BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Erosi adalah
peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu
tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah
atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian
diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut
terjadi oleh media alami yaitu antara lain air atau angin. Erosi oleh angin
disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh air ditimbulkan oleh
kekuatan air.
Kekuatan
perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin besar
dengan semakin panjangnya lereng permukaan tanah. Tumbuhan-tumbuhan yang hidup
di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air
dan memperkecil kekuatan butir-butir perusak hujan yang jatuh, serta daya
dispersi dan angkutan aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau
tindakan-tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di
atasnya akan menentukan kualitas lahan tersebut.
Berbagai
langkah konservasi lahan kritis telah dilakukan pemerintah antara lain
dengan reboisasi dan penghijauan. Tetapi keberhasilan program reboisasi baru
sekitar 68% sedangkan penghijauan hanya 21%. Hal ini terjadi karena tiga
kemungkinan yaitu kurang tepatnya teknologi yang diterapkan, kondisi lahan
kurang dipelajari secara cermat dan tidak diterapkannya teknologi secara
sepenuhnya.
Paradigma pembangunan
yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi telah memacu pemanfaatan sumberdaya alam
secara berlebihan sehingga eksploitasi sumberdaya alam semakin meningkat
sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan manusia. Akibatnya
sumberdaya alam semakin langka dan menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Pemanfaatan sumberdaya secara berlebihan telah menyebabkan kondisi tanah
menjadi kritis (rusak).
Data pusat
penelitian tanah dan agroklimat menyebutkan pada tahun 2005 terdapat lahan
kritis yang mencapai luasan 52,5 hektar. Lahan kritis sebagian besar terdapat
di hulu DAS yang bentuk wilayahnya berbukit dengan curah hujan sangat tinggi
sehingga dalam pemanfaatannya harus berhati-hati karena dengan kondisi seperti
itu dapat memicu erosi yang berakibat pada degradasi lahan. Lahan kering
umumnya menjadikan air sebagai faktor pembatas yang utama dalam pengelolaannya,
oleh karena itu ketersediaan air menjadi sesuatu yang sangat penting dalam
pengelolaaan lahan kritis.
Untuk dapat
menjamin adanya ketersediaan air baik dimusim penghujan dan musim kemarau
diperlukan teknologi yang applicable dan hemat biaya karena pada
umumnya petani lahan kering hidup dalam garis kemiskinan. Beberapa penelitian
konservasi air dan lahan kritis telah dilakukan dan diujicoba untuk dapat
memaksimalkan simpanan air hujan dan mengoptimalkan manfaat sumberdaya air
terutama pada musim kemarau.
Dari tulisan
ini, maka akan diuraikan tentang tanaman atau sisa tanaman yang baik dalam
mengendalikan erosi secara vegetative.
B. Tujuan
Tujuan
dalam pembuatan makalah ini adalah :
1.
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Konservasi
Tanah Dan Air serta untuk menambah nilai.
2.
Untuk mengetahui bagaimana erosi itu bisa
terjadi, apa penyebabnya, bagaimana cara menanggulanginya dan dampak-dampak apa
saja yang dapat diakibatkan karena adanya erosi tersebut.
3.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
berbagai macam bencana alam yang belakangan ini sering terjadi di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengaruh
Erosi terhadap Kesuburan Kimia dan Fisika Tanah
Erosi adalah
hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat
yang diangkut oleh media alami ketempat lain. Erosi menyebabkan hilangnya
lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta
berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang
terangkut tersebut akan diendapkan ditempat lain: didalam sungai, waduk, danau,
saluran irigasi dan sebagainya. Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang
mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh
aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulanhutan, kegiatan
pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan
yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan
untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh
lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi
ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang
kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang
lebih lemah (Samrumi, 2009).
Tanah-tanah
di Indonesia tergolong peka terhadap erosi, karena terbentuk dari bahan-bahan
yang relatif mudah lapuk. Erosi yang terjadi akan memperburuk kondisi tanah
tersebut, dan menurunkan produktivitasnya. Tanah akan semakin peka terhadap
erosi, karena curah hujan di Indonesia umumnya tinggi, berkisar dari
1.500-3.000 mm atau lebih setiap tahunnya, dengan intensitas hujannya yang juga
tinggi. Di beberapa daerah Indonesia bagian Timur, hujan terjadi dalam periode
pendek dengan jumlah relatif kecil, namun intensitasnya tinggi, maka bahaya
erosi pada agroekosistem lahan kering besar dan tidak bisa diabaikan.
Sehubungan dengan tingginya jumlah dan intensitas curah hujan, terutama di
Indonesia Bagian Barat. Bahkan di Indonesia Bagian Timur pun yang tergolong daerah
beriklim kering,masih banyak terjadi proses erosi yang cukup tinggi, yaitu di
daerah-daerah yang memiliki hujan dengan intensitas tinggi, walaupun jumlah
hujan tahunan relatif rendah (Samrumi, 2009).
B. Klasifikasi
Erosi Tanah
Atas dasar
intensitas campur tangan manusia, erosi dibedakan antara erosi alami atau erosi
geologi (geological erosion) dan erosi dipercepat (accelarated
erosion) (Arsyad S., 1989, halaman 30). Erosi geologi terjadi secara alami
pada tanah yang masih tertutup vegetasi secara alami, dan biasanya berjalan
sangat lambat. Dalam kondisi seperti ini, jumlah tanah terangkut sangat
sedikit, dan baru akan meningkat jika terjadi bencana alam yang berakibat tanah
jadi terbuka. Erosi dipercepat terjadi karena manusia membuka tanah dengan membuang
vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya, yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (tempat tinggal, industri, usaha tani, dan lain-lain).
Proses erosi ini akan berjalan dengan cepat, terlebih di daerah yang mempunyai
potensi erosi dan tanpa usaha pengendalian.
Erosi yang
terjadi dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang dihasilkan proses itu
sendiri. Erosi juga dapat dibedakan karena kenampakan lahan akibat erosi itu
sendiri. Atas dasar itu erosi dibedakan yaitu : 1) erosi percikan (splash erosion),
2) erosi lembar (sheet erosion), 3) erosi alur (rill erosion), 4)
erosi parit (gully erosion), 5) erosi tanah longsor (land slide),
6) erosi pinggir sungai (stream bank erosion) (Rahim S.E.,
1995, halaman 33 - 34).
Erosi
percikan terjadi pada awal hujan. Intensitas erosi percikan meningkat dengan
adanya air genangan tetapi setelah terjadi genangandengan kedalaman tiga kali
ukuran butir hujan, erosi percikan minimum. Pada saat inilah proses erosi
lembaran dimulai. Erosi lembar akan dapat ditemukan secara jelas di daerah yang
relatif seragam permukaannya.
Erosi alur
dimulai dengan adanya konsentrasi limpasan permukaan. Konsentrasi yang besar
akan mempunyai daya rusak yang besar. Bila ukuran alur sudah sangat besar,
tidak dapat dihilangkan hanya dengan melakukan pembajakan biasa, atau alur
tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama, maka erosi yang
terjadi telah memenuhi kategori erosi parit. Sedangkan erosi tanah longsor
ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama. Hal ini
disebabkan karena kekuatan geser tanah sudah tidak mampu untuk menahan beban
massa tanah jenuh air di atasnya. Kejadian ini terutama terjadi pada lapisan
tanah atas dangkal yang terletak lepas di batuan atau lapisan tanah tidak
tembus air (impermeable). Adapun erosi pinggir sungai yang mirip erosi
tanah longsor mengikis pinggir sungai-sungai yang karena sesuatu hal mengalami
longsor terutama bila pinggir sungai itu vegetasi alaminya ditebang dan diganti
dengan tanaman baru.
C. Batas
Toleransi Erosi
Sebagai
sumber daya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami pengikisan (erosi)
akibat bekerjanya gaya-gaya dari agen penyebab, misalnya air hujan, angin
dan/atau hujan. Jadi, secara alamiah tanah mengalami pengikisan atau erosi
(Rahim S.E., 1995).
Erosi
dipercepat yang disebabkan oleh manusia, masih dianggap aman jika tidak
melewati suatu batas toleransi (soil loss tolerance atau permisible
erosion). Banyak pendapat para pakar erosi yang mengemukakan besarnya batas
toleransi erosi, yang masing-masing berbeda tergantung dari faktor lingkungan
di sekitarnya. Secara khusus, penelitian batas toleransi erosi untuk
tanah-tanah di Indonesia sampai saat ini belum ada. Oleh Arsyad (1989, halaman
237 - 244), dianjurkan untuk mempergunakan batas toleransi erosi yang
dikemukakan oleh Thompson (1957), seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pedoman Penetapan Nilai T
(batas toleransi erosi) (Thompson, 1957)
No
|
Sifat
Tanah dan Substratum
|
Nilai T
|
|
Ton/acre/tahun
|
Ton/ha/tahun
|
||
1
|
Tanah dangkal di atas batuan
|
0,5
|
1,12
|
2
|
Tanah dalam, di atas batuan
|
1,0
|
2,24
|
3
|
Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil)
padat, di atas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami
pelapukan)
|
2,0
|
4,48
|
4
|
Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas
lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
|
4,0
|
8,96
|
5
|
Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas
sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
|
5,0
|
11,21
|
6
|
Tanah yang lapisan bawahnya permeabel (agak cepat),
di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
|
6,0
|
13,45
|
Dengan
menggunakan kriteria yang dipergunakan oleh Thompson (1957), dengan menentukan
T maksimum untuk tanah yang dalam, dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas
bahan (substratum) yang telah malapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar 2,5
mm/tahun, dan dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum
tanah, maka nilai T seperti tertera pada Tabel 2 disarankan untuk menjadi
pedoman penetapan nilai T tanah-tanah di Indonesia.
Tabel 2. Pedoman Penetapan Nilai T
Untuk Tanah-tanah di Indonesia.
No
|
Sifat
Tanah dan Substratum
|
Nilai T
|
mm/tahun
|
||
1
|
Tanah sangat dangkal di atas batuan
|
0,0
|
2
|
Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk
(tidak terkonsolidasi)
|
0,4
|
3
|
Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk
|
0,8
|
4
|
Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah
melapuk
|
1,2
|
5
|
Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air
di atas substrata yang telah melapuk
|
1,4
|
6
|
Tanah yang dalam dengan lapisan bawah
berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk
|
1,6
|
7
|
Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya
berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk
|
2,0
|
8
|
Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang
permeabel, di atas substrata telah melapuk
|
2,5
|
Catatan :
Kedalaman
tanah efektif yaitu kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman,
yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus akar tanaman. Kriterianya :
> 90 cm = dalam, 50 - 90 cm = sedang,
25 - 50 cm = dangkal, < 25 cm = sangat dangkal.
25 - 50 cm = dangkal, < 25 cm = sangat dangkal.
D.
Persamaan USLE (Universal Soil Loss
Equation)
Lahan
pertanian yang terus menerus ditanami tanpa cara pengelolaan tanaman, tanah dan
air yang baik dan tepat, terutama di daerah pertanian dengan curah hujan yang
tinggi (> 1500 mm per tahun) akan menurunkan produktivitasnya. Penurunan
produktivitas ini secara lambat atau cepat dapat disebabkan oleh menurunnya
kesuburan tanah dan terjadinya erosi (Syah, R., 1995).
Bahaya
erosi ini banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutama yang memiliki
kemiringan lereng sekitar 15 persen atau lebih. Keadaan ini sebagai akibat dari
pengelolaan tanah dan air yang keliru atau penerapan pola pertanian yang tidak
sesuai dengan kemampuan fungsi lingkungannya.
Tanah
dan air merupakan dua sumber daya alam yang utama, peka terhadap berbagai
kerusakan (degradasi). Kerusakan air berupa hilangnya sumber air dan
menurunnya kualitas air antara lain disebabkan oleh proses sedimentasi yang
bersumber pada kerusakan tanah oleh erosi. Di daerah tropika basah kerusakan
tanah yang paling utama dan semakin kritis adalah disebabkan oleh erosi tanah.
Kerusakan
tanah yang kadang-kadang sampai pada tingkat kritis seperti penurunan
produktivitas tanah, banjir yang terjadi setiap tahun, merosotnya debit air
sungai di musim kemarau dan meningkatnya kandungan lumpur atau bahan organik
pada musim hujan merupakan tanda-tanda kerusakan sumberdaya alam di suatu
wilayah.
Laju
erosi yang menyatakan banyaknya lapisan tanah yang hilang dari suatu tempat
karena proses erosi, merupakan salah satu indikator kecepatan proses perusakan.
Perhitungan laju erosi dapat dilakukan secara nisbi (relatif), yaitu
berdasarkan nilai bahaya atau besarnya nilai faktor-faktor yang mempengaruhi
erosi. Perkiraan atau prediksi besarnya laju erosi yang mungkin terjadi di
lapangan dapat ditentukan antara lain dengan menggunakan metode Wischmeier dan
Smith (1978) yang dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau dalam bahasa
Inggris Universal Soil Loss
Equation (USLE) ,
yaitu sebagai berikut :
A = R x
K x L x S x C x P
A adalah banyaknya tanah
tererosi (ton/ha/tahun).
R adalah faktor curah hujan dan
aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan
perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30
menit (I30 ), tahunan,
K adalah faktor erodibilitas
(kepekaan) tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan � untuk
suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan
yang panjangnya 22 meter (72,6 kaki) terletak pada lereng 9 % tanpa tanaman,
L adalah faktor panjang lereng,
yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng
tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22 meter (72,6 kaki)
di bawah keadaan yang identik,
S adalah faktor
kemiringan/kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi
dari suatu tanah dengan kemiringan lereng tertentu, terhadap besarnya erosi
dari tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik,
C adalah faktor vegetasi penutup
tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu
areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap
besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman,
P adalah
faktor tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi
dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan
tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi
dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EROSI
Erosi adalah
hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat
yang diangkut oleh media alami ketempat lain. Erosi terjadi akibat interaksi
kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan (vegetasi), dan
manusia. Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah
terjadinya penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah,
penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah.
Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanah adalah kehilangan
unsur hara. Erosi dapat menyebabkan kerusakan tanah dan menimbulkan
berbagai hal negatif termasuk kritisnya tanah. Harkat kemampuan tanah atau
kritis tanah dapat dibedakan menjadi 3 yaitu kritis aktual, kritis potensial
dan kritis aktual dan potensial. Kompaksi Tanah adalah bentuk degradasi
fisik tanah sebagai akibat dari pemadatan tanah sehingga aktivitas biologi,
porositas dan permeabilitas tanah menurun, kekuatan tanah meningkat dan
struktur tanah hancur perlahan-lahan. Faktor-faktor yang menjadikan kritisnya
tanah yaitu masih kurangnya teknologi
pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya
lahan-lahan kering, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yg
paling serius di daerah lahan kering dan berada pada
level kritis karena kurangnya kandungan organik, implikasinya dapat
mengurangi kualitas produk bagi keseimbangan kesehatan serta berkurangnya
kontinyuitas produksi masa depan.
B. Jenis-Jenis Erosi
Berdasarkan
kecepatannya, erosi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu erosi geologi dan erosi
tanah. Erosi geologi adalah bentuk pengikisan proses pengikisan atau
penghancuran tanahnya relatif seimbang dengan proses pembentukannya. Gejala
alam ini dapat dikatakan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Erosi tanah atau dinamakan pula erosi yang dipercepat (accelerated erosion)
yaitu bentuk erosi yang proses penghancuran tanah (batuan) jauh lebih cepat
dibandingkan dengan pem bentukannya. Erosi tanah biasanya dipercepat oleh
aktivitas manusia dalam menge lola lahan tanpa memperhatikan unsur-unsur
kelestarian alam. Erosi jenis inilah yang sering kali menimbulkan permasalahan
kerusakan sumberdaya lahan.
Selain berdasarkan kecepatannya, erosi dapat pula diklasifikasikan berdasarkan zat pelaku atau pengikisnya, yaitu
erosi air, erosi angin, erosi gelombang laut, dan erosi glasial.
1.
Erosi Air
Massa air yang mengalir, baik
gerakan air di dalam tanah maupun di permukaan Bumi berupa sungai atau air
larian permukaan selamban apapun pasti memiliki daya kikis. Sedikit demi
sedikit, air yang mengalir itu mengerosi batuan atau tanah yang dilaluinya.
Semakin cepat gerakan air mengalir, semakin tinggi pula daya kikisnya. Oleh
karena itu, sungai-sungai di wilayah perbukitan atau pegunungan yang alirannya
deras memiliki lembah yang lebih curam dan dalam dibandingkan dengan sungai di
wilayah dataran yang alirannya relatif tenang.
Secara umum dilihat dari tahapan
kerusakan tanah yang terkikis, erosi air terdiri atas empat tingkatan, yaitu
sebagai berikut.
a.
Erosi Percik (Splash Erosion)
Erosi percik merupakan bentuk
pengikisan tanah oleh percikan air hujan. Pada saat titik air hujan memercik ke
permukaan tanah, butiran-butiran air akan menumbuk kemudian mengikis partikel
tanah serta memindahkannya ke tempat lain di sekitarnya.
b.
Erosi Lembar (Sheet Erosion)
Erosi lembar merupakan tahapan kedua
dari erosi air. Pada tahapan ini, lapisan tanah paling atas (top soil) yang
kaya akan bahan humus penyubur tanah hilang terkikis sehingga tingkat kesuburan
dan produktivitasnya mengalami penurunan. Ciri-ciri tanah yang telah mengalami
erosi lembar antara lain:
1)
Air yang mengalir di permukaan berwarna keruh
(kecokelatan) karena banyak mengandung partikel tanah;
2)
Warna tanah terlihat pucat karena kadar humus (bahan
organik) rendah;
3)
Tingkat kesuburan tanah sangat rendah.
c.
Erosi Alur (Riil Erosion)
Jika proses erosi lembar terus
berlangsung maka pada permukaan tanah akan terbentuk alur-alur yang searah
dengan kemiringan lereng. Alur-alur erosi ini merupakan tempat air mengalir dan
mengikis tanah.
d.
Erosi Parit (Gully Erosion)
Pada tahap ini alur-alur erosi
berkembang menjadi parit-parit atau lembah yang dalam berbentuk huruf U atau V.
Erosi parit banyak terjadi di wilayah yang memiliki kemiringan tinggi dengan
tingkat penutupan vegetasi (tetumbuhan) sangat sedikit. Untuk mengem balikan
kesuburan tanah kritis yang telah mengalami erosi parit diperlukan biaya yang
sangat mahal.
Di sepanjang aliran sungai terjadi
pula proses erosi oleh arus air. Proses pengikisan yang mungkin terjadi
sepanjang aliran sungai antara lain sebagai berikut.
1)
Erosi Tebing Sungai, yaitu
erosi yang bekerja pada dinding badan sungai sehingga lembah sungai bertambah
lebar.
2)
Erosi Mudik, yaitu erosi yang terjadi pada dinding air terjun
(jeram). Akibat erosi mudik, lama-kelamaan lokasi air terjun akan mundur ke
arah hulu.
3)
Erosi Badan Sungai, yaitu erosi
yang berlangsung ke arah dasar sungai (badan sungai) sehingga lembah sungai
menjadi semakin dalam. Jika erosi badan sungai ini berlangsung dalam waktu
geologi yang sangat lama maka akan terbentuk ngarai-ngarai yang sangat dalam,
seperti Grand Canyon di Sungai Colorado (Amerika Serikat).
2.
Erosi Angin
Erosi oleh pengerjaan angin (deflasi) banyak terjadi di daerah gurun beriklim kering
yang sering terjadi badai pasir yang dikenal dengan istilah harmattan atau
chamsina. Pada saat kejadian angin kencang tersebut, butiran-butiran kerikil
dan pasir yang terbawa angin akan mengikis bongkah batuan yang dilaluinya.
3.
Erosi Gelombang Laut
Erosi oleh gelombang laut dinamakan
pula abrasi atau erosi marin. Gelombang laut yang bergerak ke arah pantai mampu
mengikis bahkan memecahkan batu-batu karang di pantai, kemudian diangkut ke
tempat-tempat lain di sekitarnya atau ke arah laut dan samudra.
Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kekuatan abrasi antara lain sebagai berikut.
a.
Kekerasan batuan, semakin keras jenis batuan yang
ada di pantai, semakin tahan terhadap erosi.
b.
Gelombang laut, semakin besar gelombang yang bergerak ke arah
pantai, semakin besar kemungkinannya untuk mengerosi wilayah pantai.
c.
Kedalaman laut di muka pantai, jika laut
yang terletak di muka pantai merupakan laut dalam, gelombang laut yang terjadi
lebih besar dibandingkan dengan laut yang dangkal, sehingga kekuatan erosi akan
lebih besar.
d.
Jumlah material yang dibawa gelombang terutama kerikil
dan pasir, semakin banyak material yang diangkut semakin kuat daya abrasinya.
Bentang alam khas yang sering kita jumpai sebagai akibat adanya abrasi
antara lain sebagai berikut:
a.
Cliff, yaitu pantai yang berdinding curam sampai tegak.
b.
Relung, yaitu cekungan-cekungan yang terdapat pada dinding
cliff.
c.
Dataran Abrasi, yaitu hamparan wilayah dataran akibat abrasi. yang
dapat dilihat dengan jelas saat air laut surut.
d.
Gua laut (Sea Cave).
4.
Erosi Glasial
Erosi
glasial adalah bentuk pengikisan massa batuan oleh gletser, yaitu massa es yang
bergerak. Gletser terdapat di wilayah kutub atau di pegunungan tinggi yang
puncaknya senantiasa tertutup oleh lembaran salju dan es, seperti Pegunungan
Jayawijaya, Rocky, dan Himalaya. Massa gletser yang bergerak menuruni lereng
pegunungan akibat gaya berat maupun pencairan es akan mengikis daerah-daerah
yang dilaluinya. Massa batuan hasil pengikisan yang diangkut bersama-sama
dengan gerakan gletser dinamakan morain.
Ciri khas bentang alam akibat erosi
glasial adalah adanya alur-alur yang arahnya relatif sejajar pada permukaan
batuan sebagai akibat torehan gletser. Jika erosi gletser ini terus-menerus
berlangsung dalam waktu yang sangat lama, akan terbentuk lembah-lembah yang
dalam, memanjang, dan searah dengan gerakan gletser.
C. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Erosi
Begitu
besarnya bahaya erosi yang pada akhirnya merugikan kehidupan manusia, oleh
karena itu beberapa ahli membagi faktor-faktor yang menjadi penyebab erosi dan
berupaya untuk menanggulanginya. Menurut (Rahim, 2000) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi erosi adalah :
1.
Energi, yang meliputi hujan, air limpasan, angin,
kemiringan dan panjang lereng,
2. Ketahanan;
erodibilitas tanah (ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah), dan
3. Proteksi,
penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya serta ada atau tidaknya
tindakan konservasi.
Nasiah (2000) menyatakan bahwa kemampuan mengerosi, agen erosi, kepekaan
erosi dari tanah, kemiringan lereng, dan keadaan alami dari tanaman penutup
tanah merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi tanah.
Arsyad (1989) menyatakan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara
faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan (vegetasi), dan manusia
terhadap tanah sebagai berikut :
E = f (
i.r.v.t.m )
Dimana :
E = Erosi
I = Iklim
v = Vegetasi
m = Manusia
f = fungsi
r = Topografi
t = Tanah
1.
Iklim
Iklim merupakan faktor terpenting
dalam masalah erosi sehubungan dengan fungsinya. Sebagai agen pemecah dan
transpor. Faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Banyaknya curah
hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan dispersi hujan tehadap tanah,
jumlah dan kecepatan permukaaan serta besarnya kerusakan erosi. Angin adalah
faktor lain yang menentukan kecepatan jatuh butir hujan. Angin selain sebagai
agen transport dalam erosi di beberapa kawasan juga bersama-sama dengan
temperatur, kelambaban dan penyinaran matahari berpengaruh terhadap
evapotranspirasi, sehingga mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti
memperbesar kembali kapasitas infiltrasi tanah.
2.
Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah
dua faktor yang menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai.
Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor
tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Unsur lain yang
berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng.
Panjang lereng dihitung mulai dari
titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam
saluran atau sungai, atau dimana kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa
sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah
akan terkumpul di ujung lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang
mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada bagian
atas.
3.
Vegetasi
Vegetasi penutup tanah yang baik
seperti rumput yang tebal, atau hutan yang lebat akan menghilangkan pengaruh
hujan dan topografi terhadap erosi yang lebih berperan dalam menurunkan
besarnya erosi adalah tumbuhan bahwa karena ia merupakan stratum vegetasi
terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan. Pengaruh vegetasi
terhadap aliran permukaan dan erosi dibagi dalam lima bagian, yakni:
a.
Sebagai intersepsi hujan oleh tajuk tanaman.
b. Mengurangi
kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air.
c. Pengaruh
akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetasi
dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah.
d. Transpiransi
yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang sehingga meningkatkan
kapasitas infiltrasi.
4.
Tanah
Berbagai tipe tanah mempunyai
kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi,
permeabilitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir
hujan yang jatuh dan aliran permukaan. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah,
dan tingkat kesuburan tanah.
5.
Manusia
Manusia dapat mencegah dan
mempercepat terjadinya erosi, tergantung bagaimana manusia mengelolahnya.
Manusialah yang menentukan apakah tanah yang dihasilkannya akan merusak dan
tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Banyak faktor
yang menentukan apakah manusia akan mempertahankan dan merawat serta
mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan dapat
memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Dampak erosi dibagi menjadi dampak
ditempat asal terjadinya erosi ( on site)dan dampak pada daerah
diluarnya (off site) . Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak
yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa
penurunan produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi peningkatan
penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan
terjadinya tanah kritis (Samrumi, 2009).
Pengaruh erosi pada kesuburan fisik
tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan partikel-partikel tanah,
perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, serta
perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanah menurut
Goeswono Soepardi dalam bukunya “Sifat dan Ciri Tanah”´ adalah kehilangan
unsur hara karena erosi selama rata-rata 2 tahun yang diperoleh dari
percobaan di Missouri yaitu N 66kg per hektar, kemudian P2O5 41 kg per
hektar,K2O 729 kg per hektar, MgO 145 per kg per hektar,dan SO4 sebanyak
42 kg per hektar per tahun.Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian
atasnya atau top soil (ketebalan 15 - 35cm) memang telah banyak terkikis dan
atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisantersebut menjadi tipis
atau bahkan hilang (Samrumi, 2009).
Dampak erosi tanah diluar lahan
pertanian (off-site) merupakan dampak sangat besar pengaruhnya. Sedimen
hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimenmenimbulkan
kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (1989)
mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain:
a.
Pelumpuran dan pendangkalan waduk
b. Tertimbunnya
lahan pertanian dan bangunan
c. Memburuknya
kualitas air, dan
d. Kerugian
ekosistem perairan
Dampak erosi dibagi
menjadi dampak ditempat asal terjadinya erosi (on site) dan dampak pada daerah
diluarnya (off site). Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak
yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan
produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi peningkatan
penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan
terjadinya tanah kritis.
Pengaruh
erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan
partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas
infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh
pada kesuburan kimia tanah menurut Goeswono Soepardi dalam bukunya “Sifat dan
Ciri Tanah” adalah kehilangan unsur hara karena erosi selama rata-rata 2 tahun
yang diperoleh dari percobaan di Missouri yaitu N 66 kg per hektar, kemudian
P2O5 41 kg per hektar,K2O 729 kg per hektar, MgO 145 per kg per hektar,dan SO4
sebanyak 42 kg per hektar per tahun. Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan
bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 – 35 cm) memang telah banyak
terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisan tersebut
menjadi tipis atau bahkan hilang (A.G Kartasapoetra,1986:45).
Dampak erosi
tanah diluar lahan pertanian (off-site) merupakan dampak sangt besar
pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama
sedimen menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan.
Arsyad (1989) mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain:
1.
Pelumpuran dan pendangkalan waduk
2.
Tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan
3.
Memburuknya kualitas air, dan
E.
Pencegahan Erosi
Metode
vegetatif yaitu metode konservasi lahan kritis dengan menanam berbagai jenis
tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam
strip, pergiliran tanaman, serta penggunaan pupuk organik dan mulsa.
Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan
tanah dan air karena memiliki sifat memelihara kestabilan struktur
tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, penutupan
lahan oleh seresah dan tajuk yang akan mengurangi evaporasi dan dapat
meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas
tanah sehingga memperbesar jumlah infiltrasidan mencegah terjadinya erosi.
Metode
vegetatif juga memiliki manfaat dari segi vegetasi tanaman kehutanan yang
memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga dapat menambah pendapatan petani.
Aplikasi
Metode Vegetatif :
1.
Sistem Pertanaman Lorong
Sistem pertanaman lorong adalah
suatu sistem dimana tanaman pangan ditanam pada lorong diantara barisan tanaman
pagar. Sistem ini sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan
dan erosi dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama unsur N untuk
tanaman lorong. Teknologi budidaya lorong telah lama dikembangkan dan
diperkenalkan sebagai salah satu teknik konservasi lahan kritis untuk
pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada lahan kritis/kering di
daerah tropika basah namun belum diterapkan secara luas oleh petani.
Pada budidaya lorong konvensional
tanaman pertanian ditanam pada lorong-lorong diantara barisan tanaman pagar
yang ditanam menurut kontur. Barisan tanaman pagar yang rapat diharapkan dapat
menahan aliran permukaan serta erosi yang terjadi pada areal tanaman budidaya,
sedangkan akarnya yang dalam dapat menyerap unsur hara dari lapisan tanah yang
lebih dalam untuk kemudian dikembalikan ke permukaan melalui pengembalian sisa
tanaman hasil pangkasan tanaman pagar.
2.
Sistem Pertanaman Strip Rumput
Konservasi lahan kritis dengan
sistem pertanaman strip rumput hampir sama dengan pertanaman lorong tetapi
tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat mengikuti kontur dengan
lebar strip 0,5 meter atau lebih. Semakin lebar strip semakin efektif
mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan ternak. Penanaman
rumput pakan ternak di dalam jalur strip. Penanaman dilakukan menurut garis
kontur dengan letak penanaman dibuat selang seling agar rumput dapat tumbuh
baik dan usahakan penanaman dilakukan pada awal musim hujan. Selain itu tempat
jalur rumput sebaiknya di tengah antara barisan tanaman pokok.
3.
Tanaman Penutup Tanah
Tanaman ini merupakan tanaman yang
ditanam tersendiri atau bersamaan dengan tanaman pokok. Manfaat tanaman penutup
antara lain untuk menahan atau mengurangi daya perusak bulir-bulir hujan yang
jatuh dan aliran air diatas permukaan tanah, menambah bahan organik tanah
(melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh), serta berperan melakukan
transpirasi yang mengurangi kandungan air tanah.
Peranan tanaman penutup tanah adalah
mengurangi kekuatan disperasi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan
aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah
sehingga mengurangi erosi.
Penyiangan intensif dapat
menyebabkan tergerusnya lapisan atas tanah. Untuk menghindari persaingan antara
tanaman penutup tanah dengan tanaman pokok pada konservasi lahan kritis dengan
teknik ini dapat dilakukan dengan penyiangan melingkar (ring weeding). Tanaman
penutup tanah yang digunakan dan sesuai untuk sistem pergiliran tanaman harus
memenuhi syarat diantaranya harus mudah diperbanyak (sebaiknya dengan biji),
memiliki sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman
pokok tetapi memiliki sifat mengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan
tingkat kesuburan tanah yang tinggi, tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun,
toleransi terhadap pemangkasan, resisten terhadap gulma, penyakit dan
kekeringan, mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman
semusim atau tanaman pokok lainnya, sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi
tanah dan tidak memiliki sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti berduri
atau sulur yang membelit.
Empat jenis tanaman penutup yang dapat digunakan yaitu
:
a.
Tanaman Penutup Tanah Rendah
Tanaman penutup tanah rendah terdiri
dari jenis rumput-rumputan dan tumbuhan merambat atau menjalar:
1)
Dipakai dalam pola pertanaman rapat : Calopogonium
muconoides Desv,Centrocema pubescens Benth, Mimosa
invisa Mart, Peuraria phaseoloides Benth.
2)
Digunakan dalam pola pertanaman barisan: Eupatorium
triplinerve Vahl (daun panahan, godong, prasman, jukut prasman), Salvia
occidentalis Schwartz (langon, lagetan, randa nunut), Ageratum
mexicanum Sims.
3) Digunakan
untuk penguat teras dan saluran-saluran air: Althenanthera amoena Voss
(bayem kremah, kremek), Indigofera endecaphylla jacq
(dedekan), Ageratum conyzoides L
(babandotan), Erechtites valerianifolia Rasim
(sintrong), Borreria latifolia Schum (bulu lutung, gempurwatu),
Oxalis corymbosa DC, Brachiaria decumbens, Andropogon
zizanoides (akar wangi), Panicum maximum (rumput
benggala), Panicum ditachyum (balaba, paitan, Paspalum
dilatum (rumput Australia), Pennisetum purpureum (rumput gajah).
b.
Tanaman Penutup Tanah Sedang (Perdu)
Dipakai dalam pola pertanaman
teratur di antara baris tanaman pokok:Clibadium surinamense var
asperum baker, Eupatorium pallessens DC (Ki Dayang, Kirinyuh)
1) Digunakan
dalam pola pertanaman pagar : Lantana camara L (tahi ayam,
gajahan, seruni), Crotalaria anagyroides HBK, Tephrosia
candida DC, Tepherosia vogelii, Desmodium gyroides DC
(kakatua, jalakan), Acacia villosa Wild (lamtoro merah), Sesbania
grandiflora PERS (turi), Calliandracalothyrsus Meissn
(kaliandra merah), Gliricidia maculata (johar cina,
gamal), Flemingia
congesta Roxb, Crotalaria striata DC., Clorataria
juncea, L. Crotalaria laurifolia Poir
(urek-urekan, kacang cepel), Cajanus cajan Nillst (kacang hiris, kacang sarde)
dan Indigofera arrecta Hooscht.
2)
Penggunaan di luar areal pertanaman utama dan
merupakan sumber pupuk hijau dan mulsa, untuk penghutanan dan
perlindungan dinding jurang: Leucaena glauca (L)
Benth (pete cina, lamtoro, kemelandingan), Tithonia
tagetiflora Desp, Graphtophyllum pictum Gries (daun
ungu, handeuleum), Cordyline fruticosa Backer,Eupatorium
riparium REG.
c.
Tanaman Penutup Tanah Tinggi Atau Tanaman Pelindung
1)
Digunakan dalam pola teratur di antara baris tanaman
utama: Albizia falcata (sengon laut, jeunjing), Grevillea
robusta A Cum, Pithecellobium saman benth (pohon
hujan), Erythrina sp (dadap), Gliricidia sepium
2)
Dipakai dalam barisan: Leucaena glauca atau Leucaena
leucocephala
3)
Penggunaan untuk melindungi jurang, tebing atau untuk
penghutanan kembali: Albizia falcate dan Leucaena
glauca, Albizia procera Benth,Acacia melanoxylon,
Acacia mangium, Eucalyptus saligna, Cinchona succirubra, Gigantolochloa
apus (bamboo apus), Dendrocalamus asper, Bambusa
bambos.
d.
Tumbuh-Tumbuhan Bawah (Undergrowth) Alami Pada Perkebunan
Banyak usaha telah dilakukan pada
beberapa perkebunan, terutama perkebunan karet, dalam memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan bawah alami untuk melindungi tanah.
e.
Tumbuhan Yang Tidak Disukai
Banyak tumbuhan yang termasuk
dalam tumbuhan pengganggu atau tidak disukai yang dapat berfungsi sebagai
penutup tanah atau pelindung tanah terhadap ancaman erosi. Tumbuh-tumbuhan itu
tidak disukai karena sifat-sifatnya yang merugikan tanaman pokok dan sulit
diberantas atau dibersihkan dari lahan usaha pertanian: Imperata
cylindrica, Panicum repens (lampuyangan), Leersia hexandra (kalamento),
Saccharum spontaneum (gelagah), Anastrophus compressus dan Paspalum compressum
(tumput pahit).
4.
Mulsa
Mulsa adalah bahan-bahan (sisa
panen, plastik dan lain-lain) yang disebar atau digunakan untuk menutup
permukaan tanah. Bermanfaat untuk mengurangi penguapan serta melindungi tanah
dari pukulan langsung butir-butir air hujan yang akan mengurangi kepadatan
tanah. Mulsa dapat berupa sisa tanaman, lembaran plastik dan batu. Mulsa sisa
tanaman terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung),
pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut
disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2 s/d 5 cm sehingga
permukaan tanah tertutup sempurna.
Pada sistem agribisnis yang intensif
dengan jenis tanaman bernilai ekonomis tinggi sering digunakan mulsa plastik
untuk mengurangi penguapan air dari tanah, menekan hama penyakit dan gulma.
Lembaran plastik dibentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi tanaman.
Di pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa digunakan sebagai
mulsa untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang
disusun rapat dengan ukuran batu berkisar antara 2 s/d 10 cm.
Dalam pedoman praktek konservasi
tanah dan air lahan kritis BP2TPDAS-IBB ditunjukan peranan yang signifikan
dari mulsa terhadap aliran permukaan, infiltrasidan erosi pada lahan
dengan kemiringan 5%. Penelitian yang dilakukan oleh Thamrin dan Hanafi (1992)
juga menunjukkan bahwa pemberian mulsa seresah tanaman dapat menghemat lengas
tanah dari proses penguapan sehingga kebutuhan tanaman akan lengas tanah
terutama musim kering dapat terjamin. Selain itu pemberian mulsa seresah juga
dapat menghambat pertumbuhan gulma yang mengganggu tanaman sehingga konsumsi
air lebih rendah.
5.
Pengelompokan Tanaman dalam Suatu Bentang alam
(landscape)
Pengelompokan Tanaman dalam Suatu
Bentang alam (landscape) mengikuti kebutuhan air yang sama sehingga irigasi
dapat dikelompokkan sesuai kebutuhan tanaman. Teknik konservasi lahan kritis
seperti ini dilakukan dengan cara mengelompokkan tanaman yang memiliki
kebutuhan air yang sama dalam satulandscape. Pengelompokkan tanaman tersebut
akan memberikan kemudahan dalam melakukan pengaturan air. Air irigasi yang
dialirkan hanya diberikan sesuai kebutuhan tanaman sehingga air dapat dihemat.
6.
Penyesuaian Jenis Tanaman Dengan Karakteristik Wilayah
Teknik konservasi ini dilakukan
dengan cara mengembangkan kemampuan dalam menentukan berbagai tanaman
alternatif yang sesuai dengan tingkat kekeringan yang dapat terjadi
dimasing-masing daerah. Sebagai contoh tanaman jagung yang hanya membutuhkan
air 0,8 kali padi sawah akan tepat jika ditanam sebagai pengganti padi sawah
untuk antisipasi kekeringan. Pada daerah hulu DAS yang merupakan daerah yang
berkemiringan tinggi penanaman tanaman kehutanan menjadi komoditas utama.
7.
Penentuan Pola Tanam Yang Tepat
Baik untuk areal yang datar maupun
berlereng penentuan pola tanam disesuaikan dengan kondisi curah hujan setempat
untuk mengurangi devisit air pada musim kemarau. Hasil penelitian
Gomez (1983) menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan 5% dengan pola
tanam campuran ketela pohon dan jagung akan dapat menurunkan run
off dari 43% menjadi 33% dari curah hujan dibandingkan dengan jagung
monokultur. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan besar kebutuhan air tiap
jenis vegetasi. Besarnya kebutuhan air beberapa jenis tanaman dapat menjadi
acuan dalam membuat pola tanam yang optimal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Erosi
adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu
tempat yang diangkut oleh media alami ketempat lain
2. Erosi
terjadi akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi,
tumbuh-tumbuhan (vegetasi), dan manusia.
3. Pengaruh
erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan
partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas
infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh
pada kesuburan kimia tanah adalah kehilangan unsur hara
4. Harkat
kemampuan tanah atau kritis tanah dapat dibedakan menjadi 3 yaitu kritis
aktual, kritis potensial dan kritis aktual dan potensial
5. Faktor-faktor
yang menjadikan kritisnya tanah yaitu masih kurangnya teknologi
pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan-lahan
kering, kekurangan air dan kahat unsur hara
6. Metode
vegetatif yaitu metode konservasi lahan kritis dengan menanam berbagai jenis
tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam
strip, pergiliran tanaman, serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Aplikasi
metode vegetative yaitu system pertanaman lorong, sistem pertanaman strip
rumput, tanaman penutup tanah, mulsa, pengelompokan tanaman dalam suatu bentang
alam (landscape), penyesuaian jenis tanaman dengan karakteristik wilayah,
penentuan pola tanam yang tepat.
B. Saran
Sebaiknya dalam pengelolaan lahan, kita harus lebih bijak menggunakan air
dan tanah. Sebab jika kedua sumber daya alam itu mengalami kerusakan kita
sebagai manusia akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan lahan yang baik
untuk ditanami tumbuhan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar