Minggu, 18 Mei 2014

Makalah Erosivitas Tanah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Erosivitas merupakan daya hujan untuk menimbulkan erosi pada tanah. Erosivitas sangat menentukan jumlah tanah yang tererosi, jumlah tanah yang tererosi berbanding lurus dengan erosivitas. Erosi merupakan hal yang sebenarnya sangat sederhana dan sudah pasti akan terjadi di alam. Nmaun akhir – akhir ini erosi menjadi bencana yang dihindari manusia. Hal itu tidak lepas dari campur tangan manusia. Erosivitas sangat erat kaitannya dengan hujan, faktor utama penyebab erosi untuk erosivitas adalah curah hujan, lamanya hujan, dan panjang hujan. Proses terjadinya erosi dapat digambarkan sebagai berikut, ketika hujan datang, maka butiran – butiran yang membentur tanah akan merusak agregat dan memisahkan partikel – partikel tanah, partikel – pertikel yang terpisah, akan menutupi lubang/pori- pori tanah. Ketika pori – pori tanah tersumbat maka drainase dan saya infiltrasi tanah akan berkurang, sehinga jumlah air yang dapat diserap oleh tanah berkurang. Air yang tidak dapat diserap oleh tanah akan menjadi aliran permukaan (Run Off), aliran permukaan yang mempunyai daya cukup besar dapat memindahkan tanah – tanah atau mengendapkannya. Proses inilah yang dinamakan erosi.
Berbicara mengenai run off tentu sangat berkaitan dengan hujan. Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju danhujan es) atau aerosol (seperti embun dan kabut).
Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga. Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.
Curah hujan merupakan variabel hujan yang sangat diperhitungkan dalam berbagai aspek kehidupan. Pada praktikum kali ini dilakukan penghitungan curah hujan, komponen- komponen yang dinilai yaitu, Erosivitas hujan harian , erosivitas hujan bulanan, dan erosivitas hujan tahunan.  Sebelum melangkah jauh, dari data yang diperoleh, rata – rata curah hujan pertahun untuk kurun waktu 2001 hingga 2002, didapat curah hujan sebesar 1895-3492,1 mm/tahun, dengan kondisi curah hujan seperti ini maka dapat diketahui bahwa data merupakan data curah hujan untuk daerah sumatera Timur, Kalimantan Selatan, dan Timur sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagian Irian Jaya, Kepulauan Maluku dan sebagaian besar Sulawesi karena curah hujan rata- rata berkisar antar 1000-3000 mm/tahun.
Curah Hujan ini berarti, jika air hujan yang turun tidak terinfiltrasi, terintersepsi atau dimanfaatkan oleh organisme, maka daerah dengan curah hujan 1895-3492,1mm/tahun  ini akan tergenang air setinggi 1,895 meter atau 3,4921 meter.  Dengan curah hujan yang termasuk cukup tinggi ini seharusnya diperlukan penanganan erosi yang lebih serius, karena daerah tersebut menjadi daerah rawan erosi, semakin banyak hujan yang turun maka akan semakin banyak partikel tanah yang terpisah yang akan menutup pori tanah serta memicu timbulnya run off dengan kekuatan yang lebih besar. Semakin banyak tanah yang berpindah maka kesuburan ditempat tanah yang berpindah itu akan semakin berkurang. Dengan kesuburan tanah yang rendah otomatis mengakibatkan pemanfaatan lahan yang kurang. Jika diketahui suatu daerah memiliki curah hujan yang cukup tinggi, dapat juga digunakan ilmu penataan unit lahan yang benar.
Untuk daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi hendaknya mengoptimalkan keberadaan vegetasi sebagai penghambat run off dan memperkecil kemungkinan erosi. Unit lahan yang baik dikembangkan pada kondisi tanah dengan curah hujan yang tinggi adalah untuk tegalan, persawahan atau perkebunan. Dengan adanya vegetasi yang menutupi tanah, potensi terjadinya erosi akan berkurang. Unit lahan  terbuka akan sangat berpotensi terjadinya Erosi. Sebaiknya lahan- lahan yang terbuka segera direklamasi ataupun ditanami agar potensi erosi berkurang. Jika dilihat dari periode hujan perbulan, pada tahun 2001 daerah tersebut musim kemarau terjadi selama 4 bulan hal ini menunjukan bahwa pergantian musim pada tahun ini berjalan cukup normal. Namun pada tahun 2002 pada musim kemarau sempat terdapat hujan walaupun intensitasnnya sangat kecil. Pada tahun 2001 maksimal panjang curah hujan yang terjadi yaitu sebesar 7,47 cm, dan pada 2002 maksimal panjang hujan sekitar 10,6 cm.

B.    Tujuan
Tujuan dari makalah erosivitas yaitu agar mahasiswa bisa mengetahui tentang apa itu erosivitas hujan dan bagaimana erosivitas hujan terjadi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sitanala Arsyad (1989) dalam bukunya yang berjudul”Konservasi Tanah danAir ”, mengatakan bahwa air merupakan penyebab utama terjadinya erosi. Banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah tergantung pada hubungan antara kapasitas infiltrasi tanah dengan kapasitas penyimpanan air tanah. Tumbuhan yang hidup di permukaan tanah dapat menambah cepatnya infiltrasi, memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh, daya dispersi serta mengurangi daya angkut aliran di atas permukaan tanah. Manusia juga sangat berperan dalam menentukan baik atau rusaknya tanah yaitu pada perlakuan terhadap tumbuhan-tumbuhan dan tanah. Proses erosi merupakan kombinasi dua proses yaitu penghancuran struktur tanah oleh air hujan yang menimpa tanah serta pemindahan atau pengangkutan butir tanah oleh percikan hujan yang mengalir sebagai aliran permukaan (Sarief, 1988). Arsyad (1989) telah mengusulkan penetapan nilai T untuk tanah-tanah di Indonesia dengan berpedoman pada kriteria yang dikemukakan oleh Thomson (1957), yaitu dengan menentukan nilai T maksimum untuk tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel di atas bahan (substratum) yang telah melapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar 2,5 mm/th, sedangkan berat volume tanah pada pembentukan tanah setebal 2,5 mm/th tersebut sebesar 1,2 cc/gr. Dengan pembentukan tanah setebal 2,5 mm/th dan berat volume tanah 1,2 cc/gr maka erosi terbolehkan untuk tanah-tanah di Indonesia dapat di cari dengan persamaan : mm x Berat volume x10 = ton/ha/th.
Menurut Seta (1987) ada empat faktor utama dalam proses erosi yaitu iklim, sifat tanah, topografi dan vegetasi penutup tanah. Oleh Wischmeier dan Smith (1978) ke empat faktor tersebut dikenal dengan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) untuk menentukan besarnya erosi. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah melalui fungsi melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan aliran permukaan, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan memperhatikan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air.
Metode untuk mengetahui erosi yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) yang disebut dengan metode USLE adalah metode yang paling umum (Dradjad,1982). Pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan dalam pemakaian rumus USLE yang dikemukakan oleh Chay Asdak antara lain :
1.     USLE hanya memperkirakan erosi lembar dan erosi alur, dan tidak untuk erosi parit.
2.     USLE tidak memperhiraukan endapan sedimen, hanya memperkirakan besarnya tanah yang tererosi, tetapi tidak memperhatikan deposisi sedimen dalam perhitungan besarnya perkiraan erosi.
Erosivitas hujan (R) dapat dihitung dengan menggunakan kan peta Iso-erodent (Bols, 1978) untuk Pulau Jawa dan Madura atau menggunakan data curah hujan. Data curah hujan (bulanan) digunakan untuk menghitung nilai RM dengan rumus:
RM = 2.21 (Rain)m1.36
di mana:
RM = erositas hujan bulanan
(Rain)m = curah hujan bulanan (cm)




BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Erosivitas
Erosivitas merupakan sifat curah hujan. Hujan  dengan intensitas rendah jarang menyebabkan erosi, tetapi hujan yang lebat dengan periode yang pendek atau panjang dapat menyebabkan adanya limpasan permukaan yang besar dan kehilangan tanah.

B.    Hubungan antara Faktor Erosivitas (R ) dan Kehilangan Tanah
Hubungan antara faktor erosivitas dan kehilangan tanah pada setiap satuan lahan akan berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena setiap satuan lahan memiliki karakteristik lahan yang berbeda-beda seperti kemiringan lereng, vegetasi, pengaruh dari aktivitas manusia, dsb. Besar kecilnya hubungan antar variabel ini dipeoleh melalui nilai korelasi dengan menghubungan antara erosivitas sebagai sumbu absis dan kehilangan tanah sebagai sumbu ordinat. Hubungan antar variabel ini memiliki tingkat dari sangat rendah hingga rendah.

C.     Faktor Erosivitas Hujan (R)
Hujan yang terjadi di alam tidak selalu menimbulkanerosi tanah. Hujan dengan intensitas yang tinggi namun berlangsung sangat singkat tidak menimbulkan erosi, akan tetapi hujan dengan intensitas yang rendah dan berlangsung sangat lama, akan menghasilkan aliran permukaan yang besar dan akan menimbulkan erosi. Menurut Hudson (1973) kemampuan potensial hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi disebut  erosivitas hujan.  Lebih lanjut dikatakan bahwa erosivitas hujan merupakan fungsi dari karakteristik hujan.
Karakteristik hujan akan mementukan besarnya energi yang dimiliki hujan,
terutama energi kinetik hujan, Karakteristik hujan  yang berpengaruh terhadap beasrnya erosivitas hujan, menurut Hudson (1973) adalah (a) jumlah curah hujan, (b) intensitas hujan, (c) ukuran butiran hujan, (d) sebaran atau distribusi ukuran butiran hujan selama hujan berlangsung, dan  (e) kecepatan akhir jatuh butir hujan. Dalam setiap kejadian hujan, kelima sifat hujan ini tidak selalu sama dan bahkan jarang dijumpai adanya suatu pola yang pasti. Jumlah curah hujan merupakan parameter hujan yang paling tersedia dalam setiap data stasiun klimatologi. Namun jarang sekali para pakar menghubungkan antara jumlah curah hujan dengan besarnya erosi yang terjadi. Pengetahuan tentang jumlah curah hujan belum cukup  dapat menjelaskan fenomena kejadian erosi. Sebagai ilustrasi, kejadian hujan dengan jumlah curah hujan 200 mm pada suatu saat tidak menimbulkan erosi, tetapi pada saat yanglain jumlah yang sama yang jatuh pada tanah yang sama, dapat menimbulkan erosi yang hebat.
Fenomena erosi ini tidak dapat dijelaskan hanya dengan informasi jumlah curah hujan saja. Pertanyaan yang  muncul berkaitan dengan lamanya waktu hujan. Curah hujan 200 mm dicapai dalam waktu yang lama (mungkin berjam-jam), wajar bila tidak menimbulkan  erosi, dan sebaliknya curah hujan 200 mm dicapai dalam waktu singkat (hanya beberapa mentt) dapat dipastikan akan menyebabkan erosi yang hebat Contoh lain, jumlah curah hujan sebesar 3000 mm yang tersebar merata sepanjang tahun mungkin tidak menimbulkan erosi tanah yang berarti, tetapi jika hanya berlangsung dalam waktu 2-3 bulan, maka erosi yang ditimbulkan akan sangat hebat sekali. Ada beberapa hal yang dapat dijelaskan. Pada fenomena yang pertama, memungkinkan (1) tanah selalu ditumbuhi tanaman danpermukaan tanah dalam keadaan yang selalu teriindungi, sehingga daya rusak air hujan dan air limpasan menjadi lebih keci|; (2) intensitas hujan rata-ratarsndah pada setia.p kejadian hujan, sehingga besarnya energi kinetik yang dimiliki setiap kejadian hujan rendah, sehingga kurang erosif. Sedangkan pada fenomena yang kedua, hujan yang sama turun dalam waktu singkat, mengindikasikan besarnya energi kinetik yang dimiliki, dengan dernikian letyih besar kemampuannya merus3k tanah (Utomo, 1983).
Intensitas   hujan   menjadi   alternatif   lain   sebagai   parameter   hujan   dalam kajian erosi. Para pakar sepakat bahwa intensitas hujan mempunyai hubungan yang lebih jelas dengan erosi yang terjadi, dibandingkan parameter jumlah curah hujan. Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh per satuan waktu   tertentu.   Biasanya intensitas   hujan   dinyatakan   dalam   satuan   mm.janv^1, cm.jam-1     atau   inchi.jam1.  Klasifikasi   intensitas    hujan   menurut     Arsyad    (1989) seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Intensitas Hujan
No
Intensitas hujan (mm/jam)
Harkat
1
<5
Sangat rendah
2
5-10
Rendah
3
11-25
Sedang
4
26-50
Agak tinggi
5
51-75
Tinggi
6
>75
Sangat tinggi
Menurut Fournier cit. Morgan (198,0) dari hasil penetitiannya di Ohio USA, terdapat   hubungan antara intensitas hujan dengan besarnya erosi tanah yang dinyatakan dalam kg.m-2. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa intensity hujan mempunyai pola yang tidak konsisten terhadap besarnya erosi yang terjadi. Hasil penelitian, Richter & Negedank cit Morgan (1980) di Jerman Barat pada plot dengan kemiringan 26° dan panjang lereng 8 m diperoleh hasil bahwa curah hujan 15,6 mm dengan intesitas maksimum 50,4 mm.jam^-1 menyebabkan erosi sebesar 141 g.m^-2; curah hujan 19,8 mm dengan intensitas maksimum 44,4 mm.jam^-1 menyebabkan erosi 242 g.m^-2; curah hujan 39 mm dengan intensitas 25,8 mm.jam-1 menyebabkan erosi 27 g.m-2 ; dan curah hujan 30,8 mm dengan intensitas 31,2 mm.jam-1 menghasilkan erosi sebesar 17 g.m-2.
Menurut Morgan (1980) erosivitas hujan merupakan fungsi dari (1) intensitas dan durasi hujan, (2) diameter butir hujan dan (3) kecepatan jatuh hujan. Untuk menghitung erosivitas diperlukan analisis distribusi diameter butir hujan. Distribusi ukuran butir hujan biasanya dinyatakan dalam diameter median butir hujan 50% (D50) yaitu diameter rata-rata butir hujan dimana ½    volume curah hujan total berasal dari diameter butir < D 50 dan ½ volume berasal dari diameter butir hujan > D 50. Laws & Parsons  cit.  Morgan (1980) menyimpulkan bahwa distribusi diameter butir hujan sangat berkaitan dengan intensitas hujan yaitu semakin tinggi intensitas hujan diameter median butir hujan semakin besar.
Hasil penelitian Hudson (1973) di daerah tropika dinyatakan bahwa hubungan D50 dengan intensitas hujan hanya sampai intensitas 100 mm.jam^-1 . Pada intensitas lebih besar dari 100 mm.jam^-1 , D50 semakin menurun (Gambar 5). Hal ini disebabkan karena gerakan turbulen menyebabkan  ukuran butir hujan yang besar menjadi tidak stabil.
Penggunaan parameter tunggal sifat hujan untuk menduga erosivitas  hujan sering memberikan hasil yang kurang tepat. Beberapa peneliti  menggabungkan beberapa parameter sifat hujan dalam  menduga besarnya erosivitas hujan. Energi kinetik hjan merupakan gabungan parameter massa  hujan dan parameter kecepatan hujan. Terdapat hubungan yang positif antara  parameter massa yaitu diameter butir hujan dengan kecepatan jatuh butir hujan,  seperti pada Gambar 6. Pengukuran diameter butir hujan dan kecepatan jatuh, secara praktis sangat sulit. Wischmeier dan Smith  cit  Morgan (1980) menggunakan data Laws dan Parsons mendapatkan hubungan yang nyata  antara besarnya energi kinetik hujan dengan intensitas hujan, dan dilukiskan pada persamaan 3. 
Ek = 13.32 + 9.78 log10(I) .......................................(3)
Dimana I = intensitas hujan (mm.jam^-1) dan 
Ek = energi kinetik hujan (J.m^-2.mm^-1)
Dan besarnya indeks erosivitas hujan (R) menurut Wischmeier adalah 
R = 0.01 X El30........................................................ (4) 
Penggunaan parameter intensitas hujan, masih memberikan hasil yang  kurang memuaskan dalam hubungannya dengan erosi yang terjadi. Kemudian  diusulkan parameter baru yaitu intensitas hujan maksimum dalam jangka waktu  tertentu. Wischmeier & Smith  Cit. Morgan (1980) menemukan bahwa kehilangan  tanah karena percikan, aliran limpasan dan erosi alur berhubungan sangat erat dengan energi kinetik (Ek) dan intensitas hujan maksimum 30 menit (bo). 
Gabungan dua parameter ini dikenal sebagai Indeks erosivitas hujan Wischmeier dan dikenal sebagai EI 30Terdapat beberapa kritik terhadap indeks EI30yaitu (1)  Energi kinetik yang dihitung dari persamaan 3 tidakcocok untuk daerah tropis  yang mempunyai intensitas hujan yang tinggi, (2) Ebo mengindikasikan bahwa  setiap hujan menyebabkan erosi, kenyataannya tidak  semua intensitas hujan menyebabkan terjadinya erosi tanah. Hudson (1973) menunjukkan bahwa hanya  hujan dengan intensitas lebih dari 25 mm.jam^-1 yang menyebabkan kejadian erosi tanah. 
Persamaan 3, mempakan hasil penelitian di daerah sub tropis, dimana  intensitas hujan yang terjadi lebih rendah dari daerah tropis. Berdasarkan  kenyataan ini, Hudson (1973) dari hasil penelitiannya di Rhodesia (daerah  tropika) mernodifikasi persamaan 3, dan didapatkan  hubungan energi kinetik dengan intensitas hujan seperti persamaan 5. 
Ek =29.8 -127,5/l  .................................. (5) 
dimana I = intensitas hujan (mm.jam^-1) 
Untuk daerah tropis kemudian Hudson mengusulkan indeks erosivitas  hujan yang baru dan dikenal sebagai indeks EK>25 (energi kinetik dengan  intensitas hujan > 25mm.jam^-1). Hudson menghilangkan parameter I30dengan  alasan (1) I3o tidak berkorelasi nyata dengan rasio intensitas hujan yang erosif dengan hujan non-erosif, (2) tidak ada alasan yang  menyakinkan kenapa harus menggunakan parameter I30. Hasil penelitian Stocking & Elwell (Morgan, 1980) bahwa bo hanya cocok pada daerah terbuka (jawa: bero), sedang pada daerah dengan vegetasi yang jarang dan rapat diusulkan menggunakan intensitas hujan maksimum 15 dan 5 menitan. 
Contoh perhitungan indeks erosivitas hujan Wischmeier (Ebo) dan indeks erosivitas Hudson (EK >25) tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Perhitungan erosivitas hujan 
Waktu
(menit)
Curah hujan (mm)
Intensitas hujan (mm.jam-1)
Energi kinetik*)
(J.M^-2 mm^-1  )
Total EK
(kol xkol4) 2 (J.m-2)
 0-14
1.52
6.08
8.83
13.42 
15-29
14.22
56.88
27.56
391.90 
30-44
26.16
104.64
28.58
747.65 
45-59
31.5
126.00
28.79
906.89 
60-74
8.38
33.52
26.00
217.88 
75-89
.25
1.00
-
*) Energi kinetik dihitung dengan persamaan (5)

D.    Perbandingan Pengaruh antara Erosivitas dan Topografi terhadap Kehilangan Tanah
Pengaruh antara faktor topografi dan erosivitas terhadap kehilangan tanah menggunakan grafik regresi. Melalui grafik akan diperoleh nilai korelasi untuk mengenai besar hubungan kedua faktor tersebut terhadap kehilangan tanah. Perbandingan nilai korelasi antara erosivitas dan kelerengan terhadap kehilangan tanah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Tabel Perbandingan Nilai Korelasi Antara Rd dan LS
Satuan lahan
Nilai korelasi dengan
kehilangan tanah
Rd
LS
D.02.b/V/KTT-TE/K
0,36
0,93
D.02.a/VI/TT/K
0,24
0,76
D.02.b/V/TE/K
0,34
0,93
D.02.b/V/TT/K
0,33
0,91
D.02.c/IV/TT/Pm
0,27
0,96
D.02.a/VI/KTT-TE/Tg
0,40
0,95
D.02.a/VI/TE/Pm
0,36
0,92
D.02.c/IV/KTT-TE/K
0,50
0,97
D.02.c/IV/KTT-TE/Pm
0,41
0,98
D.02.a/IV/KTT-TE/Pm
0,52
0,96
Sumber : Hasil Perhitungan
Melalui Tabel 3 tersebut dapat dianalisis bahwa pada faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan erosi alur di setiap satuan lahan adalah lereng. Adanya perberdaan nilai korelasi ini disebabkan karena adanya perbedaan pada nilai kehilangan tanah di setiap satuan lahan. Selain itu juga didukung adanya pengaruh dari faktor-faktor pendukung lainnya yang mempengaruhi terjadinya erosi. Setiap satuan lahan dimana perkembangan erosi hanya dipengaruhi oleh lereng dengan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Meningkatnya kehilangan tanah di daerah penelitian ini terjadi karena meningkatknya kemiringan lereng.
Erosi yang terjadi pada daerah yang beriklim tropis pada umumnya disebabkan karena hujan. Hal ini terjadi karena intensitas hujan di daerah tropis lebih tinggi dari daerah lainnya. Tebal hujan, intensitas hujan dan distribusi hujan mempengaruhi terjadinya peningkatan erosi. Kemampuan suatu hujan untuk dapat menimbulkan suatu erosi disebut erosivitas. Indeks erosivitas merupakan pengukur kemampuan suatu hujan untuk menimbulkan suatu erosi. Indeks erosivitas dapat diketahui melalui tebal curah hujan.
Semakin tebal hujan yang terjadi maka nilai erosivitas juga akan tinggi yang berarti bahwa kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi sangat besar. Data tebal hujan di daerah penelitian diperoleh melalui alat pencatat otomatis dari stasiun hujan Sermo dan Kokap. Data hujan yang digunakan adalah data hujan harian selama 10 hari yang diperoleh dari tanggal 4 hingga 13. Selama 10 hari terjadi 8 kali kejadian hujan dan 2 kali tidak terjadi hujan. Data hujan harian ini digunakan satuan lahan D.02.a /VI /KTT-TE /Tg, D.02.a/VI /TE /Pm, D.02.c/IV /KTTTE /K, D.02.c/ IV/ KTT-TE/ Pm dan D.02.a/ VI/ KTT-TE/ Pm. Data hujan yang tercatat di stasiun Sermo tersebut disajikan dalam bentuk Tabel 4.
Tabel 4. Indeks Erosivitas di Stasiun Sermo
Tgl Pengukuran
Pd
Rd
4 Desember 2011
0,07
7,06
5 Desember 2011
0,14
13,39
7 Desember 2011
0,51
46,86
9 Desember 2011
0,03
3,44
10 Desember 2011
0,03
3,44
11 Desember 2011
0,4
36,91
12 Desember 2011
0,18
17,01
13 Desember 2011
0,34
31,48
Pd : Curah hujan harian (cm/hari)
Rd : Erosivitas hujan harian (ton/ha/hari)
Sumber : Alat Perekam Hujan Otomatis di Stasiun Sermo
Data hujan yang tercatat di stasiun Kokap tersebut disajikan dalam bentuk Tabel 4 yang diambil pada tanggal 4 hingga 13. Selama 10 hari telah terjadi 6 kali kejadian hujan dan 4 kali tidak terjadi hujan. Data hujan harian ini digunakan untuk satuan lahan D.02.b/V /KTT-TE /K, D.02.a/VI /TT /K, D.02.b/V /TE /K, D.02.b/V /TT /K dan D.02.c/IV /TT /Pm.
Tabel 5 Indeks Erosivitas di Stasiun Kokap
Tgl Pengukuran
Pd
Rd
5 Desember 2011
0,22
20,63
7 Desember 2011
0,4
36,91
8 Desember 2011
0,6
55,00
11 Desember 2011
0,41
37,82
12 Desember 2011
0,1
9,77
13 Desember 2011
0,26
24,25
Pd : Curah hujan harian (cm/hari)
Rd : Erosivitas hujan harian (ton/ha/hari)
Sumber : Alat Perekam Hujan Otomatis di Stasiun Kokap.
Berdasarkan data yang telah diperoleh, dengan curah hujan yang begitu tinggi, maka semakin tinggi pulalah erosivitas hujan hariannya. Jika dihitung memang erosivtas hujan harian cukup tinggi, maka daerah dengan curah hujan harian ini akan rentan terjadi erosi. Erosi kana menjadi rentan apabilan curah hujan sebesar ini jatuh pada kelerengan yang curam yaitu kelerengan III, IV, V, kelerengan ini memiliki draenase yang buruk, draenase adalah kemampuan air untuk meresap kedalam tanah, karena draenase yang buruk otomatis akan memudahkan terjadinya run off atau aliran permukaan, maka peluang terjadinya erosi pada wilayah dengan kelerengan ini akan besar dna akan lebih parah lagi jika massa tanah yang di pindahkan tenaga erosi cukup banyak, maka akan terjadi tanah longsor, langkah antisipasi yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan tanggul – tanggul atau teras sesuai dengan kelerengannya.
Apabila Erosivitas hariannya tinggi maka , erosivitas bulanan dan tahunan juga akan terpengaruhi. Sehingga setiap tahunanya kemungkinan didaerah dengan curah hujan ini terjadi erosi. Erosi yang terjadi merupakan akbita dari tanah yang dipindahkan oleh run off, erosi dapat menyebabkan banjir ketika saat tenaga run off itu mengecil, maka partikel tanah yang dibawa akan diendapkan, biasanya kekuatan run off mengecil didekat sungai karena kekuatannya tidak mampu menyaingi derasnya aliran sungai. Oleh karena itu, pasrtikel yang mengendap tersebut mengakibatkan terjadinya pendangkalan sungai. Proses pendangkalan sungai ini akan menjadi bahaya ketika terjadi hujan  dengan curah dan intensitas yang tinggi menerjang.
Ketika hujan tidak terserap oleh tanah, mengalir menjadi run off, kemudian bersatu di sungai/ muara sungai, sungai yang mengalami pendangkalan, tidak mampu menampung pasokan air dari darat dan hujan, maka meluberlah sungai dan terjadilah banjir. Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering.[Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya.
Air banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutupsegalanya setelah air surut. Sebagai contoh kasus, jakarta telah mengalami bencana banjir setiap tahunnya, namun pada tahun 2010,banjir yang terjadi lebih menghebohkan. Banjir yng terjadi di Jakarta adalah akibat dari tidak tepatnya pengelolaan unit lahan dan tata guna lahan. Lahan di Jakarta hampir 100% difungsikan untuk pemukiman, dengan lahan yang dipenuhi pemukiman, secara langsung mengakibatkan tak sedikit tanah yang ditutupi dengan paving ataupun aspal, yang pada kenyataannya akan mengahmat fungsi tanah untuk menyerap air. Jakarta dikenal dengan crah hujannya ynag cukup tinggi, sehingga tak heran jika selalu terjadi banjir, karena air yang jatuh, tidak sempat diserap oleh tanah karena proyek pembangunan yang lancar, intersepsi oleh tajuk, karena di jakarta tidak terdapat hutan, dan adanya penyerapan oleh makhluk- makhluk hidup. Hal tersebut menyebabkan air hujan yang jatuh ke bumi langsung mengalir dalam bentuk run off, karena tidak ada yang dibawa/dipidahkan oleh run off , maka run off akan terus menuju sungai, sementara itu, sungai yang sebenarnya bisa difungsikan untuk menampung air hujan/ run off, mengalami pendangkalan karena seringnya warga membuang sampah ke sungai. Akibat sungai yang terlampau jenuh, maka air yang mengalir disungai meluber dan terjadi banjir. Pada banjir kali ini, curah hujan dijakarta mencapai 300mm, dan meningkat 111mm setiap 2 jamnya, bisa dibayangkan, dengan kondisi lahan yang seperti itu, tidak akan heran jika jakarta berlangganan banjir dan intensitasnya terus meningkat. Dengan 300 mm satu bulan, maka jakarta pada bulan tersebut akan tergenang setinggi 30 cm , Iklim ataupun hujan tidka dapat disalahkan pada kasus ini karena faktor alam tidak dapat dikendalikan, maka manusia bis amengatasinya dengan managemen. Pada kasus kali ini, untuk mencegah banjir, jika tidka memungkinkan untuk dibuat hutan, maka bisa digunakan bio pori, dengan bio pori setidaknya air hujan yang turun sempat diserap oleh tanah, sehingga daur hidrologi berjalan, selain itu memperbanyak pohon – pohon peneduh jalan juga lebih digencarkan untuk mengungai run off karena pada pohon , air akan diserap oleh tajuk dalam proses intersepsi dan jatuhnya air ke bumi diperlambat dengan through fall atau stem flow.

BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.     Curah hujan, lama hujan, panjang hujan maksimal sangat berpengaruh terhadap erosivitas.
2.     Daur hidrologi yang terganggu akan menyebabkan terjadinya erosi yang secara tidak langsung dapat menyebabkan banjir
3.     Pengelolaan unit lahan/tata guna lahan sebaiknya disesuaikan dengan daya erosivitas tempat/daerah sehingga kondisi lingkungan aman dan terkendali
4.     Pencegahan banjir dapat dilakukan dengan penanganan management
5.     Curah hujan yang tinggi maka erosivitasnyapun akan tinggi, dan peluang terjadinya banjir juga tinggi

B.    Saran
Saran yang dapat penulis berikan yaitu dalam pengolahan suatu lahan, perlu memperhatikan keadaan lokasi, apabila lokasi yang akan dikelolah tersebut merupakan lahan dengan kelerengan kurang dari 100 maka harus menggunakan konservasi lahan agar tidak mengalami erosi akibat dari curah hujan yang tinggi.
Dalam pembuatan makalah ini masih mengalami banyak kekurangan, untuk  itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai  pihak yang bersifat membangun guna kelengkapan makalah ini. Atas partisipasinya penulis mengucapkan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air . Bogor :IPB Press
Bryan,R.B. 1969. The Relative Erodibility of Soil Devepeloped In The Peak District of
Derbyshire. Geografisca Ann. 51- A : 145- 59
Fournier, F. 1972. Soil Conservation . Nature and Environment series :Council of Europe
Kusumandari,Ambar. 2008. Konservasi Tanah dan Air. Yogyakarta : Fakultas Kehutanan
UGM

2 komentar:

  1. maaf mas mba statement hujan dan waktu dalam mempengaruhi erosi, bertolak belakang dengan contoh yang diberikan

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus