Minggu, 18 Mei 2014

Makalah Evaluasi Lahan

BAB I
PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu.
Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi lahan yang telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan, yaitu ada yang dengan sistem perkalian parameter, penjumlahan, dan sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land Qualities/Land Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan. Sistem evaluasi lahan yang pernah digunakan dan yang sedang dikembangkan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian Tanah Bogor diantaranya:
1.            Klasifikasi kemampuan wilayah (Soepraptohardjo, 1970)
2.          Sistem pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971)
3.          Sistem yang digunakan oleh Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi atau P3MT (Staf PPT, 1983)
4.          Sistem yang digunakan dalam Reconnaissance Land Resources Surveys 1:250.000 scale Atlas Format Procedures (CSR/FAO, 1983)
5.          Land Evaluation Computer System atau LECS (Wood, and Dent, 1983)
6.          Automated Land Evalution System atau ALES (Rossiter D.G., and A.R. Van Wambeke, 1997)
Adanya berbagai sistem atau metode yang digunakan dalam evaluasi lahan tanpa mempertimbangkan tingkat dan skala peta dalam hubungannya dengan ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam interpretasi dan evaluasi lahan. Sebagai contoh sistem Atlas Format (CSR/FAO, 1983) yang pada awalnya ditujukan untuk keperluan evaluasi lahan pada tingkat tinjau (reconnaissance) skala 1:250.000, sering juga digunakan untuk evaluasi lahan pada skala yang lebih besar (semi detil atau detil). Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang begitu lengkap dari hasil pemetaan semi detil dan detil, tidak nampak peranannya dalam hasil evaluasi lahan, sehingga hasil tersebut masih sulit digunakan untuk keperluan alih teknologi dalam perencanaan pembangunan pertanian khususnya untuk skala mikro. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat pemetaan dan skala peta, serta tujuan dari evaluasi lahan yang akan dilakukan dalam kaitannya dengan ketersediaan dan validitas data. Petunjuk teknis ini disusun mengacu kepada “Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian Versi 3.0” (Djaenudin et al., 2000), dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil (skala peta 1:50.000).
B.         Tujuan
Tujuan dari evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Usaha ini dapat dikatakan melakukan usaha klasifikasi teknis suatu daerah (Sinulingga, 2003).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.         Perkenalan
Lahan digunakan sebagai media untuk memulai perencanaan. Setiap lahan mempunyai kapasitas yang berbeda-beda. Ada lahan yang bisa ditanami tamanan yang dapat berproduksi dengan kualitas terbaik. Ada lahan yang difungsikan sebagai jalanan, permukiman, kebun dan ada juga lahan yang tidak bisa ditanami karena kandungan tanahnya. Maka setiap lahan mempunyai kemampuan untuk keberlanjutan kedepannya.
Kampuan suatu lahan dapat mempengaruhi harga, dan kedepannya akan terjadi persaingan harga lahan (ekonomi lahan). Dan perusahaan, individu atapun lembaga yang mempunyai kepentingan terhadap lahan akan membayar lebih untuk suatu tempat dari pada memilih tempat yang lain. Suatu tempat ataupun lahan mungkin sangat diinginkan karena sumber daya mineral, kualitas tanah, pasokan air, iklim, topografi, lingkungan menyenangkan, baik akses input ataupun output, penawaran tenaga kerja dan sebagainya. Namun penggunaan lahan diatur melalui sistem harga.

B.         Terminologi Evaluasi Lahan
Pada dasarnya definisinya : tanah dan lahan
1.           Definisi Tanah
a.      Menurut Ensiklopedi Indonesia, tanah adalah campuran bagian - bagian batuan dengan material serta bahan organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat erosi dan pelapukan karena proses waktu.
b.     Menurut Marbut (ahli tanah Amerika Serikat), tanah adalah bagian terluar dari kulit bumi yang biasanya dalam keadaan lepas - lepas, lapisannya bisa sangat tipis dan bisa sangat tebal, perbedaannya dengan lapisan di bawahnya adalah hal warna, struktur, sifat fisik, sifat biologis, komposisi kimia, proses kimia dan morfologinya.
2.         Definisi Lahan
Lahan yaitu lingkungan fisik yang tediri dari iklim, relief, air, vegetasi serta benda-benda yang diatasnya termasud didalamnya hasil kegitan manusia masa lalu dan masa sekarang.

3.         Definisi
Evaluasi lahan menurut FAO, 1976 yaitu proses penilaian penampilan lahan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survay serta studi betuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan.
Melakukan evaluasi dan monitoring terlahan penggunaan lahan sangat penting, apalagi ketika lahan itu sedang direncanakan dan sedang dalam proses pengerjaan. Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu; (1) secara langsung, dan (2) secara tidak langsung. Evaluasi lahan secara langsung dapat dilakukan melalui percobaan-percobaan dengan cara menanam tanaman, atau membangun jalan, untuk melihat apa perubahan yang terjadi. evaluasi lahan secara langsung bersifat sangat terbatas jika tidak disertai dengan pengumpulan data yang cukup. Oleh karena itu sebagian besar evaluasi lahan dilakukan secara tidak langsung. Melalui evaluasi lahan secara tidak langsung, diasumsikan bahwa tanah tertentu dengan sifat-sifat lain yang terdapat pada suatu lokasi akan mempengaruhi keberhasilan jenis penggunaan lahan tertentu. Keadaan ini dapat diprediksi, karena kualitas lahan dapat dideduksi dari hasil pengamatan ciri lahan tersebut.

4.         Klasifikasi kemampuan lahan
Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan adalah sistem USDA yang dikemukakan dalam Agricultural Handbook No. 210 (Klingebiel dan Montgomery, 1961). Sistem ini mengenal tiga kategori yaitu klas, subkelas, dan unit. Penggolongan ke dalam klas, subkelas dan unit berdasar atas kemam­puan lahan tersebut untuk produksi pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang.

5.         Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Klasifikasi kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976) dapat dipakai untuk klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif maupun kualitatif, tergantung dari data yang tersedia.
a.          Kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar atas penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kuantitatif (dengan angka-angka) dan biasanya dilakukan juga perhitungan-perhitungan ekonomi (biaya dan pendapatan). dengan memperhatikan aspek pengolahan dan produktivitas lahan.
b.          Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar atas penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kualitatif (tidak dengan angka-angka) dan tidak ada per hitungan-perhitungan ekonomi. Biasanya dilakukan dengan cara memadankan (membandingkan) kriteria masing-masing kelas kesesuaian lahan dengan karakteristik (kualitas) lahan yang dimilikinya. Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor fisik (karakteristik kualitas lahan) yang merupakan faktor penghambat terberat.

C.         Batasan dan Ruang Lingkup Evaluasi Lahan
Informasi tanah merupakan salah satu bagian sumberdaya alam yang mempunyai pengaruh langsung dan kelanjutan bagi pengguna pertanian. Informasi bentuk lahan, topografi dan formasi geologi secara tidak langsung mempengaruhi bentuk penggunaan lahan dan jenis tanah tanaman yang diusahakan (Sitorus, 1995), factor-faktor topografi (ketinggian, panjang dan derajat lereng, posisi pada bentang lahan) dapat berpengaruh tidak langsung pada penggunaan lahan bagi usaha pertanian.
Evaluasi lahan mempertimbangkan kemugkinan penggunaan dan faktor pembatasan tersebut dan berusaha menerjemahakan informasi-informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut kedalam bntuk-bentuk yang dapat di gunakan para praktisi seperti petani, para ilmuwan yang mempertanyakan kemungkinan untuk menanam jenis tanaman tertentu, atau pertanyaan yang berhubungan dengan pekerjaan keteknisan (Worosuprojdo.S. 1989).
Kemampuan lahan yang tinggi diharapkan berpotensi besar dalam berbagai penggunaan, yang memungkinkan penggunan ynag intensif yang berbagai macam kegiatan. Sistem tersebut mengelompokkan lahan kedalam sejumlah kecil kategori yang diurutkan menurut faktor penghambat dan sejumlah cirri-ciri tanah serta lingkungan lainnya.
Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976) kelas kesesuian lahan suatu arela dapat saja berbeda tergantung pada tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan. Evaluasi kesesuaian lahan pada dasarnya berhubungan dengan evaluasi untuk suatu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, palawija, jagung dan sebagainya, sedangkan evaluasi kemampuan lahan umumnya ditujukan untuk penggunaan yang lebih umum seperti penggunaan untuk pertanian, pemungkinan, industri, perkotaan, jasa, peruntukan dan sebagainya.
USDA mengelompkkan system kalsifikasi lahan melalui interpretasi yang dibuat terutama untuk pertanian. Pengelompokan lahan yang dapat digarap menurut potensi dan penghambatnya untuk dapat berproduksi secara lestari, yang mendasarkan pada faktor-faktor penghambat dan potensi bahaya lainang masih dapat di terima dalam klasifikasi lahan (Bibby dan Mackney dalam Sitorus, 1995).


BAB III
PEMBAHASAN
A.         Pengertian Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah suatu pendekatan untuk menilai potensi sumberdaya lahan. Evaluasi lahan adalah tahap lebih lanjut dari kegiatan survey dan pemetaan sumberdaya lahan masih sulit untuk dipakai untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu.
Dasar interpretasi dalam evaluasi lahan, bahwa areal dengan keseragaman sifat-sifat tanah, vegetasi, geologi, dan lereng merupakan kesatuan habitat yang dianggap memberikan kesempatan pemakaian yang seragam pula. Keadaan lahan disuatu daerah pada umumnya memilki kondisi yang bervariasi karena adanya perbedaan fisik (lereng, drainase,pH, toksisitas, suhu dan sebagainya) kondisi yang beragam ini berakibat pada perbedaan kualitas lahan yang menyebabkan kesesuaian usaha tanaman pertanian berbeda. Di dalam memanfaatkan kondisi lahan yang bervariasi ini apabila tidak sesuai dengan peruntukkannya, maka harapan produksi tidak akan terpenuhi.
Perencanaan penggunaan lahan untuk jenis tanaman tertentu, khususnya pada upaya peningkatan produksi pertanian harus didasarkan dengan perencanaan yang baik. Untuk penyusun perencanaan tersebut dibutuhkan informasi dasar sumberdaya lahan yang meliputi tentang masalah kemampuan lahan dan kesesuaian lahan, karena kemampuan lahan merupakan sifat dakhil lahan yang menyatakan daya dukungnya untuk memberikan hasil pertanian pada tingkat tertentu.
Evaluasi kesesuaian lahan berupaya mengestimasi daya dukung lahan untuk penggunaan tertentu.sedangkan kesesuaian lahan menitikberatkan pada tingkat kecocokan sebidang lahan untuk satu penggunaan tertentu klasifikasi kesesuaian lahan merupakan suatu proses penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relative lahan atau kesesuaian absulut lahan bagi suatu penggunaan tertentu.

B.         Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Klasifikasi lahan dapat didefinisikan sebagai pengaturan satuan-satuan lahan ke dalam berbagai  kategori berdasarkan sifat-sifat lahan atau kesesuainnya untuk berbagai penggunaan (Soil Conservation Society Of Amerika, 1982).
Klasifikasi lahan merupakan pengembangan sistem logika untuk pengaturan dari berbagai macam lahan ke dalam kategori-kategori yang ditentukan menurut sifat lahan itu sendiri, sifat ini meliputi sifat yang dapat diamati secara langsung ( Kemiringan lereng sifat-sifat yang hanya ditetapkan dengan penyidikan kesuburan tanah ). Sistem klasifikasi lahan sering dirancang untuk keperlua yang sangat terbatas dan mungkin hanya menekankan pada sifat lahan.
Prosedur klasifikasi lahan variasi dari satu sistem ke sistem lainnya karena adanya perbedaan dalam prinsif-prinsif, asumsi-asumsi dan kepentingannya, selain itu untuk mencapai keperluan yang sama, sifat lahan yang sama dapat diintegrasikan secara berbeda dengan memberikan bobot yang berbeda di dalam kombinasi-kombinasi yang tidak serupa (kellogg, 1951).
Sebagian besar dari sistem menyelesaikan klasifikasi lahan dengan jalan membagi lahan ke dalambagian-bagian yang lebih kecil yang merupaka satu-satuan lahan yang lebih seragam untuk memperoleh deskripsi yang lebih sederhana dan lebih tepat )Beckett dan Webster, 1965).

C.         Tahapan Evaluasi Lahan
1.           Pendekatan
Dalam evaluasi lahan ada 2 macam pendekatan yang dapat ditempuh mulai dari tahap konsultasi awal (initial consultation) sampai kepada klasifikasi kesesuaian lahan (FAO, 1976). Kedua pendekatan itu adalah: 1) pendekatan dua tahapan (two stage approach); dan 2) pendekatan paralel (parallel approach).
a.          Pendekatan dua tahapan
Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan secara fisik, dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan dalam inventarisasi sumber daya lahan baik untuk tujuan perencanaan makro, maupun untuk studi pengujian potensi produksi (FAO, 1976).
Klasifikasi kesesuaian tahap pertama didasarkan pada kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan yang telah diseleksi sejak awal kegiatan survei, seperti untuk tegalan (arable land) atau sawah dan perkebunan.Konstribusi dari analisis sosial ekonomi terhadap tahap pertama terbatas hanya untuk mencek jenis penggunaan lahan yang relevan. Hasil dari kegiatan tahap pertama ini disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang kemudian dijadikan subjek pada tahap kedua untuk segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek ekonomi dan sosialnya.

b.          Pendekatan parallel
Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel), atau dengan kata lain analisis ekonomi dan sosial dari jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Cara seperti ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil. Melalui pendekatan paralel ini diharapkan dapat memberi hasil yang lebih pasti dalam waktu yang singkat.

2.         Penyiapan Data
Untuk melakukan evaluasi lahan baik dengan menggunakan pendekatan dua tahapan maupun pendekatan paralel perlu didahului dengan konsultasi awal. Konsultasi awal ini untuk menentukan tujuan dari evaluasi yang akan dilakukan, data apa yang diperlukan dan asumsi-asumsinya yang akan dipergunakan sebagai dasar dalam penilaian. Evaluasi lahan yang akan dilakukan tergantung dari tujuannya yang harus didukung oleh ketersediaan data dan informasi sumber daya lahan.
Pelaksanaan Evaluasi lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: tingkat tinjau skala 1:250.000 atau lebih kecil; semi detil skala 1:25.000 sampai 50.000; dan detil skala 10.000 sampai 25.000 atau lebih besar. Jenis, jumlah, dan kualitas data yang dihasilkan dari ketiga tingkat pemetaan tersebut bervariasi, sehingga penyajian hasil evaluasi lahan ditetapkan sebagai berikut: pada tingkat tinjau dinyatakan dalam ordo, tingkat semi detil dalam kelas/subkelas, dan pada tingkat detil dinyatakan dalam subkelas/subunit. Petunjuk Teknis ini disarankan dipakai terutama untuk tingkat pemetaan semi detil.
Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Kriteria kelas kesuaian lahan untuk 112 jenis komoditas pertanian yang berbasis lahan disajikan pada Lampiran 1–6. Pada proses matching hukum minimum dipakai untuk menentukan faktor pembatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu ditetapkan dalam keadaan aktual (kesesuaian lahan aktual) atau keadaan potensial (kesesuaian lahan potensial). Keadaan potensial dicapai setelah dilaksanakan usaha-usaha perbaikan (Improvement = I) terhadap masing-masing faktor pembatas untuk mencapai keadaan potensial.

3.         Asumsi-Asumsi Dalam Evaluasi Lahan
Sebelum melaksanakan evaluasi lahan, terlebih dahulu harus ditetapkan asumsi-asumsi yang akan diterapkan. Dalam hal ini apakah evaluasi lahan akan dilakukan dengan asumsi pada kondisi tingkat manajemen rendah (sederhana), sedang, atau tinggi.
Evaluasi lahan untuk tujuan perencanaan pembangunan pertanian perkebunan besar dengan masukan teknologi tinggi, tentu berbeda asumsinya jika tujuan evaluasi lahan hanya untuk perkebunan rakyat yang cukup dengan masukan teknologi menengah.Demikian pula dalam hal penggunaan alat-alat pengolahan tanah dalam pembukaan lahan pertanian. Jika lahan akan diolah secara manual (cangkul atau bajak) maka asumsi yang dapat digunakan dalam menilai kualitas dan karakteristik lahan berbeda dengan penggunaan alat-alat berat (mekanik). Sebagai contoh penilaian terhadap tekstur tanah yang liat dan/atau berkerikil untuk pengolahan tanah secara manual tidak terlalu bermasalah dibandingkan jika menggunakan alat mekanik.Kasus serupa dalam menghadapi kualitas lahan terrain dalam hal ini lereng.
Pada lereng lebih besar dari 8% jika tanah diolah dengan menggunakan traktor merupakan masalah, tetapi tidak demikian kalau diteras dengan menggunakan alat pengolah tanah yang sederhana.
Asumsi dapat dibedakan terutama atas dua hal: (1) yang menyangkut areal proyek; dan (2) yang menyangkut pelaksanaan evaluasi/interpretasi serta waktu berlakunya dari hasil evaluasi lahan.
Beberapa contoh asumsi yang ditetapkan untuk evaluasi lahan secara kuantitatif fisik adalah sebagai berikut:
a.          Data tanah yang digunakan hanya terbatas pada informasi atau data dari satuan lahan atau satuan peta tanah.
b.          Reliabilitas data yang tersedia: rendah, sedang, tingg.
c.          Lokasi penelitian atau daerah survei
d.          Kependudukan tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
e.          Infrastruktur dan aksesibilitas serta fasilitas pemerintah tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
f.           Tingkat pengelolaan atau manajemen dibedakan atas 3 tingkatan yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
g.          Pemilikan tanah tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
h.          Pemasaran hasil produksi serta harga jual tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
i.            Evaluasi lahan dilaksanakan secara kualitatif, kuantitatif fisik atau kuantitatif ekonomi.
j.            Usaha perbaikan lahan untuk mendapatkan kondisi potensial dipertimbangkan dan disesuaikan dengan tingkat pengelolaannya.
k.           Aspek ekonomi hanya dipertimbangkan secara garis besar.

4.         Tata Cara dan Pengembangan Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu; (1) secara langsung, dan (2) secara tidak langsung. Evaluasi lahan secara langsung dapat dilakukan melalui percobaan-percobaan dengan cara menanam tanaman, atau membangun jalan, untuk melihat apa perubahan yang terjadi. evaluasi lahan secara langsung bersifat sangat terbatas jika tidak disertai dengan pengumpulan data yang cukup. Oleh karena itu sebagian besar evaluasi lahan dilakukan secara tidak langsung.Melalui evaluasi lahan secara tidak langsung, diasumsikan bahwa tanah tertentu dengan sifat-sifat lain yang terdapat pada suatu lokasi akan mempengaruhi keberhasilan jenis penggunaan lahan tertentu. Keadaan ini dapat diprediksi, karena kualitas lahan dapat dideduksi dari hasil pengamatan ciri lahan tersebut. Untuk lebih jelasnya tahapan evaluasi lahan secara tidak langsung dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Pada tahapan tersebut dilakukan penentuan ciri lahan atau karakteristik lahan (land characteristics) yang meliputi pengumpulan data mengenai keadaan tanah, topografi, iklim dan sifat-sifat lain yang berhubungan dengan ekologi.Pengaruh karakteristik lahan pada sistem penggunaan lahan jarang yang bersifat langsung (contoh, pertumbuhan tanaman tidak secara langsung dipengaruhi oleh curah hujan atau tekstur tanah, tetapi dipengaruhi oleh ketersediaan air, unsur hara serta serasi tanah).Kualitas lahan merupakan sifat kompleks atau sifat komposit yang sesuai untuk suatu penggunaan, yang ditentukan oleh seperangkat karakteristik lahan yang berinteraksi.
Penggunaan lahan berdasarkan FAO (1976) dapat dianalisis melalui tiga aspek, sebagai berikut.
a.          Kesesuaian lahan, berhubungan dengan satu penggunaan lahan tertentu (contoh, kesesuaian lahan untuk perkebunan tebu, padi, sagu, dan lain sebagainya);
b.          Kemampuan lahan, berhubungan dengan serangkaian atau sejumlah penggunaan, dimana ruang lingkupnya lebih luas (contoh, untuk pertanian, kehutanan, perkebunan);
c.          Nilai lahan, merupakan konsep nilai yang didasarkan pada pertimbangan ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk biaya per tahun (contoh, sewa).
d.          Pengembangan sistem evaluasi lahan secara tidak langsung pada dasarnya meliputi identifikasi ciri serta sifat lokasi yang mempengaruhi keberhasilan penggunaan lahan tersebut.Sistem kemudian dibangun dengan menggunakan nilai-nilai dari sifat-sifat tersebut, baik sebagai kategori-kategori yang ditentukan atau sistem kategori ataupun sebagai kombinasi matematik. Hasil kombinasi tersebut kemudian akan menghasilkan indeks yang dapat ditempatkan pada suatu alat berupa skala yang dapat digeser-geser.

5.         Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi kesesuian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu (Sitorus, 1998).  Menurut Husein (1981), evaluasi lahan adalah usaha untuk mengelompokkan tanah-tanah tertentu sesuai dengan kebutuhan tanaman.  Kelas kesesuian lahan untuk suatu areal dapat berbeda tergantung dari penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan.
Selanjutnya Sitorus (1998) menyatakan bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya merupakan proses pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai kegunaan dengan cara membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut.  Fungsi kegiatan evaluasi lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dengan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.
FAO (1976) dalam Djaenuddin dkk (1994) menyatakan bahwa evaluasi lahan dapat dibedakan atas a) pendekatan dua tahap yaitu tahapan pertama berdasarkan evaluasi lahan secara fisik atau bersifat kualitatif kemudian diikuti dengan tahapan kedua berdasarkan analisis ekonomi dan sosial, b) pendekatan paralel dimana evaluasi lahan baik secara fisik maupun ekonomi dilaksanakan secara bersamaan.
a.          Tanah 
Menurut Arsyad (1985), tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu (1) sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan (2) sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar, air tanah tersimpan dan tempat unsur-unsur hara dan air ditambahkan.  Kedua fungsi tersebut akan habis atau hilang disebabkan kerusakan tanah.  Hilangnya fungsi pertama dapat diperbaharui dengan mengadakan pemupukan, tetapi hilangnya fungsi kedua tidak mudah diperbaharui.
b.          Iklim
Iklim sangat berpengaruh terhadap usaha pertanian dan kadang-kadang merupakan faktor penghambat utama disamping faktor-faktor lainnya.  Iklim dapat berpengaruh terhadap tanah, tanaman dan terhadap hama dan penyakit tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
Sandy (1977) menyatakan bahwa unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap penggunaan tanah adalah suhu dan curah hujan.  Suhu (tenperatur) sangat ditentukan oleh perbedaan tinggi tempat, sedangkan curah hujan sangat ditentukan oleh intensitas dan distribusinya.
c.           Topografi
Ketinggian di atas permukaan laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi bentang lahan mudah diukur dan dinilai sangat penting dalam evaluasi lahan.  Faktor-faktor topografi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kualitas tanah.  Faktor ini berpengaruh berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya diusahakan demikian pula didalam program mekanisme pertanian (Sitorus, 1989).
d.          Vegetasi
Salah satu unsur lahan yang dapat berkembang secara alami atau sebagai hasil dari aktifitas manusia adalah vegetasi baik pada masa lalu atau masa kini.  Vegetasi dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu melalui adanya tanaman-tanaman sebagai indikator (Sitorus, 1989).
e.          Sosial Ekonomi
Menurut Sitorus (1989), ada 3 masalah utama dalam menggunakan data sosial ekonomi utnuk evaluasi lahan yaitu : (1) pengevaluasian mungkin tidak mengetahui secara tepat nomenklatur dan konsep ekonomi, (2) data ekonomi yang tersedia pada umumnya didasarkan atas kerangka yang berbeda dari informasi-informasi lainnya, (3) faktor-faktor ekonomi yang selalu berubah-ubah.  Dengan alasan-alasan di atas sebagian besar sistem evaluasi lahan mencoba menghindari pertimbangan faktor sosial dalam pengevaluasian lahan.

6.         Metode Pendekatan Dalam Evaluasi Lahan
Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan yaitu dengan pendekatan pembatas, parametrik dan kombinasi pendekatan pembatas dan parametrik.
a.          Pendekatan Pembatas
Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan atau karakteristik lahan pada tingkat kelas, dimana metode inimembagi lahan berdasarkan jumlah dan intensitas pembatas lahan.  Pembatas lahan adalah penyimpangan dari kondisi optimal karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk untuk berbagai penggunaan lahan (Sys et al., 1991).
Metode ini membagi tingkat pembatas suatu lahan ke dalam empat tingkatan, sebagai berikut :
1)           0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1
2)         1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S1
3)         2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S2
4)         3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam S3
5)         4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2

b.          Pendekatan Parametrik
Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian nilai pada tingkat pembatas yang berbeda pada sifat lahan, dalam skala normal diberi nilai maksimum 100 hingga nilai minimum 0.  Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal untuk tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1991).
Pendekatan parametrik mempunyai berbagai keuntungan yaitu kriteria yang dapat dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang obyektif; keandalan, kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya tinggi.  Masalah yang mungkin timbul dalam pendekatan parametrik ialah dalam hal pemilihan sifat, penarikan batas-batas kelas, waktu yang diperlukan untuk mengkuantifikasikan sifat serta kenyataan bahwa masing-masing klasifikasi hanya diperuntukkan bagi penggunaan lahan tertentu (Sitorus, 1998).
Sistem klasifikasi lahan dengan pendekatan parametric di dalam menyusun system-sisstem klasifikasi kemampuannya biasanya berbeda beda dalam memilih dan menggunakan factor-faktor yang diikutsertakan dalam pertimbangan serta manipulasi matematik yang digunakan. Paling tidak, ada tiga jenis manipulasi matematik yang sering digunakan dalam mengkombinasi factor-faktor tersebut (FAO, 1974)  yaitu :
1)           Penjumlahan (additive) dan atau pengurangan (subtractive) ; misalnya : P = A+B-C
2)         Perkalian (multyiplicative) ; misalnya : P = A *  B * C
3)         Persamaan parametric kompleks, misalnya : P = A  (B* C * D)
P adalah indeks atau nilai parametric yang berhubungan dengan produksi (kg/h,dan A,B,C dan D adalh ciri tanah dan lokasi seperti kedalaman tanah,tekstur dan sebagainya).
1)           Menentukan kelas lahan daerah Batu Tumpang berdasarkan Srorie Index Rating (SIR)
a)         Faktor A : Nilai pada karakter fisik Profil 40 – 80 % = ∑ 60%
b)         Faktor B : Nilai atas dasar tekstur lapisan atas yaitu liat berdebu 60 – 70 % = ∑ 65%
c)         Faktor C : Nilai Atas dasar Lereng yaitu 33% berada dikisaran 30 – 50 % = ∑ 40%
d)         Faktor X : Nilai Atas dasar Kondisi –Kondisi selain dari Faktor A,B dan C
Drainase : 100% , Kesuburan : 80% (sedang), Erosi :  45% (Erosi Parit), pH = ∑6,8 (86,8%), Relief : bukit kecil (80%).∑X = 78,36%
SIR = A * B * C * X = 0,6 * 0,65 * 0,4 * 0,78 = 0,122 ( 12,22% )

2)         Menentukan kelas lahan daerah Badega berdasarkan Srorie Index Rating (SIR)
a)         Faktor A : Nilai pada karakter fisik Profil 40 – 80 % = ∑ 60%
b)         Faktor B : Nilai atas dasar tekstur lapisan atas yaitu liat berdebu 60 – 70 % = ∑ 65%
c)         Faktor C :Nilai Atas dasar Lereng yaitu 55% berada dikisaran 5 – 30 % = ∑ 17,5%
d)         Faktor X : Nilai Atas dasar Kondisi –Kondisi selain dari Faktor A,B dan C
Drainase : 100% , Kesuburan : 80% (sedang), Erosi :  45% (Erosi Parit), pH = ∑ 6,8 (86,8%), Relief : bukit kecil (80%). ∑X = 78,36%
SIR = 0,6 * 0,65 * 0,175 * 0,783 = 0,053 (5,34%)

3)         Menentukan kelas lahan daerah Gunung Gelap berdasarkan Srorie Index Rating (SIR)
a)         Faktor A : Nilai pada karakter fisik Profil 40 – 80 % = ∑ 60%
b)         Faktor B : Nilai atas dasar tekstur lapisan atas yaitu Lempung berliat = 85%
c)         Faktor C :Nilai Atas dasar Lereng yaitu 25,5% berada dikisaran 70 – 80 % = ∑ 75%
d)         Faktor X : Nilai Atas dasar Kondisi –Kondisi selain dari Faktor A,B dan C
Drainase :kurang baik 40-80% = ∑60% , Kesuburan : 80% (sedang), Erosi :  10 - 40% = ∑ 25% (Sangat Hebat), pH = ∑ 6,2 (86,2%), Relief : Gunung 20 – 60 % = ∑40%. ∑X = 58,24%
SIR = 0,6 * 0,85 * 0,75 * 0,582 = 0,22 ( 22,26%)

c.          Kombinasi Pendekatan Pembatas dan Parametrik
Kombinasi pendekatan parametrik dan pendekatan pembatas sering digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu.  Penentuan kelas kesesuaiannya dilakukan dengan cara memberi bobot atau harkat berdasarkan nilai kesetaraan tertentu dan menentukan tingkat pembatas lahan yang dicirikan oleh bobot terkecil (Sys et al., 1991).
Tabel 1. Kriteria Penilaian Kelas Kesesuain Lahan
Indeks Lahan
atau Iklim
Nilai
Ekivalensi
Tingkat
Pembatas
Kelas Kesesuaian
Lahan
> 75
50 – 75
25 – 50
12 – 25
< 12
100 – 85
85 – 60
60 – 40
40 – 25
< 25
Tidak ada
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat
S1
S2
S3
N1
N2
Sumber : Sys et al. (1991)

7.         Persyaratan Penggunaan Lahan
Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan yang telah dibahas. Persyaratan karakteristik lahan untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut.
Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan lain berupa media perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif (tempat perakaran berkembang). Ada tanaman yang memerlukan drainase terhambat seperti padi sawah. Tetapi pada umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik, dimana pada kondisi demikian aerasi tanah cukup baik, sehingga di dalam tanah cukup tersedia oksigen, dengan demikian akar tanaman dapat berkembang dengan baik, dan mampu menyerap unsur hara secara optimal.
Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum untuk masing-masing karakteristik lahan. Kisaran tersebut untuk masing-masing komoditas pertanian dapat dilihat pada Lampiran 1 - 6.
Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling sesuai (S1). Sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan/atau sesuai marginal (S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (N).

8.         Kualitas Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993) (lihat Tabel2).
Tabel 2. Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993).
CSR/FAO, 1983
FAO, 1983
Sys et.al., 1993
Temperatur
Kelembaban
Sifat iklim
Ketersediaan air
Ketersediaan hara
Topografi
Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen
Kelembaban
Media perakaran
Media untuk perkembangan akar
Sifat fisik tanah
Retensi hara
Kondisi untuk pertumbuhan
Sifat kesuburan tanah
Toksisitas
Kemudahan diolah
Salinitas/alkalinitas
Sodisitas
Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas
Bahaya sulfidik
Retensi terhadap erosi
Bahaya erosi
Bahaya banjir
Penyiapan lahan
Temperatur
Energi radiasi dan fotoperiode
Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan)
Kelembaban udara Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman

Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan.Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah.Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah:
a.          Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara praktis (teras, tanaman sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan pemeliharaan jalan penghubung.
b.          Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/lahan pertanian.
c.          Dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi (input), dan pemasaran hasil (aspek ekonomi).
Dalam Juknis ini kualitas lahan yang dipilih sebagai berikut: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, bahan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya banjir, dan penyiapan lahan.
Temperatur:
ditentukan oleh keadaan temperatur rerata
Ketersediaan air :
ditentukan oleh keadaan curah hujan, kelembaban, lama masa kering, sumber air tawar, atau amplitudo pasangsurut, tergantung jenis komoditasnya
Ketersediaan oksigen :
ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen tergantung jenis komoditasnya
Media perakaran :
ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar dan kedalaman tanah
Gambut:
ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut
Retensi hara :
ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20, dan C-organik
Bahaya keracunan :
ditentukan oleh salinitas, alkalinitas, dan kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2)
Bahaya erosi :
ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi
Bahaya banjir :
ditentukan oleh genangan
Penyiapan lahan :
ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan

Fasilitas yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian lahan secara ekonomi atau economy land suitability class (Rossiter, 1995). Hal ini dengan pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara fisik suatu wilayah, tanpa ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah tersebut. Evaluasi Lahan dari aspek ekonomi tidak dibahas dalam Juknis ini.
BAB IV
PENUTUP

A.         KESIMPULAN
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi lahan untuk bermacam-macam alternatif penggunaan. Evaluasi kesesuaian lahan sangat fleksibel, tergantung pada keperluan kondisi wilayah yang hendak dievaluasi. Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan terhadap lahan akan memberikan gambaran tentang penggunaan lahan secara optimal guna meningkatkan produktivitas lahan khususnya evaluasi lahan terhadap pembudidayaan tanaman duku (Abdullah, 1993).
Tujuan dari evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu.Usaha ini dapat dikatakan melakukan usaha klasifikasi teknis suatu daerah (Sinulingga, 2003).
Fungsi evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.
Manfaat dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Hal ini penting terutama apabila perubahan penggunaan lahan tersebut diharapkan akan menyebabkan perubahan-perubahan besar terhadap keadaan lingkungannya.
Evaluasi kesesuian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu (Sitorus, 1998).  Menurut Husein (1981), evaluasi lahan adalah usaha untuk mengelompokkan tanah-tanah tertentu sesuai dengan kebutuhan tanaman.  Kelas kesesuian lahan untuk suatu areal dapat berbeda tergantung dari penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan.
Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan yaitu dengan pendekatan pembatas, parametrik dan kombinasi pendekatan pembatas dan parametrik.

B.         Saran
Untuk dapat menggambarkan tingkat kesesuaian lahan dalam penggunaannya dan untuk mengelompokan tanah-tanah tersebut perlu melakukan evaluasi lahan, agar dalam pengolahan tidak mengalami banyak hamabatan. Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, karena kurangnya ilmu pengetahuan yang penulis miliki, untuk itu demi kesempurnaan makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran agar pembuatan makalah kedepan bisa lebih baik. Dan semoga makalah ini bisa membantu para pengunjung yang akan membuat laporan tentang evaluasi lahan. Atas partisipasinya penulis mengucapkan terimah kasih.

DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar