Minggu, 18 Mei 2014

Makalah Erosi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu antara lain air atau angin. Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh air ditimbulkan oleh kekuatan air.
Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin panjangnya lereng permukaan tanah. Tumbuhan-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan butir-butir perusak hujan yang jatuh, serta daya dispersi dan angkutan aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan kualitas lahan tersebut.
Berbagai langkah konservasi lahan kritis telah dilakukan pemerintah antara lain dengan reboisasi dan penghijauan. Tetapi keberhasilan program reboisasi baru sekitar 68% sedangkan penghijauan hanya 21%. Hal ini terjadi karena tiga kemungkinan yaitu kurang tepatnya teknologi yang diterapkan, kondisi lahan kurang dipelajari secara cermat dan tidak diterapkannya teknologi secara sepenuhnya.
Paradigma pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi telah memacu pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan sehingga eksploitasi sumberdaya alam semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan manusia. Akibatnya sumberdaya alam semakin langka dan menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pemanfaatan sumberdaya secara berlebihan telah menyebabkan kondisi tanah menjadi kritis (rusak).
Data pusat penelitian tanah dan agroklimat menyebutkan pada tahun 2005 terdapat lahan kritis yang mencapai luasan 52,5 hektar. Lahan kritis sebagian besar terdapat di hulu DAS yang bentuk wilayahnya berbukit dengan curah hujan sangat tinggi sehingga dalam pemanfaatannya harus berhati-hati karena dengan kondisi seperti itu dapat memicu erosi yang berakibat pada degradasi lahan. Lahan kering umumnya menjadikan air sebagai faktor pembatas yang utama dalam pengelolaannya, oleh karena itu ketersediaan air menjadi sesuatu yang sangat penting dalam pengelolaaan lahan kritis.
Untuk dapat menjamin adanya ketersediaan air baik dimusim penghujan dan musim kemarau diperlukan teknologi yang applicable dan hemat biaya karena pada umumnya petani lahan kering hidup dalam garis kemiskinan. Beberapa penelitian konservasi air dan lahan kritis telah dilakukan dan diujicoba untuk dapat memaksimalkan simpanan air hujan dan mengoptimalkan manfaat sumberdaya air terutama pada musim kemarau.
Dari tulisan ini, maka akan diuraikan tentang tanaman atau sisa tanaman yang baik dalam mengendalikan erosi secara vegetative.

B.    Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Konservasi Tanah Dan Air serta untuk menambah nilai.
2.     Untuk mengetahui bagaimana erosi itu bisa terjadi, apa penyebabnya, bagaimana cara menanggulanginya dan dampak-dampak apa saja yang dapat diakibatkan karena adanya erosi tersebut.
3.     Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang berbagai macam bencana alam yang belakangan ini sering terjadi di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Pengaruh Erosi terhadap Kesuburan Kimia dan Fisika Tanah
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh media alami ketempat lain. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan ditempat lain: didalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi dan sebagainya. Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulanhutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah (Samrumi, 2009).
Tanah-tanah di Indonesia tergolong peka terhadap erosi, karena terbentuk dari bahan-bahan yang relatif mudah lapuk. Erosi yang terjadi akan memperburuk kondisi tanah tersebut, dan menurunkan produktivitasnya. Tanah akan semakin peka terhadap erosi, karena curah hujan di Indonesia umumnya tinggi, berkisar dari 1.500-3.000 mm atau lebih setiap tahunnya, dengan intensitas hujannya yang juga tinggi. Di beberapa daerah Indonesia bagian Timur, hujan terjadi dalam periode pendek dengan jumlah relatif kecil, namun intensitasnya tinggi, maka bahaya erosi pada agroekosistem lahan kering besar dan tidak bisa diabaikan. Sehubungan dengan tingginya jumlah dan intensitas curah hujan, terutama di Indonesia Bagian Barat. Bahkan di Indonesia Bagian Timur pun yang tergolong daerah beriklim kering,masih banyak terjadi proses erosi yang cukup tinggi, yaitu di daerah-daerah yang memiliki hujan dengan intensitas tinggi, walaupun jumlah hujan tahunan relatif rendah (Samrumi, 2009).

B.    Klasifikasi Erosi Tanah
Atas dasar intensitas campur tangan manusia, erosi dibedakan antara erosi alami atau erosi geologi (geological erosion) dan erosi dipercepat (accelarated erosion) (Arsyad S., 1989, halaman 30). Erosi geologi terjadi secara alami pada tanah yang masih tertutup vegetasi secara alami, dan biasanya berjalan sangat lambat. Dalam kondisi seperti ini, jumlah tanah terangkut sangat sedikit, dan baru akan meningkat jika terjadi bencana alam yang berakibat tanah jadi terbuka. Erosi dipercepat terjadi karena manusia membuka tanah dengan membuang vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (tempat tinggal, industri, usaha tani, dan lain-lain). Proses erosi ini akan berjalan dengan cepat, terlebih di daerah yang mempunyai potensi erosi dan tanpa usaha pengendalian.
Erosi yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang dihasilkan proses itu sendiri. Erosi juga dapat dibedakan karena kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Atas dasar itu erosi dibedakan yaitu : 1) erosi percikan (splash erosion), 2) erosi lembar (sheet erosion), 3) erosi alur (rill erosion), 4) erosi parit (gully erosion), 5) erosi tanah longsor (land slide), 6) erosi pinggir sungai (stream bank erosion) (Rahim S.E., 1995, halaman 33 - 34).
Erosi percikan terjadi pada awal hujan. Intensitas erosi percikan meningkat dengan adanya air genangan tetapi setelah terjadi genangandengan kedalaman tiga kali ukuran butir hujan, erosi percikan minimum. Pada saat inilah proses erosi lembaran dimulai. Erosi lembar akan dapat ditemukan secara jelas di daerah yang relatif seragam permukaannya.
Erosi alur dimulai dengan adanya konsentrasi limpasan permukaan. Konsentrasi yang besar akan mempunyai daya rusak yang besar. Bila ukuran alur sudah sangat besar, tidak dapat dihilangkan hanya dengan melakukan pembajakan biasa, atau alur tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama, maka erosi yang terjadi telah memenuhi kategori erosi parit. Sedangkan erosi tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama. Hal ini disebabkan karena kekuatan geser tanah sudah tidak mampu untuk menahan beban massa tanah jenuh air di atasnya. Kejadian ini terutama terjadi pada lapisan tanah atas dangkal yang terletak lepas di batuan atau lapisan tanah tidak tembus air (impermeable). Adapun erosi pinggir sungai yang mirip erosi tanah longsor mengikis pinggir sungai-sungai yang karena sesuatu hal mengalami longsor terutama bila pinggir sungai itu vegetasi alaminya ditebang dan diganti dengan tanaman baru.

C.   Batas Toleransi Erosi
Sebagai sumber daya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami pengikisan (erosi) akibat bekerjanya gaya-gaya dari agen penyebab, misalnya air hujan, angin dan/atau hujan. Jadi, secara alamiah tanah mengalami pengikisan atau erosi (Rahim S.E., 1995).
Erosi dipercepat yang disebabkan oleh manusia, masih dianggap aman jika tidak melewati suatu batas toleransi (soil loss tolerance atau permisible erosion). Banyak pendapat para pakar erosi yang mengemukakan besarnya batas toleransi erosi, yang masing-masing berbeda tergantung dari faktor lingkungan di sekitarnya. Secara khusus, penelitian batas toleransi erosi untuk tanah-tanah di Indonesia sampai saat ini belum ada. Oleh Arsyad (1989, halaman 237 - 244), dianjurkan untuk mempergunakan batas toleransi erosi yang dikemukakan oleh Thompson (1957), seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pedoman Penetapan Nilai T (batas toleransi erosi) (Thompson, 1957)
No
Sifat Tanah dan Substratum
Nilai T
Ton/acre/tahun
Ton/ha/tahun
1
Tanah dangkal di atas batuan
0,5
1,12
2
Tanah dalam, di atas batuan
1,0
2,24
3
Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil) padat, di atas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan)
2,0
 4,48
4
Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
 4,0
 8,96
5
Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
 5,0
 11,21
6
Tanah yang lapisan bawahnya permeabel (agak cepat), di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
 6,0
 13,45
Dengan menggunakan kriteria yang dipergunakan oleh Thompson (1957), dengan menentukan T maksimum untuk tanah yang dalam, dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas bahan (substratum) yang telah malapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar 2,5 mm/tahun, dan dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum tanah, maka nilai T seperti tertera pada Tabel 2 disarankan untuk menjadi pedoman penetapan nilai T tanah-tanah di Indonesia.
Tabel 2. Pedoman Penetapan Nilai T Untuk Tanah-tanah di Indonesia.
No
Sifat Tanah dan Substratum
Nilai T
mm/tahun
1
Tanah sangat dangkal di atas batuan
0,0
2
Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk (tidak terkonsolidasi)
0,4
3
Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk
0,8
4
Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk
1,2
5
Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk
1,4
6
Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk
1,6
7
Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk
2,0
8
Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah melapuk
2,5
Catatan :
Kedalaman tanah efektif yaitu kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus akar tanaman. Kriterianya : > 90 cm = dalam, 50 - 90 cm = sedang,
25 - 50 cm = dangkal, < 25 cm = sangat dangkal.

D.   Persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation)
Lahan pertanian yang terus menerus ditanami tanpa cara pengelolaan tanaman, tanah dan air yang baik dan tepat, terutama di daerah pertanian dengan curah hujan yang tinggi (> 1500 mm per tahun) akan menurunkan produktivitasnya. Penurunan produktivitas ini secara lambat atau cepat dapat disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah dan terjadinya erosi (Syah, R., 1995).
Bahaya erosi ini banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutama yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15 persen atau lebih. Keadaan ini sebagai akibat dari pengelolaan tanah dan air yang keliru atau penerapan pola pertanian yang tidak sesuai dengan kemampuan fungsi lingkungannya.
Tanah dan air merupakan dua sumber daya alam yang utama, peka terhadap berbagai kerusakan (degradasi). Kerusakan air berupa hilangnya sumber air dan menurunnya kualitas air antara lain disebabkan oleh proses sedimentasi yang bersumber pada kerusakan tanah oleh erosi. Di daerah tropika basah kerusakan tanah yang paling utama dan semakin kritis adalah disebabkan oleh erosi tanah.
Kerusakan tanah yang kadang-kadang sampai pada tingkat kritis seperti penurunan produktivitas tanah, banjir yang terjadi setiap tahun, merosotnya debit air sungai di musim kemarau dan meningkatnya kandungan lumpur atau bahan organik pada musim hujan merupakan tanda-tanda kerusakan sumberdaya alam di suatu wilayah.
Laju erosi yang menyatakan banyaknya lapisan tanah yang hilang dari suatu tempat karena proses erosi, merupakan salah satu indikator kecepatan proses perusakan. Perhitungan laju erosi dapat dilakukan secara nisbi (relatif), yaitu berdasarkan nilai bahaya atau besarnya nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. Perkiraan atau prediksi besarnya laju erosi yang mungkin terjadi di lapangan dapat ditentukan antara lain dengan menggunakan metode Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau dalam bahasa Inggris Universal Soil Loss Equation (USLE) , yaitu sebagai berikut :
A = R x K x L x S x C x P
A adalah banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun).
R adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30 ), tahunan,
K adalah faktor erodibilitas (kepekaan) tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 22 meter (72,6 kaki) terletak pada lereng 9 % tanpa tanaman,
L adalah faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22 meter (72,6 kaki) di bawah keadaan yang identik,
S adalah faktor kemiringan/kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kemiringan lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik,
C adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman,
P adalah faktor tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.

BAB III
PEMBAHASAN

A.   PENGERTIAN EROSI
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh media alami ketempat lain. Erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan (vegetasi), dan manusia. Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanah adalah kehilangan unsur hara. Erosi dapat menyebabkan kerusakan tanah dan menimbulkan berbagai hal negatif termasuk kritisnya tanah. Harkat kemampuan tanah atau kritis tanah dapat dibedakan menjadi 3 yaitu kritis aktual, kritis potensial dan kritis aktual dan potensial. Kompaksi Tanah adalah bentuk degradasi fisik tanah sebagai akibat dari pemadatan tanah sehingga aktivitas biologi, porositas dan permeabilitas tanah menurun, kekuatan tanah meningkat dan struktur tanah hancur perlahan-lahan. Faktor-faktor yang menjadikan kritisnya tanah yaitu masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan-lahan  kering, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yg paling serius di daerah lahan kering dan berada pada level kritis  karena kurangnya kandungan organik, implikasinya dapat mengurangi kualitas produk bagi keseimbangan kesehatan serta berkurangnya  kontinyuitas produksi masa depan.

B.    Jenis-Jenis Erosi
Berdasarkan kecepatannya, erosi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu erosi geologi dan erosi tanah. Erosi geologi adalah bentuk pengikisan proses pengikisan atau penghancuran tanahnya relatif seimbang dengan proses pembentukannya. Gejala alam ini dapat dikatakan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Erosi tanah atau dinamakan pula erosi yang dipercepat (accelerated erosion) yaitu bentuk erosi yang proses penghancuran tanah (batuan) jauh lebih cepat dibandingkan dengan pem bentukannya. Erosi tanah biasanya dipercepat oleh aktivitas manusia dalam menge lola lahan tanpa memperhatikan unsur-unsur kelestarian alam. Erosi jenis inilah yang sering kali menimbulkan permasalahan kerusakan sumberdaya lahan.
Selain berdasarkan kecepatannya, erosi dapat pula diklasikasikan berdasarkan zat pelaku atau pengikisnya, yaitu erosi air, erosi angin, erosi gelombang laut, dan erosi glasial.

1.    Erosi Air
Massa air yang mengalir, baik gerakan air di dalam tanah maupun di permukaan Bumi berupa sungai atau air larian permukaan selamban apapun pasti memiliki daya kikis. Sedikit demi sedikit, air yang mengalir itu mengerosi batuan atau tanah yang dilaluinya. Semakin cepat gerakan air mengalir, semakin tinggi pula daya kikisnya. Oleh karena itu, sungai-sungai di wilayah perbukitan atau pegunungan yang alirannya deras memiliki lembah yang lebih curam dan dalam dibandingkan dengan sungai di wilayah dataran yang alirannya relatif tenang.
Secara umum dilihat dari tahapan kerusakan tanah yang terkikis, erosi air terdiri atas empat tingkatan, yaitu sebagai berikut.
a.      Erosi Percik (Splash Erosion)
Erosi percik merupakan bentuk pengikisan tanah oleh percikan air hujan. Pada saat titik air hujan memercik ke permukaan tanah, butiran-butiran air akan menumbuk kemudian mengikis partikel tanah serta memindahkannya ke tempat lain di sekitarnya.
b.      Erosi Lembar (Sheet Erosion)
Erosi lembar merupakan tahapan kedua dari erosi air. Pada tahapan ini, lapisan tanah paling atas (top soil) yang kaya akan bahan humus penyubur tanah hilang terkikis sehingga tingkat kesuburan dan produktivitasnya mengalami penurunan. Ciri-ciri tanah yang telah mengalami erosi lembar antara lain:
1)     Air yang mengalir di permukaan berwarna keruh (kecokelatan) karena banyak mengandung partikel tanah;
2)     Warna tanah terlihat pucat karena kadar humus (bahan organik) rendah;
3)     Tingkat kesuburan tanah sangat rendah.
c.      Erosi Alur (Riil Erosion)
Jika proses erosi lembar terus berlangsung maka pada permukaan tanah akan terbentuk alur-alur yang searah dengan kemiringan lereng. Alur-alur erosi ini merupakan tempat air mengalir dan mengikis tanah.
d.      Erosi Parit (Gully Erosion)
Pada tahap ini alur-alur erosi berkembang menjadi parit-parit atau lembah yang dalam berbentuk huruf U atau V. Erosi parit banyak terjadi di wilayah yang memiliki kemiringan tinggi dengan tingkat penutupan vegetasi (tetumbuhan) sangat sedikit. Untuk mengem balikan kesuburan tanah kritis yang telah mengalami erosi parit diperlukan biaya yang sangat mahal.
Di sepanjang aliran sungai terjadi pula proses erosi oleh arus air. Proses pengikisan yang mungkin terjadi sepanjang aliran sungai antara lain sebagai berikut.

1)     Erosi Tebing Sungai, yaitu erosi yang bekerja pada dinding badan sungai sehingga lembah sungai bertambah lebar.
2)     Erosi Mudik, yaitu erosi yang terjadi pada dinding air terjun (jeram). Akibat erosi mudik, lama-kelamaan lokasi air terjun akan mundur ke arah hulu.
3)     Erosi Badan Sungai, yaitu erosi yang berlangsung ke arah dasar sungai (badan sungai) sehingga lembah sungai menjadi semakin dalam. Jika erosi badan sungai ini berlangsung dalam waktu geologi yang sangat lama maka akan terbentuk ngarai-ngarai yang sangat dalam, seperti Grand Canyon di Sungai Colorado (Amerika Serikat).

2.    Erosi Angin
Erosi oleh pengerjaan angin (deasi) banyak terjadi di daerah gurun beriklim kering yang sering terjadi badai pasir yang dikenal dengan istilah harmattan atau chamsina. Pada saat kejadian angin kencang tersebut, butiran-butiran kerikil dan pasir yang terbawa angin akan mengikis bongkah batuan yang dilaluinya.

3.    Erosi Gelombang Laut
Erosi oleh gelombang laut dinamakan pula abrasi atau erosi marin. Gelombang laut yang bergerak ke arah pantai mampu mengikis bahkan memecahkan batu-batu karang di pantai, kemudian diangkut ke tempat-tempat lain di sekitarnya atau ke arah laut dan samudra.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan abrasi antara lain sebagai berikut.
a.      Kekerasan batuan, semakin keras jenis batuan yang ada di pantai, semakin tahan terhadap erosi.
b.      Gelombang laut, semakin besar gelombang yang bergerak ke arah pantai, semakin besar kemungkinannya untuk mengerosi wilayah pantai.
c.      Kedalaman laut di muka pantai, jika laut yang terletak di muka pantai merupakan laut dalam, gelombang laut yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan laut yang dangkal, sehingga kekuatan erosi akan lebih besar.
d.      Jumlah material yang dibawa gelombang terutama kerikil dan pasir, semakin banyak material yang diangkut semakin kuat daya abrasinya.
Bentang alam khas yang sering kita jumpai sebagai akibat adanya abrasi antara lain sebagai berikut:
a.      Cliff, yaitu pantai yang berdinding curam sampai tegak.
b.      Relung, yaitu cekungan-cekungan yang terdapat pada dinding cliff.
c.      Dataran Abrasi, yaitu hamparan wilayah dataran akibat abrasi. yang dapat dilihat dengan jelas saat air laut surut.
d.      Gua laut (Sea Cave).

4.    Erosi Glasial
Erosi glasial adalah bentuk pengikisan massa batuan oleh gletser, yaitu massa es yang bergerak. Gletser terdapat di wilayah kutub atau di pegunungan tinggi yang puncaknya senantiasa tertutup oleh lembaran salju dan es, seperti Pegunungan Jayawijaya, Rocky, dan Himalaya. Massa gletser yang bergerak menuruni lereng pegunungan akibat gaya berat maupun pencairan es akan mengikis daerah-daerah yang dilaluinya. Massa batuan hasil pengikisan yang diangkut bersama-sama dengan gerakan gletser dinamakan morain.
Ciri khas bentang alam akibat erosi glasial adalah adanya alur-alur yang arahnya relatif sejajar pada permukaan batuan sebagai akibat torehan gletser. Jika erosi gletser ini terus-menerus berlangsung dalam waktu yang sangat lama, akan terbentuk lembah-lembah yang dalam, memanjang, dan searah dengan gerakan gletser.

C.   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Erosi
Begitu besarnya bahaya erosi yang pada akhirnya merugikan kehidupan manusia, oleh karena itu beberapa ahli membagi faktor-faktor yang menjadi penyebab erosi dan berupaya untuk menanggulanginya. Menurut (Rahim, 2000) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi erosi adalah :
1.     Energi, yang meliputi hujan, air limpasan, angin, kemiringan dan panjang lereng,
2.     Ketahanan; erodibilitas tanah (ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah), dan
3.     Proteksi, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya serta ada atau tidaknya tindakan konservasi.
Nasiah (2000) menyatakan bahwa kemampuan mengerosi, agen erosi, kepekaan erosi dari tanah, kemiringan lereng, dan keadaan alami dari tanaman penutup tanah merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi tanah.
Arsyad (1989) menyatakan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan (vegetasi), dan manusia terhadap tanah sebagai berikut :
E = f ( i.r.v.t.m )
Dimana :
E          = Erosi
I           = Iklim
v          = Vegetasi
m         = Manusia
f           = fungsi
r          = Topografi
t           = Tanah

1.    Iklim
Iklim merupakan faktor terpenting dalam masalah erosi sehubungan dengan fungsinya. Sebagai agen pemecah dan transpor. Faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Banyaknya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan dispersi hujan tehadap tanah, jumlah dan kecepatan permukaaan serta besarnya kerusakan erosi. Angin adalah faktor lain yang menentukan kecepatan jatuh butir hujan. Angin selain sebagai agen transport dalam erosi di beberapa kawasan juga bersama-sama dengan temperatur, kelambaban dan penyinaran matahari berpengaruh terhadap evapotranspirasi, sehingga mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti memperbesar kembali kapasitas infiltrasi tanah.

2.    Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Unsur lain yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng.
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada bagian atas.

3.    Vegetasi
Vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal, atau hutan yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan bahwa karena ia merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dibagi dalam lima bagian, yakni:
a.      Sebagai intersepsi hujan oleh tajuk tanaman.
b.      Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air.
c.      Pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetasi dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah.
d.      Transpiransi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang sehingga meningkatkan kapasitas infiltrasi.

4.    Tanah
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah.

5.    Manusia
Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi, tergantung bagaimana manusia mengelolahnya. Manusialah yang menentukan apakah tanah yang dihasilkannya akan merusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan mempertahankan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Dampak erosi dibagi menjadi dampak ditempat asal terjadinya erosi ( on site)dan dampak pada daerah diluarnya (off site) . Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak yang dapat  terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan terjadinya tanah kritis (Samrumi, 2009).
Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanah menurut Goeswono Soepardi dalam bukunya “Sifat dan Ciri Tanah”´ adalah kehilangan unsur hara karena erosi selama rata-rata 2 tahun yang diperoleh dari percobaan di Missouri yaitu N 66kg per hektar, kemudian P2O5 41 kg per hektar,K2O 729 kg per hektar, MgO 145 per kg per hektar,dan SO4 sebanyak 42 kg per hektar per tahun.Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 - 35cm) memang telah banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisantersebut menjadi tipis atau bahkan hilang (Samrumi, 2009).
Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off-site) merupakan dampak sangat besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimenmenimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (1989) mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain:
a.      Pelumpuran dan pendangkalan waduk
b.      Tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan
c.      Memburuknya kualitas air, dan
d.      Kerugian ekosistem perairan

D.   Pengaruh Erosi terhadap Kehidupan
Dampak erosi dibagi menjadi dampak ditempat asal terjadinya erosi (on site) dan dampak pada daerah diluarnya (off site). Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan terjadinya tanah kritis.
Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanah menurut Goeswono Soepardi dalam bukunya “Sifat dan Ciri Tanah” adalah kehilangan unsur hara karena erosi selama rata-rata 2 tahun yang diperoleh dari percobaan di Missouri yaitu N 66 kg per hektar, kemudian P2O5 41 kg per hektar,K2O 729 kg per hektar, MgO 145 per kg per hektar,dan SO4 sebanyak 42 kg per hektar per tahun. Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 – 35 cm) memang telah banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisan tersebut menjadi tipis atau bahkan hilang (A.G Kartasapoetra,1986:45).
Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off-site) merupakan dampak sangt besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimen menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (1989) mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain:
1.     Pelumpuran dan pendangkalan waduk
2.     Tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan
3.     Memburuknya kualitas air, dan
4.     Kerugian ekosistem perairan

E.    Pencegahan Erosi
Metode vegetatif yaitu metode konservasi lahan kritis dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman, serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, penutupan lahan oleh seresah dan tajuk yang akan mengurangi evaporasi dan dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah sehingga memperbesar jumlah infiltrasidan mencegah terjadinya erosi.
Metode vegetatif juga memiliki manfaat dari segi vegetasi tanaman kehutanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga dapat menambah pendapatan petani.
Aplikasi Metode Vegetatif :
1.    Sistem Pertanaman Lorong
Sistem pertanaman lorong adalah suatu sistem dimana tanaman pangan ditanam pada lorong diantara barisan tanaman pagar. Sistem ini sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama unsur N untuk tanaman lorong. Teknologi budidaya lorong telah lama dikembangkan dan diperkenalkan sebagai salah satu teknik konservasi lahan kritis untuk pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada lahan kritis/kering di daerah tropika basah namun belum diterapkan secara luas oleh petani.
Pada budidaya lorong konvensional tanaman pertanian ditanam pada lorong-lorong diantara barisan tanaman pagar yang ditanam menurut kontur. Barisan tanaman pagar yang rapat diharapkan dapat menahan aliran permukaan serta erosi yang terjadi pada areal tanaman budidaya, sedangkan akarnya yang dalam dapat menyerap unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam untuk kemudian dikembalikan ke permukaan melalui pengembalian sisa tanaman hasil pangkasan tanaman pagar.

2.    Sistem Pertanaman Strip Rumput
Konservasi lahan kritis dengan sistem pertanaman strip rumput hampir sama dengan pertanaman lorong tetapi tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 meter atau lebih. Semakin lebar strip semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan ternak. Penanaman rumput pakan ternak di dalam jalur strip. Penanaman dilakukan menurut garis kontur dengan letak penanaman dibuat selang seling agar rumput dapat tumbuh baik dan usahakan penanaman dilakukan pada awal musim hujan. Selain itu tempat jalur rumput sebaiknya di tengah antara barisan tanaman pokok.

3.    Tanaman Penutup Tanah
Tanaman ini merupakan tanaman yang ditanam tersendiri atau bersamaan dengan tanaman pokok. Manfaat tanaman penutup antara lain untuk menahan atau mengurangi daya perusak bulir-bulir hujan yang jatuh dan aliran air diatas permukaan tanah, menambah bahan organik tanah (melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh), serta berperan melakukan transpirasi yang mengurangi kandungan air tanah.
Peranan tanaman penutup tanah adalah mengurangi kekuatan disperasi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah sehingga mengurangi erosi.
Penyiangan intensif dapat menyebabkan tergerusnya lapisan atas tanah. Untuk menghindari persaingan antara tanaman penutup tanah dengan tanaman pokok pada konservasi lahan kritis dengan teknik ini dapat dilakukan dengan penyiangan melingkar (ring weeding). Tanaman penutup tanah yang digunakan dan sesuai untuk sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat diantaranya harus mudah diperbanyak (sebaiknya dengan biji), memiliki sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok tetapi memiliki sifat mengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, toleransi terhadap pemangkasan, resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah dan tidak memiliki sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti berduri atau sulur yang membelit.
Empat jenis tanaman penutup yang dapat digunakan yaitu :
a.      Tanaman Penutup  Tanah Rendah
Tanaman penutup tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan  dan tumbuhan merambat atau menjalar:
1)     Dipakai dalam pola pertanaman rapat : Calopogonium muconoides Desv,Centrocema pubescens Benth, Mimosa invisa Mart, Peuraria phaseoloides Benth.
2)     Digunakan dalam pola pertanaman barisan: Eupatorium triplinerve Vahl (daun panahan, godong, prasman, jukut prasman), Salvia occidentalis Schwartz (langon, lagetan, randa nunut), Ageratum mexicanum Sims.
3)     Digunakan untuk penguat teras dan saluran-saluran air: Althenanthera amoena Voss (bayem kremah, kremek), Indigofera endecaphylla jacq (dedekan),  Ageratum conyzoides L (babandotan),  Erechtites valerianifolia  Rasim (sintrong), Borreria latifolia Schum (bulu lutung, gempurwatu),  Oxalis corymbosa DC,  Brachiaria decumbensAndropogon zizanoides (akar wangi), Panicum maximum (rumput benggala), Panicum ditachyum (balaba, paitan, Paspalum dilatum (rumput Australia), Pennisetum purpureum (rumput gajah).
b.      Tanaman Penutup Tanah Sedang (Perdu)
Dipakai dalam pola pertanaman teratur di antara baris tanaman pokok:Clibadium surinamense var asperum baker, Eupatorium pallessens DC (Ki Dayang, Kirinyuh)
1)     Digunakan dalam pola pertanaman pagar : Lantana camara L (tahi ayam, gajahan, seruni), Crotalaria anagyroides HBK, Tephrosia candida DC, Tepherosia vogelii, Desmodium gyroides DC (kakatua, jalakan), Acacia villosa Wild (lamtoro merah), Sesbania grandiflora PERS (turi), Calliandracalothyrsus Meissn (kaliandra merah), Gliricidia maculata (johar cina, gamal), Flemingia congesta Roxb, Crotalaria striata DC., Clorataria juncea, L. Crotalaria laurifolia Poir (urek-urekan, kacang cepel),  Cajanus cajan Nillst (kacang hiris, kacang sarde)  dan Indigofera arrecta Hooscht.
2)     Penggunaan di luar areal pertanaman utama dan merupakan sumber pupuk hijau dan mulsa,  untuk penghutanan dan perlindungan dinding jurang: Leucaena glauca (L) Benth (pete cina, lamtoro, kemelandingan), Tithonia tagetiflora Desp, Graphtophyllum pictum Gries (daun ungu, handeuleum), Cordyline fruticosa Backer,Eupatorium riparium REG.
c.      Tanaman Penutup Tanah Tinggi Atau Tanaman Pelindung
1)     Digunakan dalam pola teratur di antara baris tanaman utama: Albizia falcata (sengon laut, jeunjing), Grevillea robusta A Cum, Pithecellobium saman benth (pohon hujan), Erythrina sp (dadap), Gliricidia sepium
2)     Dipakai dalam barisan: Leucaena glauca atau Leucaena leucocephala
3)     Penggunaan untuk melindungi jurang, tebing atau untuk penghutanan kembali: Albizia falcate dan Leucaena glaucaAlbizia procera Benth,Acacia melanoxylon, Acacia mangium, Eucalyptus saligna, Cinchona succirubraGigantolochloa apus (bamboo apus), Dendrocalamus asper, Bambusa bambos.
d.      Tumbuh-Tumbuhan Bawah (Undergrowth) Alami Pada Perkebunan
Banyak usaha telah dilakukan pada beberapa perkebunan, terutama perkebunan karet, dalam memanfaatkan tumbuh-tumbuhan bawah alami untuk melindungi tanah.
e.      Tumbuhan Yang Tidak Disukai
Banyak tumbuhan  yang termasuk dalam tumbuhan pengganggu atau tidak disukai yang dapat berfungsi sebagai penutup tanah atau pelindung tanah terhadap ancaman erosi. Tumbuh-tumbuhan itu tidak disukai karena sifat-sifatnya yang merugikan tanaman pokok dan sulit diberantas atau dibersihkan  dari lahan usaha pertanian: Imperata cylindrica, Panicum repens (lampuyangan), Leersia hexandra (kalamento), Saccharum spontaneum (gelagah), Anastrophus compressus dan Paspalum compressum (tumput pahit).

4.    Mulsa
Mulsa adalah bahan-bahan (sisa panen, plastik dan lain-lain) yang disebar atau digunakan untuk menutup permukaan tanah. Bermanfaat untuk mengurangi penguapan serta melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir air hujan yang akan mengurangi kepadatan tanah. Mulsa dapat berupa sisa tanaman, lembaran plastik dan batu. Mulsa sisa tanaman terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2 s/d 5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.
Pada sistem agribisnis yang intensif dengan jenis tanaman bernilai ekonomis tinggi sering digunakan mulsa plastik untuk mengurangi penguapan air dari tanah, menekan hama penyakit dan gulma. Lembaran plastik dibentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi tanaman. Di pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa digunakan sebagai mulsa untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang disusun rapat dengan ukuran batu berkisar antara 2 s/d 10 cm.
Dalam pedoman praktek konservasi tanah dan air lahan kritis BP2TPDAS-IBB ditunjukan peranan yang signifikan dari mulsa terhadap aliran permukaan, infiltrasidan erosi pada lahan dengan kemiringan 5%. Penelitian yang dilakukan oleh Thamrin dan Hanafi (1992) juga menunjukkan bahwa pemberian mulsa seresah tanaman dapat menghemat lengas tanah dari proses penguapan sehingga kebutuhan tanaman akan lengas tanah terutama musim kering dapat terjamin. Selain itu pemberian mulsa seresah juga dapat menghambat pertumbuhan gulma yang mengganggu tanaman sehingga konsumsi air lebih rendah.

5.    Pengelompokan Tanaman dalam Suatu Bentang alam (landscape)
Pengelompokan Tanaman dalam Suatu Bentang alam (landscape) mengikuti kebutuhan air yang sama sehingga irigasi dapat dikelompokkan sesuai kebutuhan tanaman. Teknik konservasi lahan kritis seperti ini dilakukan dengan cara mengelompokkan tanaman yang memiliki kebutuhan air yang sama dalam satulandscape. Pengelompokkan tanaman tersebut akan memberikan kemudahan dalam melakukan pengaturan air. Air irigasi yang dialirkan hanya diberikan sesuai kebutuhan tanaman sehingga air dapat dihemat.

6.    Penyesuaian Jenis Tanaman Dengan Karakteristik Wilayah
Teknik konservasi ini dilakukan dengan cara mengembangkan kemampuan dalam menentukan berbagai tanaman alternatif yang sesuai dengan tingkat kekeringan yang dapat terjadi dimasing-masing daerah. Sebagai contoh tanaman jagung yang hanya membutuhkan air 0,8 kali padi sawah akan tepat jika ditanam sebagai pengganti padi sawah untuk antisipasi kekeringan. Pada daerah hulu DAS yang merupakan daerah yang berkemiringan tinggi penanaman tanaman kehutanan menjadi komoditas utama.

7.    Penentuan Pola Tanam Yang Tepat
Baik untuk areal yang datar maupun berlereng penentuan pola tanam disesuaikan dengan kondisi curah hujan setempat untuk mengurangi devisit air pada musim kemarau. Hasil penelitian Gomez (1983) menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan 5% dengan pola tanam campuran ketela pohon dan jagung akan dapat menurunkan run off dari 43% menjadi 33% dari curah hujan dibandingkan dengan jagung monokultur. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan besar kebutuhan air tiap jenis vegetasi. Besarnya kebutuhan air beberapa jenis tanaman dapat menjadi acuan dalam membuat pola tanam yang optimal.

BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
1.     Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh media alami ketempat lain
2.     Erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan (vegetasi), dan manusia.
3.     Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanah adalah kehilangan unsur hara
4.     Harkat kemampuan tanah atau kritis tanah dapat dibedakan menjadi 3 yaitu kritis aktual, kritis potensial dan kritis aktual dan potensial
5.     Faktor-faktor yang menjadikan kritisnya tanah yaitu masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan-lahan  kering, kekurangan air dan kahat unsur hara
6.     Metode vegetatif yaitu metode konservasi lahan kritis dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman, serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Aplikasi metode vegetative yaitu system pertanaman lorong, sistem pertanaman strip rumput, tanaman penutup tanah, mulsa, pengelompokan tanaman dalam suatu bentang alam (landscape), penyesuaian jenis tanaman dengan karakteristik wilayah, penentuan pola tanam yang tepat.

B.    Saran
Sebaiknya dalam pengelolaan lahan, kita harus lebih bijak menggunakan air dan tanah. Sebab jika kedua sumber daya alam itu mengalami kerusakan kita sebagai manusia akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan lahan yang baik untuk ditanami tumbuhan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan kita.

DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar