BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Klimatologi
adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di
berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan
aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data2 yang
banyak dehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang2 sering juga
mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik (Tjasyono, 2004)
Sejak tahun
1980an para pemerhati dan peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi
beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spatial maupun temporal,
seperti peningkatan temperatur udara, evaporasi dan curah
hujan. Menjadi hal sangat krusial mengetahui besaran anomali curah hujan
yang akan terjadi pada masa datang di wilayah Indonesia dalam skala global
menggunakan model prakiraan iklim yang dikembangkan berdasarkan keterkaitan
proses antara atmosfer, laut, dan kutub dengan memperhatikan evolusi yang
proporsional dari peningkatan konsentrasi CO2 di trophosfer.
Penelitian desk studi simulasi
zonasi curah hujan untuk periode 1950-1979 dan periode 2010-2039 beserta
anomalinya terutama untuk musim hujan (Maret sampai Oktober) dilaksanakan pada
tahun 2002. Anomali zonasi curah hujan merupakan selisih kejadian hujan
(mm) pada periode inisial (1950-1979) dengan periode berikutnya (2010-2039),
dengan menggunkan model ARPEGE (Action de Recherche Petite
Echelle Grande Echelle) Climat versi 3.0. Besaran curah hujan
yang ditampilkan merupakan keadaan curah hujan rataan bulanan pada kedua
periode tersebut. Koordinat yang dipilih berkisar antara 25° Lintang
Utara dan Lintang Selatan serta berkisar 150° Bujur Timur.
Selain itu,
dianalisis zonasi temperatur maksimal dan temperatur minimaluntuk
ketinggian 2 m di atas permukaan tanah dan evaporasi (mm). Untuk melihat
perubahan frekuensi kejadian hujan sepanjang tahun 1980 sampai 2000 pada
kondisi lapang, dilakukan analisis frekuensi untuk parameter curah hujan dan
temperatur pada dua periode pengamatan: periode 1980-1990 dan 1991-2000.
Data iklim hasil pengamatan tersebut diperoleh dari stasiun klimatologi
Tamanbogo, Lampung Tengah (105°05’ BT ; 5°22’ LS ; 20 m dpl) dan
Genteng, Jawa Timur(114°13’ BT ; 8°22’ LS ; 168 m dpl).
Pada periode
2010-2039 diprakirakan akan terjadi peningkatan jumlah curah hujan di atas
wilayah Indonesia, yang ditandai dengan perubahan zonasi wilayah hujan dengan
anomali positip zona konveksi, peningkatan temperatur, dan evaporasi terutama
pada zona konveksi tertinggi di sepanjang selat Malaka, Laut Banda, Laut
Karimata, dan Laut Arafura. Perubahan kualitas dan kuantitas curah hujan,
khususnya curah hujan 100-150 mm/hari secara signifikan (59% dan 100%)
pada stasiun sinoptik Tamanbogo dan Genteng telah terjadi pada periode
1991-2000. Langkah antisipasi limpahan curah hujan yang lebih besar dapat
dilakukan secara serentak melalui pendekatan lingkungan dan kemasyarakatan.
B. Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
memenuhi salah satu mata kuliah yang ada di STPP Yogyakarata, Konservasi Tanah
dan Air.
2. Untuk
mengetahui pengertian Iklim.
3. Untuk
mengetahui iklim – iklim di dunia.
4. Maha Siswa
mampu menafsirkan dan menjelaskan keadaan iklim.
5. Untuk
mengetahui iklim di Indonesia
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola
keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur
iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi).
Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya,
misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim
yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi
hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung
mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002).
Thornthwaite (1933) dalam Tjasyono
(2004) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian
ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi
dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada
kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang
paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor
penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena
itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya)
seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama
(Lakitan, 2002). Tjasyono (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan
sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan
pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara
tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau
presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.
Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai
sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah:
A. Sistem Klasifikasi Koppen
Koppen membuat
klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah hujan. Koppen
memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang didasarkan kepada
lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan
dengan lima huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik
(tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates),
iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates),
iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest climates)
dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates) (Safi’i, 1995).
B. Sistem Klasifikasi Mohr
Klasifikasi
Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan, dari
hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun
dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per
bulan, bulan lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan
bulan kering bila curah hujan < 60 mm per bulan (Anon, ?).
C. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Sistem iklim
ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan peta
iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim
hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada
nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan
kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah
(X) dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan
jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan ( åf )
dengan banyaknya tahun pengamatan (n).
Schmidt-Fergoson
membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim tersebut
adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah
hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan
tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis
tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang)
jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya
hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim
G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim
kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang (Syamsulbahri, 1987).
Klasifikasi
iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh
tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan
jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut.
Oldeman, et
al (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150
mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi
bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan
air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan,
sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah
hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan
bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan
dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.
Lamanya
periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang
digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang
optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat
melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka
tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004).
Oldeman
membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan
pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam
setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering
berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu
zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone
berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.
Zone A dapat
ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2
periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun,
dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan
dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu
kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi
yang baik. (Oldeman, et al., 1980)
Klimatologi
merupakan ilmu tentang atmosfer. Mirip dengan meteorologi, tapi berbeda dalam
kajiannya, meteorologi lebih mengkaji proses di atmosfer sedangkan klimatologi
pada hasil akhir dari proses2 atmosfer.
Iklim
merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi
tanaman. Jenis2 dan sifat2 iklim bisa menentukkan jenis2 tanaman yg tumbuh pada
suatu daerah serta produksinya. Oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang
pertanian sangat diperlukan. Seiring dengan dengan semakin berkembangnya isu
pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor pertanian
begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan awal musim dan
akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu
susah untuk merencanakan masa tanam dan masa panen. Untuk daerah tropis seperti
indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan
produksi tanaman pertanian. Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari.
Setiap
tanaman pasti memerlukan air dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan
sumber air utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman yg
disebabkan oleh berubahnya kondisi hujan tentu saja akan mempengaruhi siklus
pertumbuhan tanaman. Itu merupakan contoh global pengaruh ikliim terhadap
tanaman. Di indonesia sendiri akibat dari perubahan iklim, yaitu timbulnya
fenomena El Nino dan La Nina. Fenomena perubahan iklim ini menyebabkan
menurunnya produksi kelapa sawit. Selain itu produksi padi juga menurun akibat
dari kekeringan yang berkepanjangan atau terendam banjir. Akan tetapi pada saat
fenomea La Nina produksi padi malah meningkat untuk masa tanam musim ke dua.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iklim
Iklim adalah
kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Studi tentang iklim
dipelajari dalam meteorologi. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi
matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang
ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai
iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi. Ilmu yang mempelajari
tentang iklim adalah klimatologi.
Klasifikasi
iklim merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan mencirikan
perbedaan iklim yang
terdapat di bumi. Akibat perbedaan latitudo (posisi relatif
terhadap khatulistiwa, garis
lintang), letak geografi, dan
kondisi topografi, suatu
tempat memiliki kekhasan iklim.
Klasifikasi
iklim biasanya terkait dengan bioma atau provinsi floristik karena
iklim mempengaruhi vegetasi asli
yang tumbuh di suatu kawasan.
Klasifikasi
iklim yang paling umum dikenal adalah klasifikasi
Koeppen dan Geiger. Klasifikasi ini berlaku untuk seluruh dunia sehingga sering
dirujuk untuk kajian-kajian geologis dan ekologi. Beberapa
negara mengembangkan klasifikasi iklim sendiri untuk mengatasi variasi iklim
tempatan yang beragam. Indonesia, misalnya, lebih sering menggunakan
sistem klasifikasi
Schmidt dan Ferguson (SF)[1], yang
ternyata disukai untuk kajian-kajian kehutanan danpertanian. Sistem SF
didasarkan pada klasifikasi yang terlebih dahulu disusun oleh Mohr, namun
diperhalus kriterianya.
B. Jenis Iklim Dunia
Perubahan
cuaca dan iklim dipengaruhi oleh unsur: temperatur Tekanan, Kelembaban, angin,
awan, dan curah hujan. Pengertian cuaca adalah rata-rata udara di suatu tempat
uang terbatas dan relatif sempit, sedangkan Iklim adalah keadaan rata cuaca di
satu daerah yang cukup luas dan dalam kurun waktu yang cukup lama. Iklim dunia
dikelompokan berdasarkan berdasarkan garis lintang dan garis bujur serta suhu.
1. Jenis iklim
dunia sebagai berikut :
a. Iklim Dingin
b. Iklim
Pegunungan
c. Iklim Artik
Kutub
d. Iklim Sedang
Dingin
e. Iklim Gurun
Berdasarkan
letak astronomis dan ketinggian tempat, iklim terbagi menjadi dua yaitu iklim
matahari dan iklim fisik.
2. Sedangkan
klasifikasi iklim menurut para ahli sebagai berikut :
a. Iklim
Matahari
b. Iklim Koppen
c. Iklim
Schamidt – Ferguson
d. Iklim Oldman
e. Iklim
Yunghunh
C. Klasifikasi Iklim
1.
Iklim Fisik
Iklim fisik yaitu iklim yang di pengaruhi oleh keadaan fisik dari
suatu wilayah. Berdasarkan keadaan fisik suatu daerah, terdapat perbedaan iklim
sebagai berikut :
a. Iklim
konfinental (darat) dan iklim Maritim (laut).
Iklim
darat atau iklim konfinental, terjadi di daratan amat luas, sehingga angin yang
berpengaruh terhadap daerah tersebut adalah angin darat yang kering. Di daerah
ini pada siang hari panas sekali dan malam hari sangat dingin. Iklim laut,
terjadi daerah kepulauan yang di kelilingi oleh laut luas, yang lembab. Di
daerah ini pada siang hari tidak terlalu panas dan pada malam hari tidak
terlalu dingin. Contoh daerah-daerah yang memiliki iklim benua adalah Gurun
Gobi (Cina), Tibet, Jazirah Arab, Gurun Sahara, dan
Gurun Kalahari (Afrika) dan kawasan-kawasan Australia Tengah.
b. Iklim
Uganari.
Iklim
Uganari, yaitu iklim pada daratan tinggi dengan perbedaan temperature siang dan
malam yang besar (Amplitudo harian tinggi). Contoh daerah yang memiliki iklim
uganari adalah daratan tinggi Beka (Syiria), dataran tinggi Wonosari
(Indonesia) dan dataran tinggi Shan (Myanmar).
c. Iklim
Pegunungan
Iklim
pegunungan terdapat di daerah-daerah pegunungan. Di daerah-daerah pegunungan
berudara sejuk dan sering turun hujan karena awan yang naik ke lereng-lereng
pegunungan. Hujan seperti ini di sebut hujan orografis. Contoh daerah-daerah
yang memiliki iklim-iklim pegunungan adalah Jaya Wijaya (Indonesia), Pegunungan
Andes (Argentina), dan Pegunungan Alpen (Swiss).
2.
Iklim Koppen
Wladimir Koppen seorang ahli
berkebangsaan Jerman membagi iklim berdasarkan curah hujan dan temperatur
menjadi lima tipe iklim :
a. Iklim A,
yaitu iklim hujan tropis. Dengan ciri temperatur bulanan rata-rata lebih dari
18 oC, suhu tahunan 20 oC – 25 oC dengan curah
hujan bulanan lebih dari 60 mm.
b. Iklim B,
yaitu iklim kering/gurun . Dengan ciri curah hujan lebih kecil daripada
penguapan, daerah ini terbagi menjadi Iklim stepa dan gurun.
c. Iklim C,
yaitu iklim sedang basah. Dengan ciri temperatur bulan terdingin 3oC -18
oC, daerah ini terbagai menjadi :
1) Cs (iklim
sedang laut dengan musim panas yang kering)
2) Cw (iklim
sedang laut dengan musim dingin yang kering)
3) Cf (iklim
sedang darat dengan hujan dalam semua bulan)
d. Iklim D,
yaitu iklim dingin. Dengan ciri temperatur bulan terdingin kurang dari 3 oC dan
temperatur bulan terpanas lebih dari 10 oC, daerah ini terbagi menjadi Dw, Df.
1) Dw adalah
iklim sedang (darat) dengan musim dingin yang kering.
2) Df adalah
iklim sedang (darat) dengan musim dingin yang lembab.
e. Iklim E,
yaitu iklim kutub. Dengan ciri bulan terpanas temperaturnya kurang dari 10 oC
Daerah ini terbagi menjadi :
1) ET Iklim
tundra
2) DF Iklim
salju
3.
Iklim
Matahari
Iklim Matahari, yaitu iklim yang
perhitungannya berdasarkan banyaknya panas yang di terima oleh permukaan bumi
dari matahari. Banyaknya panas yang di terima oleh permukaan bumi ini berlainan
berdasarkan letak garis lintangnya. Iklim matahari di sebut juga iklim garis
lintang atau iklim teoritis. Berdasarkan kedudukan lintangnya, bumi dapat
dibagi menjadi 5 kawasan iklim sebagai berikut :
a. Daerah Iklim
Panas (tropis)
b. Daerah
Iklim Sub tropis Utara
c. Daerah Iklim
Sub tropis Selatan
d. Daerah Iklim
Sedang Utara
e. Daerah Iklim
Sedang Selatan
f. Daerah Iklim
Dingin Utara
g. Daerah Iklim
Dingin Selatan
Daerah-daerah yang terletak
antara lintang 300 - 400 baik sebelah utara maupun sebelah selatan
Khatulistiwa disebut daerah subtropik. Berdasarkan pembagian iklim tersebut
Indonesia termasuk daerah iklim tropika. Adapun sifat-sifat dan iklim tropika
diantaranya suhunya tinggi sepanjang tahun dan tidak ada pembagian musim
seperti di daerah sedang atau di daerah subtropik.
Matahari selama enam bulan sekali
berpindah dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan. Pergerakan matahari
selama satu tahun adalah sebagai berikut :
a. Tanggal 21
Maret Matahari beredar di sekitar garis khatulistiwa.
b. Tanggal 21
Juni Matahari beredar di garis balik utara atau 23,50 Lintang utara.
c. Tanggal 23
September Matahari kembali beredar di garis Equator.
d. Tanggal 22
Desember Matahari berada tepat di garis balik selatan atau 23,50 Lintang
Selatan.
4.
Iklim Junghuhn
F. Junghuhn seorang berkebangsaan
Belanda mengadakan penelitian di Sumatra Selatan dan Dataran Tinggi Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian F. Junghuhn membagi iklim Indonesia berdasarkan
ketinggian tempat.
Empat daerah iklim menurut F. Junghuhn adalah sebagai berikut :
a. Zona iklim
panas
Zona iklim panas terletak pada
daerah dengan ketinggian antara 0-650 meter dan temperature antara 26,30C.
b. Zona iklim
sedang
Zona iklim sedang terletak pada
daerah dengan ketinggian antara 650-1500 meter dan temperature antara 220C –
17,10C.
c. Zona iklim
sejuk
Zona iklim sejuk terletak pada
daerah dengan ketinggian antara 1500–2500 meter dan temperature antara 17,10C –
11,10C.
d. Zona iklim
dingin
Zona iklim dingin terletak pada
daerah dengan ketinggian di atas 2500 meter dan temperature kurang dari 11,10C.
5.
Iklim
Oldeman
Klasifikasi iklim menurut Oldeman
didasarkan atas kebutuhan air dan hubungannya dengan tanaman pertanian yang
sangat di perlukan di daerah – daerah tertentu. Penggolongan iklimnya lebih di
kenal dengan zona agroklimat. Pembagian iklim menurut Oldeman adalah sebagai
berikut :
a. A1 bulan
basah lebih dari 9 bulan berurutan;
b. B1 7 –
9 bulan basah berurutan dan 1 bulan kering;
c. B2 7
– 9 bulan basah berurutan dan 2 – 4 bulan kering;
d. C1 5 –
6 bulan basah berurutan dan 2 – 4 bulan kering;
e. C2 5 –
6 bulan basah berurutan dan 2 – 4 bulan kering;
f. C3 5 –
6 bulan basah berurutan dan 5 – 6 bulan kering;
g. D1 3 –
4 bulan basah berurutan dan satu bulan kering;
h. D2 3 –
4 bulan basah berurutan dan 2 – 4 bulan kering;
i. D3 3 –
4 bulan basah berurutan dan 5 – 6 bulan kering;
j. D4 3 –
4 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan kering;
k. E1 kurang
dari 3 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan kering;
l. E2 kurang
dari 3 bulan basah berurutan dan 2 – 4 bulan kering;
m. E3 kurang
dari 3 bulan basah berurutan dan 5 – 6 bulan kering;
n. E4 kurang
dari 3 bulan basah berurutan lebih dari 6 bulan.
6.
Iklim
menurut Schmidt Ferguson
Iklim ini di tentukan berdasarkan
tipe curah hujan dan penggolongannya, langkah untuk menentukannya sebagai
berikut :
a. Menentukan
tipe curah hujan berdasarkan tingkat kebasahan (gradient/Q)
b. Menentukan
nilai Q di tetapkan dengan rumus :
Gradient (Q) = Banyaknya jumlah bulan kering x
100%
Banyaknya jumlah bulan basah
c. Untuk
menentukan criteria bulan kering dan basah menggunakan klasifikasi Mohr.
d. Tentukan
tipe curah hujan berdasarkan besarnya rasio Q.
D. Iklim Di Indonesia
Di Indonesia
terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim
musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut.
1.
Iklim Musim (Iklim
Muson)
Iklim jenis ini sangat
dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu.
Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri
dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur
laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan oktober hingga
april yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur
bertiup sekitar bulan april hingga bulan oktober yang sifatnya kering yang
mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau.
2.
Iklim
Tropis/Tropika (Iklim Panas)
Wilayah yang berada di sekitar
garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan
hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah
Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara
mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah
Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika.
3.
Iklim Laut
Indonesia yang merupakan negara
kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut
menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demikianlah
pembahasan yang dapat kami paparkan. Kemudian kami mengambil beberapa
kesimpulan diantaranya yaitu :
1. Iklim adalah
kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Studi tentang iklim
dipelajari dalam meteorologi.
2. Setiap
Negara memiliki iklim dan curah hujan yang berbeda.
3. Di Indonesia
terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim
musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut.
4. Perubahan
cuaca dan iklim dipengaruhi oleh unsur: temperatur Tekanan, Kelembaban, angin,
awan, dan curah hujan.
B. Penutup
Demikianlah
pembahasan yang dapat kami uraikan. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Terutama selaku penulis dan pembaca pada umumnya. Akan tetapi kami mohon saran
dan kritiknya terutama yang membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar