BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Erosivitas merupakan daya hujan untuk menimbulkan erosi pada tanah. Erosivitas
sangat menentukan jumlah tanah yang tererosi, jumlah tanah yang tererosi berbanding
lurus dengan erosivitas. Erosi merupakan hal yang sebenarnya sangat sederhana
dan sudah pasti akan terjadi di alam. Nmaun akhir – akhir ini erosi menjadi
bencana yang dihindari manusia. Hal itu tidak lepas dari campur tangan manusia.
Erosivitas sangat erat kaitannya dengan hujan, faktor utama penyebab erosi
untuk erosivitas adalah curah hujan, lamanya hujan, dan panjang hujan. Proses
terjadinya erosi dapat digambarkan sebagai berikut, ketika hujan datang, maka
butiran – butiran yang membentur tanah akan merusak agregat dan
memisahkan partikel – partikel tanah, partikel – pertikel yang
terpisah, akan menutupi lubang/pori- pori tanah. Ketika pori – pori tanah
tersumbat maka drainase dan saya infiltrasi tanah akan berkurang, sehinga
jumlah air yang dapat diserap oleh tanah berkurang. Air yang tidak dapat diserap
oleh tanah akan menjadi aliran permukaan (Run Off), aliran permukaan yang
mempunyai daya cukup besar dapat memindahkan tanah – tanah atau
mengendapkannya. Proses inilah yang dinamakan erosi.
Berbicara mengenai run off tentu sangat berkaitan dengan hujan. Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat
(misalnya salju danhujan es) atau aerosol (seperti embun dan kabut).
Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh
ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap
ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga. Hujan memainkan
peranan penting dalam siklus
hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.
Curah hujan merupakan variabel hujan yang sangat diperhitungkan dalam
berbagai aspek kehidupan. Pada praktikum kali ini dilakukan penghitungan curah
hujan, komponen- komponen yang dinilai yaitu, Erosivitas hujan harian ,
erosivitas hujan bulanan, dan erosivitas hujan tahunan. Sebelum
melangkah jauh, dari data yang diperoleh, rata – rata curah
hujan pertahun untuk kurun waktu 2001 hingga 2002, didapat curah hujan sebesar
1895-3492,1 mm/tahun, dengan kondisi curah hujan seperti ini maka dapat
diketahui bahwa data merupakan data curah hujan untuk daerah sumatera Timur,
Kalimantan Selatan, dan Timur sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagian
Irian Jaya, Kepulauan Maluku dan sebagaian besar Sulawesi karena curah
hujan rata- rata berkisar antar 1000-3000 mm/tahun.
Curah Hujan ini berarti, jika air hujan yang turun tidak terinfiltrasi,
terintersepsi atau dimanfaatkan oleh organisme, maka daerah dengan curah hujan
1895-3492,1mm/tahun ini akan tergenang air setinggi 1,895 meter atau
3,4921 meter. Dengan curah hujan yang termasuk cukup tinggi ini
seharusnya diperlukan penanganan erosi yang lebih serius, karena daerah tersebut
menjadi daerah rawan erosi, semakin banyak hujan yang turun maka akan semakin
banyak partikel tanah yang terpisah yang akan menutup pori tanah serta memicu
timbulnya run off dengan kekuatan yang lebih besar. Semakin banyak tanah yang
berpindah maka kesuburan ditempat tanah yang berpindah itu akan semakin
berkurang. Dengan kesuburan tanah yang rendah otomatis mengakibatkan
pemanfaatan lahan yang kurang. Jika diketahui suatu daerah memiliki curah hujan
yang cukup tinggi, dapat juga digunakan ilmu penataan unit lahan yang benar.
Untuk daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi hendaknya mengoptimalkan
keberadaan vegetasi sebagai penghambat run off dan memperkecil kemungkinan
erosi. Unit lahan yang baik dikembangkan pada kondisi tanah dengan curah hujan
yang tinggi adalah untuk tegalan, persawahan atau perkebunan. Dengan adanya
vegetasi yang menutupi tanah, potensi terjadinya erosi akan berkurang. Unit
lahan terbuka akan sangat berpotensi terjadinya Erosi. Sebaiknya
lahan- lahan yang terbuka segera direklamasi ataupun ditanami agar potensi
erosi berkurang. Jika dilihat dari periode hujan perbulan, pada tahun 2001
daerah tersebut musim kemarau terjadi selama 4 bulan hal ini menunjukan bahwa
pergantian musim pada tahun ini berjalan cukup normal. Namun pada tahun 2002
pada musim kemarau sempat terdapat hujan walaupun intensitasnnya sangat kecil.
Pada tahun 2001 maksimal panjang curah hujan yang terjadi yaitu sebesar 7,47
cm, dan pada 2002 maksimal panjang hujan sekitar 10,6 cm.
B.
Tujuan
Tujuan dari makalah erosivitas yaitu agar mahasiswa bisa mengetahui tentang
apa itu erosivitas hujan dan bagaimana erosivitas hujan terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sitanala Arsyad (1989) dalam bukunya yang berjudul”Konservasi
Tanah danAir ”, mengatakan bahwa air merupakan penyebab utama
terjadinya erosi. Banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah
tergantung pada hubungan antara kapasitas infiltrasi tanah dengan kapasitas
penyimpanan air tanah. Tumbuhan yang hidup di permukaan tanah dapat menambah
cepatnya infiltrasi, memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh,
daya dispersi serta mengurangi daya angkut aliran di atas permukaan tanah.
Manusia juga sangat berperan dalam menentukan baik atau rusaknya tanah yaitu
pada perlakuan terhadap tumbuhan-tumbuhan dan tanah. Proses erosi merupakan
kombinasi dua proses yaitu penghancuran struktur tanah oleh air hujan yang
menimpa tanah serta pemindahan atau pengangkutan butir tanah oleh percikan
hujan yang mengalir sebagai aliran permukaan (Sarief, 1988). Arsyad (1989)
telah mengusulkan penetapan nilai T untuk tanah-tanah di Indonesia dengan
berpedoman pada kriteria yang dikemukakan oleh Thomson (1957), yaitu
dengan menentukan nilai T maksimum untuk tanah yang dalam dengan lapisan bawah
yang permeabel di atas bahan (substratum) yang telah melapuk (tidak
terkonsolidasi) sebesar 2,5 mm/th, sedangkan berat volume tanah pada
pembentukan tanah setebal 2,5 mm/th tersebut sebesar 1,2 cc/gr. Dengan
pembentukan tanah setebal 2,5 mm/th dan berat volume tanah 1,2 cc/gr maka erosi
terbolehkan untuk tanah-tanah di Indonesia dapat di cari dengan persamaan : mm
x Berat volume x10 = ton/ha/th.
Menurut Seta (1987) ada empat faktor
utama dalam proses erosi yaitu iklim, sifat tanah, topografi dan
vegetasi penutup tanah. Oleh Wischmeier dan Smith (1978) ke empat
faktor tersebut dikenal dengan persamaan Universal Soil Loss Equation
(USLE) untuk menentukan besarnya erosi. Pengaruh vegetasi penutup
tanah terhadap erosi adalah melalui fungsi melindungi permukaan
tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan aliran permukaan,
menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan memperhatikan
kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air.
Metode untuk mengetahui erosi yang dikembangkan oleh
Wischmeier dan Smith (1978) yang disebut dengan metode USLE adalah metode yang
paling umum (Dradjad,1982). Pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan
dalam pemakaian rumus USLE yang dikemukakan oleh Chay Asdak antara lain :
1. USLE hanya memperkirakan erosi lembar dan erosi alur,
dan tidak untuk erosi parit.
2. USLE tidak memperhiraukan endapan sedimen, hanya
memperkirakan besarnya tanah yang tererosi, tetapi tidak memperhatikan deposisi
sedimen dalam perhitungan besarnya perkiraan erosi.
Erosivitas hujan (R) dapat dihitung dengan
menggunakan kan
peta Iso-erodent (Bols, 1978) untuk Pulau Jawa dan Madura atau menggunakan data
curah hujan. Data curah hujan (bulanan) digunakan untuk menghitung nilai RM dengan rumus:
RM = 2.21 (Rain)m1.36
di mana:
RM = erositas hujan bulanan
(Rain)m = curah hujan bulanan (cm)
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Erosivitas
Erosivitas merupakan sifat curah hujan. Hujan dengan
intensitas rendah jarang menyebabkan erosi, tetapi hujan yang lebat dengan
periode yang pendek atau panjang dapat menyebabkan adanya limpasan permukaan
yang besar dan kehilangan tanah.
B.
Hubungan antara Faktor Erosivitas (R ) dan Kehilangan Tanah
Hubungan antara faktor erosivitas dan kehilangan tanah pada setiap satuan
lahan akan berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena setiap satuan lahan
memiliki karakteristik lahan yang berbeda-beda seperti kemiringan lereng,
vegetasi, pengaruh dari aktivitas manusia, dsb. Besar kecilnya hubungan antar
variabel ini dipeoleh melalui nilai korelasi dengan menghubungan antara erosivitas
sebagai sumbu absis dan kehilangan tanah sebagai sumbu ordinat. Hubungan antar
variabel ini memiliki tingkat dari sangat rendah hingga rendah.
C.
Faktor
Erosivitas Hujan (R)
Hujan
yang terjadi di alam tidak selalu menimbulkanerosi tanah. Hujan dengan intensitas
yang tinggi namun berlangsung sangat singkat tidak menimbulkan erosi, akan
tetapi hujan dengan intensitas yang rendah dan berlangsung sangat lama, akan
menghasilkan aliran permukaan yang besar dan akan menimbulkan erosi. Menurut
Hudson (1973) kemampuan potensial hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi
disebut erosivitas hujan. Lebih lanjut dikatakan bahwa erosivitas
hujan merupakan fungsi dari karakteristik hujan.
Karakteristik
hujan akan mementukan besarnya energi yang dimiliki hujan,
terutama energi kinetik hujan, Karakteristik hujan yang berpengaruh terhadap beasrnya erosivitas hujan, menurut Hudson (1973) adalah (a) jumlah curah hujan, (b) intensitas hujan, (c) ukuran butiran hujan, (d) sebaran atau distribusi ukuran butiran hujan selama hujan berlangsung, dan (e) kecepatan akhir jatuh butir hujan. Dalam setiap kejadian hujan, kelima sifat hujan ini tidak selalu sama dan bahkan jarang dijumpai adanya suatu pola yang pasti. Jumlah curah hujan merupakan parameter hujan yang paling tersedia dalam setiap data stasiun klimatologi. Namun jarang sekali para pakar menghubungkan antara jumlah curah hujan dengan besarnya erosi yang terjadi. Pengetahuan tentang jumlah curah hujan belum cukup dapat menjelaskan fenomena kejadian erosi. Sebagai ilustrasi, kejadian hujan dengan jumlah curah hujan 200 mm pada suatu saat tidak menimbulkan erosi, tetapi pada saat yanglain jumlah yang sama yang jatuh pada tanah yang sama, dapat menimbulkan erosi yang hebat.
terutama energi kinetik hujan, Karakteristik hujan yang berpengaruh terhadap beasrnya erosivitas hujan, menurut Hudson (1973) adalah (a) jumlah curah hujan, (b) intensitas hujan, (c) ukuran butiran hujan, (d) sebaran atau distribusi ukuran butiran hujan selama hujan berlangsung, dan (e) kecepatan akhir jatuh butir hujan. Dalam setiap kejadian hujan, kelima sifat hujan ini tidak selalu sama dan bahkan jarang dijumpai adanya suatu pola yang pasti. Jumlah curah hujan merupakan parameter hujan yang paling tersedia dalam setiap data stasiun klimatologi. Namun jarang sekali para pakar menghubungkan antara jumlah curah hujan dengan besarnya erosi yang terjadi. Pengetahuan tentang jumlah curah hujan belum cukup dapat menjelaskan fenomena kejadian erosi. Sebagai ilustrasi, kejadian hujan dengan jumlah curah hujan 200 mm pada suatu saat tidak menimbulkan erosi, tetapi pada saat yanglain jumlah yang sama yang jatuh pada tanah yang sama, dapat menimbulkan erosi yang hebat.
Fenomena
erosi ini tidak dapat dijelaskan hanya dengan informasi jumlah curah hujan
saja. Pertanyaan yang muncul berkaitan dengan lamanya waktu hujan. Curah
hujan 200 mm dicapai dalam waktu yang lama (mungkin berjam-jam), wajar bila
tidak menimbulkan erosi, dan sebaliknya curah hujan 200 mm dicapai dalam
waktu singkat (hanya beberapa mentt) dapat dipastikan akan menyebabkan erosi
yang hebat Contoh lain, jumlah curah hujan sebesar 3000 mm yang tersebar merata
sepanjang tahun mungkin tidak menimbulkan erosi tanah yang berarti, tetapi jika
hanya berlangsung dalam waktu 2-3 bulan, maka erosi yang ditimbulkan akan
sangat hebat sekali. Ada beberapa hal yang dapat dijelaskan. Pada fenomena yang
pertama, memungkinkan (1) tanah selalu ditumbuhi tanaman danpermukaan tanah
dalam keadaan yang selalu teriindungi, sehingga daya rusak air hujan dan air
limpasan menjadi lebih keci|; (2) intensitas hujan rata-ratarsndah pada setia.p
kejadian hujan, sehingga besarnya energi kinetik yang dimiliki setiap kejadian
hujan rendah, sehingga kurang erosif. Sedangkan pada fenomena yang kedua, hujan
yang sama turun dalam waktu singkat, mengindikasikan besarnya energi kinetik
yang dimiliki, dengan dernikian letyih besar kemampuannya merus3k tanah (Utomo,
1983).
Intensitas
hujan menjadi alternatif lain sebagai
parameter hujan dalam kajian erosi. Para pakar sepakat bahwa
intensitas hujan mempunyai hubungan yang lebih jelas dengan erosi yang terjadi,
dibandingkan parameter jumlah curah hujan. Intensitas hujan menyatakan besarnya
curah hujan yang jatuh per satuan waktu tertentu. Biasanya
intensitas hujan dinyatakan dalam satuan
mm.janv^1, cm.jam-1 atau inchi.jam1. Klasifikasi
intensitas hujan menurut Arsyad
(1989) seperti pada Tabel 1.
Tabel
1. Klasifikasi Intensitas Hujan
No
|
Intensitas
hujan (mm/jam)
|
Harkat
|
1
|
<5
|
Sangat
rendah
|
2
|
5-10
|
Rendah
|
3
|
11-25
|
Sedang
|
4
|
26-50
|
Agak
tinggi
|
5
|
51-75
|
Tinggi
|
6
|
>75
|
Sangat
tinggi
|
Menurut
Fournier cit. Morgan (198,0) dari hasil penetitiannya di Ohio USA, terdapat
hubungan antara intensitas hujan dengan besarnya erosi tanah yang
dinyatakan dalam kg.m-2. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa intensity
hujan mempunyai pola yang tidak konsisten terhadap besarnya erosi yang terjadi.
Hasil penelitian, Richter & Negedank cit Morgan (1980) di Jerman Barat pada
plot dengan kemiringan 26° dan panjang lereng 8 m diperoleh hasil bahwa curah
hujan 15,6 mm dengan intesitas maksimum 50,4 mm.jam^-1 menyebabkan erosi
sebesar 141 g.m^-2; curah hujan 19,8 mm dengan intensitas maksimum 44,4
mm.jam^-1 menyebabkan erosi 242 g.m^-2; curah hujan 39 mm dengan intensitas
25,8 mm.jam-1 menyebabkan erosi 27 g.m-2 ; dan curah hujan 30,8 mm dengan
intensitas 31,2 mm.jam-1 menghasilkan erosi sebesar 17 g.m-2.
Menurut
Morgan (1980) erosivitas hujan merupakan fungsi dari (1) intensitas dan durasi
hujan, (2) diameter butir hujan dan (3) kecepatan jatuh hujan. Untuk menghitung
erosivitas diperlukan analisis distribusi diameter butir hujan. Distribusi
ukuran butir hujan biasanya dinyatakan dalam diameter median butir hujan 50%
(D50) yaitu diameter rata-rata butir hujan dimana ½ volume curah
hujan total berasal dari diameter butir < D 50 dan ½ volume berasal dari
diameter butir hujan > D 50. Laws & Parsons cit. Morgan
(1980) menyimpulkan bahwa distribusi diameter butir hujan sangat berkaitan
dengan intensitas hujan yaitu semakin tinggi intensitas hujan diameter median
butir hujan semakin besar.
Hasil
penelitian Hudson (1973) di daerah tropika dinyatakan bahwa hubungan D50 dengan
intensitas hujan hanya sampai intensitas 100 mm.jam^-1 . Pada intensitas lebih
besar dari 100 mm.jam^-1 , D50 semakin menurun (Gambar 5). Hal ini disebabkan
karena gerakan turbulen menyebabkan ukuran butir hujan yang besar menjadi
tidak stabil.
Penggunaan
parameter tunggal sifat hujan untuk menduga erosivitas hujan sering
memberikan hasil yang kurang tepat. Beberapa peneliti menggabungkan
beberapa parameter sifat hujan dalam menduga besarnya erosivitas
hujan. Energi kinetik hjan merupakan gabungan parameter massa hujan dan
parameter kecepatan hujan. Terdapat hubungan yang positif antara
parameter massa yaitu diameter butir hujan dengan kecepatan jatuh butir
hujan, seperti pada Gambar 6. Pengukuran diameter butir hujan dan
kecepatan jatuh, secara praktis sangat sulit. Wischmeier dan Smith cit
Morgan (1980) menggunakan data Laws dan Parsons mendapatkan hubungan yang
nyata antara besarnya energi kinetik hujan dengan intensitas hujan, dan
dilukiskan pada persamaan 3.
Ek =
13.32 + 9.78 log10(I) .......................................(3)
Dimana
I = intensitas hujan (mm.jam^-1) dan
Ek =
energi kinetik hujan (J.m^-2.mm^-1)
Dan
besarnya indeks erosivitas hujan (R) menurut Wischmeier adalah
R =
0.01 X El30........................................................ (4)
Penggunaan
parameter intensitas hujan, masih memberikan hasil yang kurang memuaskan
dalam hubungannya dengan erosi yang terjadi. Kemudian diusulkan parameter
baru yaitu intensitas hujan maksimum dalam jangka waktu tertentu.
Wischmeier & Smith Cit. Morgan (1980) menemukan bahwa kehilangan
tanah karena percikan, aliran limpasan dan erosi alur berhubungan sangat
erat dengan energi kinetik (Ek) dan intensitas hujan maksimum 30 menit
(bo).
Gabungan
dua parameter ini dikenal sebagai Indeks erosivitas hujan Wischmeier dan
dikenal sebagai EI 30Terdapat beberapa kritik terhadap indeks EI30yaitu (1)
Energi kinetik yang dihitung dari persamaan 3 tidakcocok untuk daerah
tropis yang mempunyai intensitas hujan yang tinggi, (2) Ebo
mengindikasikan bahwa setiap hujan menyebabkan erosi, kenyataannya tidak
semua intensitas hujan menyebabkan terjadinya erosi tanah. Hudson
(1973) menunjukkan bahwa hanya hujan dengan intensitas lebih dari 25
mm.jam^-1 yang menyebabkan kejadian erosi tanah.
Persamaan
3, mempakan hasil penelitian di daerah sub tropis, dimana intensitas
hujan yang terjadi lebih rendah dari daerah tropis. Berdasarkan kenyataan
ini, Hudson (1973) dari hasil penelitiannya di Rhodesia (daerah tropika)
mernodifikasi persamaan 3, dan didapatkan hubungan energi
kinetik dengan intensitas hujan seperti persamaan 5.
Ek
=29.8 -127,5/l .................................. (5)
dimana
I = intensitas hujan (mm.jam^-1)
Untuk
daerah tropis kemudian Hudson mengusulkan indeks erosivitas hujan yang
baru dan dikenal sebagai indeks EK>25 (energi kinetik dengan intensitas
hujan > 25mm.jam^-1). Hudson menghilangkan parameter I30dengan alasan
(1) I3o tidak berkorelasi nyata dengan rasio intensitas hujan yang
erosif dengan hujan non-erosif, (2) tidak ada alasan yang
menyakinkan kenapa harus menggunakan parameter I30. Hasil penelitian
Stocking & Elwell (Morgan, 1980) bahwa bo hanya cocok pada daerah terbuka
(jawa: bero), sedang pada daerah dengan vegetasi yang jarang dan rapat
diusulkan menggunakan intensitas hujan maksimum 15 dan 5 menitan.
Contoh
perhitungan indeks erosivitas hujan Wischmeier (Ebo) dan indeks erosivitas
Hudson (EK >25) tertera pada Tabel 2.
Tabel
2. Perhitungan erosivitas hujan
Waktu
(menit)
|
Curah
hujan (mm)
|
Intensitas
hujan (mm.jam-1)
|
Energi
kinetik*)
(J.M^-2 mm^-1
)
|
Total
EK
(kol
xkol4) 2 (J.m-2)
|
0-14
|
1.52
|
6.08
|
8.83
|
13.42
|
15-29
|
14.22
|
56.88
|
27.56
|
391.90
|
30-44
|
26.16
|
104.64
|
28.58
|
747.65
|
45-59
|
31.5
|
126.00
|
28.79
|
906.89
|
60-74
|
8.38
|
33.52
|
26.00
|
217.88
|
75-89
|
.25
|
1.00
|
-
|
-
|
*) Energi kinetik dihitung
dengan persamaan (5)
D.
Perbandingan Pengaruh antara Erosivitas dan Topografi terhadap Kehilangan
Tanah
Pengaruh antara faktor topografi dan erosivitas terhadap kehilangan tanah
menggunakan grafik regresi. Melalui grafik akan diperoleh nilai korelasi untuk
mengenai besar hubungan kedua faktor tersebut terhadap kehilangan tanah.
Perbandingan nilai korelasi antara erosivitas dan kelerengan terhadap
kehilangan tanah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Tabel Perbandingan Nilai Korelasi Antara Rd dan LS
Satuan lahan
|
Nilai korelasi dengan
kehilangan tanah
|
|
Rd
|
LS
|
|
D.02.b/V/KTT-TE/K
|
0,36
|
0,93
|
D.02.a/VI/TT/K
|
0,24
|
0,76
|
D.02.b/V/TE/K
|
0,34
|
0,93
|
D.02.b/V/TT/K
|
0,33
|
0,91
|
D.02.c/IV/TT/Pm
|
0,27
|
0,96
|
D.02.a/VI/KTT-TE/Tg
|
0,40
|
0,95
|
D.02.a/VI/TE/Pm
|
0,36
|
0,92
|
D.02.c/IV/KTT-TE/K
|
0,50
|
0,97
|
D.02.c/IV/KTT-TE/Pm
|
0,41
|
0,98
|
D.02.a/IV/KTT-TE/Pm
|
0,52
|
0,96
|
Sumber : Hasil Perhitungan
Melalui Tabel 3 tersebut dapat dianalisis bahwa pada faktor yang
berpengaruh terhadap perkembangan erosi alur di setiap satuan lahan adalah lereng.
Adanya perberdaan nilai korelasi ini disebabkan karena adanya perbedaan pada
nilai kehilangan tanah di setiap satuan lahan. Selain itu juga didukung adanya
pengaruh dari faktor-faktor pendukung lainnya yang mempengaruhi terjadinya
erosi. Setiap satuan lahan dimana perkembangan erosi hanya dipengaruhi oleh
lereng dengan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Meningkatnya kehilangan tanah
di daerah penelitian ini terjadi karena meningkatknya kemiringan lereng.
Erosi yang terjadi pada daerah yang beriklim tropis pada umumnya disebabkan
karena hujan. Hal ini terjadi karena intensitas hujan di daerah tropis lebih
tinggi dari daerah lainnya. Tebal hujan, intensitas hujan dan distribusi hujan
mempengaruhi terjadinya peningkatan erosi. Kemampuan suatu hujan untuk dapat
menimbulkan suatu erosi disebut erosivitas. Indeks erosivitas merupakan pengukur
kemampuan suatu hujan untuk menimbulkan suatu erosi. Indeks erosivitas dapat
diketahui melalui tebal curah hujan.
Semakin tebal hujan yang terjadi maka nilai erosivitas
juga akan tinggi yang berarti bahwa kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi
sangat besar. Data tebal hujan di daerah penelitian diperoleh melalui alat
pencatat otomatis dari stasiun hujan Sermo dan Kokap. Data hujan yang digunakan
adalah data hujan harian selama 10 hari yang diperoleh dari tanggal 4 hingga
13. Selama 10 hari terjadi 8 kali kejadian hujan dan 2 kali tidak terjadi
hujan. Data hujan harian ini digunakan satuan lahan D.02.a /VI /KTT-TE /Tg,
D.02.a/VI /TE /Pm, D.02.c/IV /KTTTE /K, D.02.c/ IV/ KTT-TE/ Pm dan D.02.a/ VI/
KTT-TE/ Pm. Data hujan yang tercatat di stasiun Sermo tersebut disajikan dalam
bentuk Tabel 4.
Tabel 4. Indeks Erosivitas di Stasiun Sermo
Tgl Pengukuran
|
Pd
|
Rd
|
4 Desember 2011
|
0,07
|
7,06
|
5 Desember 2011
|
0,14
|
13,39
|
7 Desember 2011
|
0,51
|
46,86
|
9 Desember 2011
|
0,03
|
3,44
|
10 Desember 2011
|
0,03
|
3,44
|
11 Desember 2011
|
0,4
|
36,91
|
12 Desember 2011
|
0,18
|
17,01
|
13 Desember 2011
|
0,34
|
31,48
|
Pd :
Curah hujan harian (cm/hari)
Rd : Erosivitas hujan harian (ton/ha/hari)
Sumber : Alat Perekam Hujan Otomatis di Stasiun Sermo
Data hujan yang tercatat di stasiun Kokap tersebut disajikan dalam bentuk Tabel
4 yang diambil pada tanggal 4 hingga 13. Selama 10 hari telah terjadi 6 kali
kejadian hujan dan 4 kali tidak terjadi hujan. Data hujan harian ini digunakan
untuk satuan lahan D.02.b/V /KTT-TE /K, D.02.a/VI /TT /K, D.02.b/V
/TE /K, D.02.b/V /TT /K dan D.02.c/IV /TT /Pm.
Tabel 5 Indeks
Erosivitas di Stasiun Kokap
Tgl Pengukuran
|
Pd
|
Rd
|
5 Desember 2011
|
0,22
|
20,63
|
7 Desember 2011
|
0,4
|
36,91
|
8 Desember 2011
|
0,6
|
55,00
|
11 Desember 2011
|
0,41
|
37,82
|
12 Desember 2011
|
0,1
|
9,77
|
13 Desember 2011
|
0,26
|
24,25
|
Pd : Curah
hujan harian (cm/hari)
Rd : Erosivitas hujan harian (ton/ha/hari)
Sumber : Alat Perekam Hujan Otomatis di Stasiun Kokap.
Berdasarkan data yang telah diperoleh, dengan curah hujan yang begitu
tinggi, maka semakin tinggi pulalah erosivitas hujan hariannya. Jika dihitung
memang erosivtas hujan harian cukup tinggi, maka daerah dengan curah hujan
harian ini akan rentan terjadi erosi. Erosi kana menjadi rentan apabilan curah
hujan sebesar ini jatuh pada kelerengan yang curam yaitu kelerengan III, IV, V,
kelerengan ini memiliki draenase yang buruk, draenase adalah kemampuan air
untuk meresap kedalam tanah, karena draenase yang buruk otomatis akan
memudahkan terjadinya run off atau aliran permukaan, maka peluang terjadinya
erosi pada wilayah dengan kelerengan ini akan besar dna akan lebih parah lagi
jika massa tanah yang di pindahkan tenaga erosi cukup banyak, maka akan terjadi
tanah longsor, langkah antisipasi yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan
tanggul – tanggul atau teras sesuai dengan kelerengannya.
Apabila Erosivitas hariannya tinggi maka , erosivitas bulanan dan tahunan
juga akan terpengaruhi. Sehingga setiap tahunanya kemungkinan didaerah dengan
curah hujan ini terjadi erosi. Erosi yang terjadi merupakan akbita dari tanah
yang dipindahkan oleh run off, erosi dapat menyebabkan banjir ketika saat
tenaga run off itu mengecil, maka partikel tanah yang dibawa akan diendapkan,
biasanya kekuatan run off mengecil didekat sungai karena kekuatannya tidak
mampu menyaingi derasnya aliran sungai. Oleh karena itu, pasrtikel yang
mengendap tersebut mengakibatkan terjadinya pendangkalan sungai. Proses
pendangkalan sungai ini akan menjadi bahaya ketika terjadi
hujan dengan curah dan intensitas yang tinggi menerjang.
Ketika hujan tidak terserap oleh tanah, mengalir menjadi run off, kemudian
bersatu di sungai/ muara sungai, sungai yang mengalami pendangkalan, tidak
mampu menampung pasokan air dari darat dan hujan, maka meluberlah sungai dan
terjadilah banjir. Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering.[Banjir pada umumnya
disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan
sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya.
Air banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutupsegalanya setelah air surut. Sebagai contoh
kasus, jakarta telah mengalami bencana banjir setiap tahunnya, namun pada tahun
2010,banjir yang terjadi lebih menghebohkan. Banjir yng terjadi di Jakarta
adalah akibat dari tidak tepatnya pengelolaan unit lahan dan tata guna lahan.
Lahan di Jakarta hampir 100% difungsikan untuk pemukiman, dengan lahan yang
dipenuhi pemukiman, secara langsung mengakibatkan tak sedikit tanah yang
ditutupi dengan paving ataupun aspal, yang pada kenyataannya akan mengahmat
fungsi tanah untuk menyerap air. Jakarta dikenal dengan crah hujannya ynag
cukup tinggi, sehingga tak heran jika selalu terjadi banjir, karena air yang
jatuh, tidak sempat diserap oleh tanah karena proyek pembangunan yang lancar,
intersepsi oleh tajuk, karena di jakarta tidak terdapat hutan, dan adanya
penyerapan oleh makhluk- makhluk hidup. Hal tersebut menyebabkan air hujan yang
jatuh ke bumi langsung mengalir dalam bentuk run off, karena tidak ada yang
dibawa/dipidahkan oleh run off , maka run off akan terus menuju sungai,
sementara itu, sungai yang sebenarnya bisa difungsikan untuk menampung air
hujan/ run off, mengalami pendangkalan karena seringnya warga membuang sampah
ke sungai. Akibat sungai yang terlampau jenuh, maka air yang mengalir disungai
meluber dan terjadi banjir. Pada banjir kali ini, curah hujan dijakarta
mencapai 300mm, dan meningkat 111mm setiap 2 jamnya, bisa dibayangkan, dengan
kondisi lahan yang seperti itu, tidak akan heran jika jakarta berlangganan
banjir dan intensitasnya terus meningkat. Dengan 300 mm satu bulan, maka jakarta
pada bulan tersebut akan tergenang setinggi 30 cm , Iklim ataupun hujan tidka
dapat disalahkan pada kasus ini karena faktor alam tidak dapat dikendalikan,
maka manusia bis amengatasinya dengan managemen. Pada kasus kali ini, untuk
mencegah banjir, jika tidka memungkinkan untuk dibuat hutan, maka bisa
digunakan bio pori, dengan bio pori setidaknya air hujan yang turun sempat
diserap oleh tanah, sehingga daur hidrologi berjalan, selain itu memperbanyak
pohon – pohon peneduh jalan juga lebih digencarkan untuk mengungai run off
karena pada pohon , air akan diserap oleh tajuk dalam proses intersepsi dan
jatuhnya air ke bumi diperlambat dengan through fall atau stem flow.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Curah hujan, lama hujan, panjang hujan maksimal sangat
berpengaruh terhadap erosivitas.
2.
Daur hidrologi yang terganggu akan menyebabkan
terjadinya erosi yang secara tidak langsung dapat menyebabkan banjir
3.
Pengelolaan unit lahan/tata guna lahan sebaiknya
disesuaikan dengan daya erosivitas tempat/daerah sehingga kondisi lingkungan
aman dan terkendali
4.
Pencegahan banjir dapat dilakukan dengan penanganan
management
5.
Curah hujan yang tinggi maka erosivitasnyapun akan
tinggi, dan peluang terjadinya banjir juga tinggi
B.
Saran
Saran yang dapat penulis berikan yaitu dalam pengolahan suatu lahan, perlu
memperhatikan keadaan lokasi, apabila lokasi yang akan dikelolah tersebut
merupakan lahan dengan kelerengan kurang dari 100 maka harus
menggunakan konservasi lahan agar tidak mengalami erosi akibat dari curah hujan
yang tinggi.
Dalam pembuatan makalah ini masih mengalami banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari berbagai pihak yang bersifat
membangun guna kelengkapan makalah ini. Atas partisipasinya penulis mengucapkan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan
Air . Bogor :IPB Press
Bryan,R.B. 1969. The Relative Erodibility of
Soil Devepeloped In The Peak District of
Derbyshire. Geografisca Ann. 51- A : 145- 59
Fournier, F. 1972. Soil Conservation . Nature
and Environment series :Council of Europe
Kusumandari,Ambar. 2008. Konservasi Tanah dan
Air. Yogyakarta : Fakultas Kehutanan
UGM
maaf mas mba statement hujan dan waktu dalam mempengaruhi erosi, bertolak belakang dengan contoh yang diberikan
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus