktur
tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan
partikel-partikel tanah yang bergabung dengan satu dengan yang lain membentuk
agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan
partikel-partikel primer menjadi satu kelompok (cluster) yang disebut agregat
yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari
sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan edafologi,
sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari
sekedar bentuk agregat. Dalam hubungan tanah-tanaman, agihan ukuran pori,
stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali saat kering dan kekerasan
(hardness) agregat jauh lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat itu
sendiri (Suci dan Bambang, 2002).
Istilah
struktur tanah merujuk cara butiran-butiran tanah saling mengelompok secara
bersama-sama diikat oleh koloida tanah. Tingkat perkembangan struktur tanah
ditentukan berdasarkan atas kemantapan dan ketahanan bentuk struktur tanah
tersebut terhadap tekanan. Tanah dikatakan tidak berstruktur bila butir-butir
tanah tidak melekat satu sama lain atau saling melekat menjadi satu satuan yang
padu dan disebut massive atau pejal. Tanah dengan struktur yang baik mempunyai
tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah
(Hardjowigeno, 2003).
Struktur
tanah sangat berpengaruh pada pertumbuhan akar dan bagian tanaman di atas
tanah. Apabila tanah padat maka ruang pori tanah berkurang sehingga pertumbuhan
akar terbatas yang akhirnya produksi menurun. Struktur tanah berpengaruh kuat
terhadap kerapatan isi tanah (Winarso, 2005).
Bentuk
dan stabilitas agregat serta persentase tanah yang teragregasi sangat berperan
dalam menetukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah yang peka terhadap
erosi adalah tanah yang paling rendah persentase agregasinya. Tanah-tanah
dengan tingkat agregasi yang tinggi, berstruktur kersai, atau granular tingkat
penyerapan airnya lebih tinggi dari pada tanah yang tidak berstruktur atau
susunan butir-butir primernya lebih rapat (Meyer dan Harmon, 1984)
Struktur
tanah merupakan penyusunan butir-butir primer (pasir, debu, liat) menjadi butir
sekunder (agreat, cold) dengan ruang pori diantaranya. Berdasarkan bentuk dan
besarnya struktur tanah digolongkan atas tipe-tipe sebagai berikut:
1) Tipe lempeng
(platy)
Agregat mempunyai ukuran
horisontal lebih besar dari ukuran vertikal dan tipe ini dibedakan atas
kelas-kelas:
-
Sangat tipis, kurang dari 1 mm
-
Tipis, antara 1-2 mm
-
Sedang, antara 2-5 mm
-
Tebal, antara 5-10 mm
-
Sangat tebal, lebih dari 10mm
2) Tipe Tiang
Ukuran agreat vertikal lebih dari
horizontal, bentuknya dibedakan atas tipe prismatik yang ujungnya bersegi dan
bertipe kolumner yang ujungnya membulat, dan masing-masing dibedakan lagi
menurut kelas-kelas:
-
Sangat halus, panjangnya kurang dari 10 mm
-
Halus, antara 10-20 mm
-
Sedang, antara 20-50 mm
-
Kasar, antara 50-100 mm
-
Sangat kasar, lebih dari 100 mm
3) Tipe Gumpal
(blockly)
Ukuran agreat vertikal lebih dan horizontal
sama besar, bentuknya masih dibedakan berdasarkan ujung-ujungnya atas: gumpal
bersudut dan gumpal membulat, dan masih dibedakan menurut besarnya, antara
lain:
-
Sangat halus, kurang dari 5 mm
-
Halus, 5-10 mm
-
Sedang, 10-20 mm
-
Kasar, lebih dari 50 mm
4) Tipe Remah
(crumb)
Berbentuk butir-butir tanah yang
saling mengikat seperti irisan roti dan didibedakan lagi atas kelas-kelas:
-
Sangat halus, diameter butir kurang dari 1 mm
-
Halus, diameter butir 1-2 mm
-
Sedang, diameter butir 2-5 mm
-
Kasar, diameter butir 5-10 mm
-
Sangat kasar, diameter butir lebih dari 10 mm
5) Tipe
Granuler
Berbentuk butir lepas-lepas,
dibedakan atas kelas-kelas seperti pada tipe remah.
6) Tipe
Berbutir Tunggal (single grain)
Tidak membentuk agregat tanah.
7) Tipe Pejal
(masif)
Struktur tanah bertipe pejal
merupakan kesatuan ikatan partikel-partikel tanah yang mampat. Struktur tanah
pejal memiliki duas aspek yang dipandang penting dalam kaitannya dengan erosi,
yaitu (1) sifat fisika-kimia liat yang mendukung terbentuknya kemantapan
agregat yang mantap, dan (2) adanya bahan-bahan pengikat yang terbentuk
butir-butir primer menjadi agregat yang mantap (Seta, 1987:5).
Dalam menentukan erodibilitas
tanah perlu memperhatikan keadaan struktur tanah dalam ukuran diameter yang
dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 6. Penilaian Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter)
No
|
Struktur
|
Kelas
|
1
|
Granuler sangat halus
|
1
|
2
|
Granuler halus
|
2
|
3
|
Granuler sedang sampai kasar
|
3
|
4
|
Masif kubus, lempeng
|
4
|
Sumber :
Utomo (1989).
d.
Jenis
Mineral
Jenis
mineral sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat tanah yang dihasilkan. Liat
yang mempunyai nisbah silika terhadap sesquioksida
[SiO2/(Fe2O3+Al2 O3 )] lebih besar dari nilai kritikal (>2),
umumnya plastis dan mengembang jika basah, sedangkan yang mempunyai nisbah
<2 umumnya kersai dan tidak mudah tererosi. Mineral liat smektit
(montmorillonit) mempunyai nisbah silika terhadap sesquioksida yang
tinggi, dan diketahui bahwa tanah-tanah yang banyak mengandung liat ini
bersifat mengembang dan plastis jika basah, sehingga agregatnya tidak begitu
stabil dalam air, dan oleh karenanya mudah tererosi. Mineral liat
kaolinit yang mempunyai nisbah silika terhadap sesquioksida rendah,
bersifat tidak mengembang dan hanya sedikit plastis jika basah, dan membentuk agregat
yang stabil. Kepekaan erosi tanah dengan mineral liat ilit berbeda di antara
liat smektit ( montmorillonit) dan kaolinit. Oxisol, yang mengandung
sesquioksida tinggi dan silika yang rendah, membentuk agregat yang stabil dan
tahan terhadap erosi (Arsyad, 2000).
e.
Kedalaman
dan Sifat Lapisan Tanah
Karakteristik
profil tanah yang sangat menentukan tingkat erodibilitas tanah adalah kedalaman
tanah dan sifat lapisan tanah. Kedalaman tanah sampai lapisan kedepan atau
bahan induk akan menentukan jumlah air yang meresap ke dalam tanah. Sedangkan
sifat lapisan tanah sangat berpengaruh terhadap laju peresapan air kedalam
tanah. Selanjtnya, jumlah dan laju peresapan air ke dalam tanah sampai lapisan
kedap sangat menentukan besarnya aliran permukaan, dan hal ini sangat
menentukan besarnya aliran permukaan. Tanah-tanah yang dangkal seperti Etinol,
umumnya mempunyai kemampuan untuk menampung air relatif rendah. Sedangkan pada
tanah-tanah yang tergolong Ultisol atau Alfisol, keberadaan horizon bawah
permukaan yang tergolong Ultisol, keberadaan horizon bawah proses peresapan air
ke dalam tanah.
Selanjutnya
menurut Veiche (2002), karakteristik penampang tanah, khususnya kedalaman tanah
dan sifat-sifat lapisan tanah, juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif tanaman yang cepat akan memperbesar
kebutuhan air untuk proses evapotranspirasi, sehingga kandungan air di dalam
tanah akan cepat menurun, termasuk air di dalam pori akan menjadi cepat kosong
yang memungkinkan terjadinya penyerapan air dari hujan berikutnya.
f.
Kesuburan
Tanah
Pengaruh
kesuburan tanah terhadap eridibilitas tanah berpangkal pada kaitannya dengan
pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang relatif lebih subur, pertumbuhan tanaman
akan relatif lebih baik. Hal ini akan berdampak pada tingkat kemampuan
penyerapan air oleh tanah. Pada in situ akan lebih terjamin. Seperti
telah diuraikan sebelumnya bahwa peranan bahan organik dalam menentukan
kepekaan tanah terhadap erosi sangat penting.
g.
Permeabilitas
Tanah
Permeabilitas
tanah adalah kecepatan air menembus tanah pada periode tertentu dan dinyatakan
dalam cm/jam (Foth, 1978). Sedangkan menurut Hakim dkk (1986)
permeabilitas tanah adalah menyatakan kemampuan tanah melalukan air yang bisa
diukur dengan menggunakan air dalam waktu tertentu.
Nilai
permeabilitas penting dalam menentukan penggunaan dan pengelolaan praktis
tanah. Permeabilitas mempengaruhi penetrasi akar, laju penetrasi air, laju
absorpsi air, drainase internal dan pencucian unsur hara (Donahue, 1984).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi permeabilitas tanah menurut Hillel (1971) antara lain adalah
tekstur tanah, porositas dan distribusi ukuran pori, stabilitas agregat dan
stabilitas struktur tanah serta kadar bahan organik tanah. Ditegaskan lagi
bahwa hubungan yang lebih utama terhadap permeabilitas tanah adalah distribusi ukuran
pori sedangkan faktor- faktor yang lain hanya ikut menentukan porositas dan
distribusi ukuran pori. Tekstur kasar menurut Anonimous (2008) mempunyai
permeabilitas yang tinggi dibandingkan dengan tekstur yang halus karena tekstur
kasar mempunyai pori makro dalam jumlah banyak sehingga umumnya tanah-tanah
yang didominasi oleh tekstur kasar seperti pasir umumnya mempunyai tingkat
erodibilitas tanah yang rendah.
Permeabilitas
tanah juga dapat diukur dengan menggunakan metode Hukum Darcy. Tanah di lapangan
pada umumnya berlapis, pada pasir nilai permeabilitas lapangan dan laboratorium
jelas berbeda akibat proses sedimentasi dalam pembentukan deposit tanah,
struktur tanah di lapangan dapat berubah atau hilang karena contoh tanah yang
tidak terganggu tidak dapat diuji (Bowles, 1991)
Nilai
permeabilitas dapat ditentukan dengan data lapangan dan data analisis
laboratorium berbeda Nilai permeabilitas tanah ditetapkan dalam keadaan jenuh.
Penentuan
kelas permeabilitas tanah dapat dilihat pada Tabel yang merupakan permeabilitas
dalam menentukan erodibilitas tanah.
Tabel 7.
Penilaian Kelas Permeabilitas Tanah- Tanah.
No
|
Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah
|
Kelas
|
1
|
Sangat lambat (< 0,5 cm/jam)
|
6
|
2
|
Lambat (0,5-2 cm/jam )
|
5
|
3
|
Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/ jam)
|
4
|
4
|
Sedang (6.3-12,7 cm/jam)
|
3
|
5
|
Sedang sampai cepat (12,7- 25,4 cm/jam)
|
2
|
6
|
Cepat (> 25, 4 cm/jam)
|
1
|
Sumber : Penuntun Praktikum Fisika Tanah,
Departemen Ilmu
Tanah, FP- USU(2003).
C. Pengukuran Erodibilitas Tanah
Erodibilitas
tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengelolaan
tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Namun demikian, Veiche
(2002) mengatakan bahwa konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara
menilainya merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana,
karena erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah. Berbagai
usaha telah banyak dilakukan untuk mendapatkan suatu indeks erodibilitas tanah
yang relatif lebih sederhana, baik didasarkan ada sifat-sifat tanah yang
ditetapkan di laboratorium maupun di lapangan, atau didasarkan keragaan
(responden) terhadap hujan (Arsyad, 2000).
Wischmeier
dan Smith (1978) telah mengembangkan konsep erodibilitas tanah yang cukup
populer, dalam hal ini faktor erodibilitas tanah (K) didefinisikan sebagai
besarnya erosi persatuan indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam keadaan
standar, yakni tanah terus-menerus diberakan (fallow) terletak pada lereng
sepanjang 22 m, berlereng 9% dengan bentuk lereng seragam. Dari hasil percobaan
sistem petak kecil/standar tersebut, nilai erodibilitas tanah dapat dihitung
dengan persamaan :
K = A/R
Dimana: K = faktor erodibilitas tanah
A = erosi tanah (t
ha-1 tahun-1)
R = faktor erosifitas curah hujan
Tinggi
rendahnya tingkat erodibilitas tanah ( dapat disebut sebagai kelas erodibilitas
tanah), berdasarkan rekomendasi USDA-SCS (1973, dalam Danger dan
El-Swaify, 1976) dibagi kedalam enam kelas erodibilitas tanah sebagai berikut :
Tabel 8. Kelas erodibilitas tanah
menurut USDA-SCS (1973, dalam Danger dan El-Swaify, 1976)
Kelas USDA-SCS
|
Nilai K
|
Uraian kelas
|
1
|
0 -0,10
|
Sangat rendah
|
2
|
0,11 – 0,20
|
Rendah
|
3
|
0,21 – 0,32
|
Sedang
|
4
|
0,33 – 0,43
|
Agak tinggi
|
5
|
0,44 – 0,55
|
Tinggi
|
6
|
0,56 -0,64
|
Sangat tinggi
|
D. Prediksi Erodibilitas Tanah
Salah satu
persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk mempelajari erosi adalah yang
disebut persamaan Musgrave, yang selanjutnya berkembang menjadi persamaan
yang banyak dipakai sampai sekarang yaitu Universal Soil Loss Equation (USLE).
USLE memungkinkan memprediksi laju erosi rata-rata suatu lahan pada suatu
kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan
penerapan pengelolaan lahan. Persamaan tersebut dapat juga memprediksi erosi
pada lahan-lahan non pertanian, tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan
dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan
dasar sungai (Suripin, 2004).
Prediksi
tingkat erosi tanah dihitung dengan menggunakan persamaan seperti dikemukakan
oleh Wischmeir dan Smith (1978) dalam Asdak (2002), dan dikenal sebagai
persamaan USLE:
A = R.K.L.S.C.P
A= Besarnya
kehilangan tanah atau erosi (ton/ha/tahun).
R= Faktor
erosivitas (kJ/ha).
K= Faktor
erodibilitas tanah (ton/kJ).
L= Faktor
panjang dan kemiringan lereng.
C= Faktor
penutup tanah dan cara bercocok tanam.
P =
Faktor tindakan konservasi.
1.
Faktor
Erosivitas Hujan, R
Erosivitas merupakan kemampuan
hujan dalam mengerosi tanah. Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi
tanah adalah hujan, temperatur dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang
paling penting. Hujan menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu
pelepasan butiran tanah oleh pukulan air hujan pada permukaan tanah dan
kontribusi hujan terhadap aliran. Jumlah hujan yang yang besar tidak selalu
menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat
dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah
hujannya hanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka
erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi (Suripin, 2004).
Metode perhitungan erosivitas
curah hujan tergantung pada jenis data curah hujan yang tersedia. Menggunakan
rumus Bols jika diketahui jumlah curah hujan bulanan, jumlah hari hujan
bulanan, dan curah hujan harian rata-rata maksimal bulanan tertentu.
Rm =
6,119 x (Rain)m1,211 x (Days)m -0,474 x
(Max P)m 0,526
R =
Di mana :
R
= Erosivitas curah hujan tahunan
Rm =
indeks erosivitas curah hujan bulanan rata-rata
(Rain)m = jumlah curah hujan bulanan
rata-rata (cm)
(Days)m = jumlah hari hujan
bulanan pada bulan tertentu (hari)
(Max P)m= curah hujan harian maksimal pada bulan
tertentu (cm)
Erodibilitas tanah merupakan
faktor kepekaan tanah terhadap erosi. Nilai erodibilitas tanah yang tinggi pada
suatu lahan menyebabkan erosi yang terjadi menjadi lebih besar dan sebaliknya.
Faktor erodibilitas tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah dan juga
kandungan bahan organik tanah. Penentuan nilai erodibilitas tanah dikembangkan
oleh Wischmeier dan Smith (1978) dengan menggunakan nomograf pada Lampiran 6j
yang berdasarkan pada sifat-sifat tanah yang mempengaruhinya meliputi tekstur,
struktur, kadar bahan organik dan permeabilitas tanah (Suripin, 2004).
Tabel 9. Klasifikasi erodibilitas tanah
No
|
Kelas
|
Nilai K
|
Harkat
|
1
|
I
|
0.00-0.10
|
Sangat rendah
|
2
|
II
|
0.11-0.20
|
Rendah
|
3
|
III
|
0.21-0.32
|
Sedang
|
4
|
IV
|
0.33-0.40
|
Agak tinggi
|
5
|
V
|
0.41-0.55
|
Tinggi
|
6
|
VI
|
0.56-0.64
|
Sangat tinggi
|
Sumber
: RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.
3.
Faktor
Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Faktor panjang lereng merupakan
perbandingan tanah yang tererosi pada suatu panjang lereng terhadap tanah
tererosi pada panjang lereng 22,1 m, sedangkan faktor kemiringan lereng adalah
perbandingan tanah yang tererosi pada suatu kemiringan lahan terhadap tanah
yang tererosi pada kemiringan lahan 9% untuk kondisi permukaan lahan yang sama
(Suripin, 2004).
Aplikasi sistem informasi
geografis memerlukan data Digital Elevation Model(DEM) untuk
menghasilkan gambaran faktor LS yang lebih spesifik dalam setiap pixelnya.
Formula untuk menentukan nilai faktor LS berbasis DEM dalam SIG
mempertimbangkan heterogenitas lereng serta mengutamakan arah dan akumulasi
aliran dalam perhitungannya. Asumsi yang dipergunakan adalah nilai faktor LS
akan berbeda antara lereng bagian atas dan bagian bawah. Nilai LS akan lebih
besar ditempat terjadinya akumulasi aliran dari pada dilereng bagian atas
walaupun mempunyai panjang lereng dan kemiringan lereng yang sama (Anonim,
2011a).
Perhitungan nilai indeks faktor
kemiringan lereng (LS) menggunakan rumus sebagai berikut :
LS
= √ L (0,0138 + 0,00965.S + 0,00138.S2)
Keterangan :
S = kemiringan lereng (%)
L = panjang lereng (m)
Moore dan Burch telah
mengembangkan suatu persamaan untuk menghitung nilai LS dengan memanfaatkan
data DEM dalam sistem informasi geografis. Adapun persamaan yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Engel (2003) dengan rumus sebagai
berikut :
LS= (X ×
CZ/22.13)^0.4 × (sin S/0.0896)^1.3
LS = Faktor Lereng
X = Akumulasi Aliran
CZ = Ukuran pixel
S = Kemiringan lereng (%)
Semakin panjang lereng dan
kemiringan lereng maka kerusakan dan penghancuran atau berlangsungnya erosi
akan lebih besar. Dimana semakin panjang lereng pada tanah akan semakin besar
pula kecepatan aliran air di permukaannya sehingga pengikisan terhadap
bagian-bagian tanah akan semakin besar (Kartasapoetra, 1988).
Tabel 10. Klasifikasi Kemiringan Lereng
Kelas
|
Lereng (%)
|
Keterangan
|
I
|
0-8
|
Datar
|
II
|
9-15
|
Landai
|
III
|
16-25
|
Agak curam
|
IV
|
26-40
|
Curam
|
V
|
>40
|
Sangat curam
|
Sumber : RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.
4.
Faktor
Pengelolaan Tanaman (C)
Faktor C menunjukkan keseluruhan
pengaruh dari vegetasi, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap
besarnya tanah yang hilang (erosi). Faktor pengelolaan tanaman menggambarkan
nisbah antara besarnya erosi lahan yang ditanami dengan tanaman tertentu dengan
pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan
diolah bersih dalam keadaan identik (Suripin, 2004).
Pengaruh vegetasi terhadap aliran
permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi
kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3)
pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah,
dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan
pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah dan, (4) transpirasi
yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah (Arsyad, 2010).
Tabel 11. Nilai Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Penggunaan Lahan
|
Nilai C
|
Tanah terbuka, tanpa tanaman
|
1,0
|
Hutan
|
0,001
|
Sawah
|
0,01
|
Tanah kosong tak diolah
|
0,95
|
Tegalan
|
0,7
|
Ladang
|
0,4
|
Padang Rumput
|
0,3
|
Kebun Campuran, kerapatan tinggi
|
0,1
|
Kebun Campuran, kerapatan sedang
|
0,2
|
Kebun Campuran, kerapatan rendah
|
0,5
|
Semak Belukar
|
0,3
|
Padi gogo – kedelai
Sorgum
Tanah kosong tak diolah
|
0,55
0,95
0,45
|
Talas
Ubi kayu + kacang tanah
|
0,86
0,26
|
Ubi kayu + jagung – kacang tanah
|
0,45
|
Sorghum
|
0,242
|
Tambak
|
0.01
|
Sumber:
RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.
5.
Faktor Upaya
Pengelolaan Konservasi (P)
Nilai faktor tindakan konservasi
tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan
konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan
konservasi dalam keadaan identik. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah
adalah pengolahan tanah menurut kontur, guludan, dan teras. Di ladang
pertanian, besarnya faktor P menunjukkan jenis aktivitas pengolahan tanah
seperti pencangkulan dan persiapan tanah lainnya. (Suripin, 2004).
Tabel 12. Nilai Faktor Upaya Pengelolaan Konservasi (P)
Teknik Konservasi Tanah
|
Nilai P
|
Teras bangku, baik
|
0,04
|
Teras bangku, sedang
|
0,15
|
Teras bangku, kurang baik
|
0,35
|
Teras tradisional
|
0,40
|
Teras gulud
|
0,01
|
Kontur cropping kemiringan 0-8%
|
0,50
|
Kontur cropping kemiringan 9-20%
|
0,75
|
Kontur cropping kemiringan 20%
|
0,9
|
Alang-alang
|
0,021
|
Padang rumput bagus
|
0,04
|
Padang rumput jelek
|
0,40
|
Jagung-padi gogo+ubi kayu-kedelai/kacang tanah
|
0,421
|
Strip crotolaria
|
0,5
|
Mulsa jerami sebanyak 3 t/ha/th
|
0,25
|
Mulsa jerami sebanyak 1 t/ha/th
|
0,60
|
Mulsa kacang tanah
|
0,75
|
Teras bangku:kacang tanah
Tanpa tindakan konservasi
|
0,09
1,00
|
Sumber
: RTL-RLKT Departemen Kehutanan, 1995.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Erodibilitas
tanah adalah mudah tidaknya suatu tanah tererosi atau mudah tidaknya suatu
tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan, dan/atau oleh
kekuatan aliran permukaan.
Universal
Soil Loss Equation (USLE) memungkinkan memprediksi laju erosi rata-rata suatu
lahan pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis
tanah dan penerapan pengelolaan lahan dengan melihat beberapa faktor yaitu
erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng, panjang lereng,
penutup tanah, dan tindakan konservasi.
Dari metode USLE
ini terhadap Erodibilitas tanah, kita dapat melihat dan menunjukkan bahaya
erosi di suatu tempat pengamatan, tingkat bahaya erosi tertinggi, dan penurunan
laju erosi dapat diusahakan dengan melaksanakan arahan konservasi yang tepat
seperti penanaman enutup tanah rapat dan perbaikan konstruksi teras.
B.
Saran
Jangan berpatokan pada satu
metode saja, dalam pengamatan coba dengan metode lainnya dan bandingkan. Dengan
selesainya makalah ini, penulis memiliki harapan dan membutuhkan saran dan
kritik dari para pembaca dari makalah ini agar dapat mengambil manfaat dari isi
makalah ini. Semoga dapat bermanfaat dan membantu proses pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
201001jurnal-prediksi-erosi-sigberbasis-pixel.pdf. Tanggal
akses 2 Maret 2011.
Anonim. 2011b. Tata Cara Penyusunan Rencana
Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan
Tanggal akses 2 Maret 2011.
Arsyad, S., 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press,
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar